1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Warga Haiti: Bertahan Atau Pergi?

22 Januari 2010

Haiti secara perlahan mencoba kembali menjalani kehidupan normal. Namun, tidak setiap warga mau bertahan disana.

https://p.dw.com/p/Le0S
Port-au-Prince, ibukota Haiti yang hancur akibat gempaFoto: AP

Berita tentang kedatangan organisasi bantuan ke Port au Prince selalu tersebar dengan cepat. Seperti kali ini. Organisasi bantuan dari Amerika Serikat akan membagikan bahan pangan di pusat kota. Ratusan warga datang menyerbu. Tidak lama kemudian mulai timbul kekacauan. Tetapi situasi seperti ini tidak selalu terjadi. Di wilayah lain, juga tampak ribuan warga yang dengan sabar membentuk antrian panjang untuk memperoleh air dan persediaan makanan.

Haiti berusaha sebaik mungkin untuk kembali ke kehidupan yang normal. Di pasar utama Port au Prince bahkan aksi jual beli kembali dimulai. Walau pun harganya jauh lebih mahal dibandingkan sebelum gempa. Seikat wortel misalnya, dulu seharga 13 ribu Rupiah, kini menjadi dua kali lipatnya. "Karena tidak ada bensin, dan untuk membawanya ke pasar kami harus berjalan kaki.", demikian penjelasan pedagang sayur itu.

Tidak hanya ia yang berusaha untuk terus bekerja usai gempa. Radio Metropole, radio berita terpenting di Haiti juga kembali mengudara. Karena takut akan adanya gempa susulan, mereka melakukan siaran dari kebun. Hampir semua pegawai radio ini tidur di taman atau jalan. Kepala stasion Richard Widmaier menceritakan "Saya tidak tahu kelanjutan nasib kami. Bahkan untuk bulan ini pun saya tidak bisa merencanakan apa-apa. Radio kami bergantung pada iklan. Tapi semua perusahaan yang biasanya berpromosi melalui radio kami telah hancur."

PBB ingin memberikan warga Haiti perspektif dengan memulai suatu program pekerjaan. Siapa yang membereskan puing-puing atau membersihkan jalan, akan memperoleh 5 Dollar per hari. Sekitar 200 ribu warga diharapkan akan turut bekerja. Hingga kini baru ada ratusan.

Lain lagi situasi di pelabuhan ibu kota. Ratusan warga Haiti tampak berusaha memperoleh tempat yang masih kosong di kapal yang akan berangkat meninggalkan kota itu. Mereka ingin pergi sejauh mungkin dari Port au Prince. Mereka sudah tidak sabar harus terus menunggu bantuan untuk bisa makan, harus mencium bau mayat yang membusuk dibawah reruntuhan gedung, dan gempa susulan yang terus terjadi. Mereka yang memiliki keluarga di kota lain, meninggalkan Port au Prince dengan bus. Beberapa yang memiliki uang dan keluarga di Amerika Serikat atau Kanada mungkin bisa mendapatkan visa dan tempat di salah satu pesawat bantuan yang akan kembali ke negara asal.

Anne-Katrin Mellmann/Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Ayu Purwaningsih