1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Wartawan Dalam Bidikan Islamic State

29 Desember 2015

Islamic State mulai aktif memburu wartawan Suriah yang bermukim di Turki. Sikap paranoid pemerintah di negeri dua benua itu ironisnya mempermudah simpatisan ISIS membunuh sasarannya.

https://p.dw.com/p/1HUxE
Syrien Kämpfer des Islamischen Staats
Foto: picture-alliance/Zuma Press

Usianya baru 37 tahun ketika dua peluru mengoyak tubuh Naji al Jerf di sebuah jalan di Gaziantep, Tenggara Turki. Jurnalis Suriah itu dikenal berkat laporannya yang mendalam tentang Islamic State. Ia meninggalkan dua putri. Salah satunya baru berusia balita.

"Tentu saja pelakunya adalah ISIS," ujar Nawar Bulbul, sutradara teater Suriah yang berteman dekat dengan Al Jerf. "Suriah telah kehilangan salah satu sineas terbaiknya." Al-Jerf berulangkali membuat film dokumenter tentang perang Suriah. Terakhir ia mengangkat kisah penderitaan warga sipil di Aleppo.

Kematian Naji al-Jerf menggambarkan situasi pelik yang dialami jurnalis baik yang berasal dari Turki atau dari negara lain di Turki. Negeri dua benua itu saat ini mendarat di posisi 149 dari 180 negara dalam daftar kebebasan pers yang dirilis Reporters Without Borders.

Al-Jerf cuma satu dari sekian target serangan IS terhadap individu yang bermukim di Turki. Selain mengirim pelaku bom bunuh diri kepada kelompok Kurdi atau aktivis kiri, IS belakangan juga aktif mengincar wartawan Suriah.

Oktober silam Ibrahim Abdul Qadir dan Fares Hamadi dibunuh di Urfa, sekitar 140km dari Gaziantep. Serupa Al Jerf, keduanya bekerja untuk media independen "Raqqa is Being Slaughtered Silently" yang fokus mengungkap kekejaman Islamic State.

Türkei Beerdigung Naji Jerf
Demonstran saat pemakaman Naji al Jerf.Foto: Getty Images/AFP/Str

Organisasi itu belum lama ini mendapat "International Press Freedom Award," atas kiprahnya meliput perang Suriah. "Kami meratapi kematian teman dekat," ujar Abdul Aziz al Hamza, jurubicara kelompok tersebut. "Kami kecewa karena kami mulanya mengira Turki adalah negara yang aman."

Dugaan tersebut terbukti keliru. Turki yang kini dikuasai partai konservatif AKP sejak lama mengekang kebebasan pers. Pakar Turki, Gareth Jenkins meyakini sikap paranoid AKP terhadap pemberitaan kritis justru menguntungkan ISIS. "Masalah terbesar adalah rasa takut. Jurnalis akan menghindari laporan kritis tentang Suriah. Dan sikap AKP, entah itu sengaja atau tidak, justru membuat simpatisan IS merasa aman buat melakukan pembunuhan terhadap wartawan."

rzn/as