1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Amano Porträt

2 Desember 2009

Jabatan Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional, IAEA berpindah tangan. Yukiya Amano yang September lalu ditetapkan sebagai Direktur Jenderal baru, Selasa (01/12), memulai masa tugasnya.

https://p.dw.com/p/Kmcd
Yukiya AmanoFoto: AP

Tantangan yang dihadapi Yukiya Amano tidak kecil. Memulai masa dinasnya hari Selasa (01/12.), ia menghadapi permasalahan nuklir Iran, Korea Utara dan Pakistan. Di samping itu, diplomat Jepang ini perlu menunjukan bahwa kemampuannya tak kurang dari pendahulunya, tokoh Mesir yang kadang kontroversial, Mohammed el Baradei.

Yang sampai kini dapat dipastikan, komitmen Yukiya Amano terhadap non-proliferasi senjata atom sangat tinggi. Tak aneh, karena Yukiya Amano yang berusia 62 tahun berasal dari satu-satunya negara di dunia, yang penduduknya menjadi korban serangan bom atom. Pemboman terhadap kedua kota, Hiroshima dan Nagasaki, pada bulan Agustus 1945 menewaskan sekitar 250 ribu orang. Ratusan ribu orang lainnya mengalami dampak radiasi yang menyebabkan cacat seumur hidup.

Amano pun sejak lama menekankan bahwa pengalaman inilah yang mendorongnya secara pribadi untuk menentang keras senjata nuklir. Ketika pertengahan tahun 2009, ia terpilih sebagai Direktur Jendral IAEA, ia juga menegaskan pentingnya kerja sama internasional. Kepada para pendukungnya, ia menyampaikan terima kasih, "Saya senang sekali atas dukungan ini. Dukungan negara-negara dari Utara, dari Selatan, Timur dan Barat merupakan hal yang amat penting.“

Yukiya Amano memiliki 36 tahun pengalaman dalam bidang non proliferasi senjata nuklir. Tahun 1993, ia menjabat direktur bagian energi nuklir di Departemen Luar Negeri Jepang. Hampir sepuluh tahun kemudian ia dipercayakan sebagai Direktur Jendral, bagian pengawasan persenjataan dan ilmu pengetahuan. Mantan diplomat yang pernah ditempatkan di Eropa, Asia dan Amerika Serikat ini, sejak tahun 2005 mewakili Jepang dalam IAEA yang bermarkas di Wina, Austria.

Terpilihnya Amano, bukan tanpa kritik. Banyak pengamat kuatir, bahwa sebagai tehnokrat Amano kurang terbuka dalam berkomunikasi dan hal ini dapat memperkeruh sengketa yang tengah berlangsung. Selain itu, ada anggapan, Amano tidak akan selantang pendahulunya, Mohammed el Baradei, yang dianggap lebih mampu menjaga lembaga itu dari pengaruh negara-negara industri yang mendanai sebagian besar anggarannya.

Baradei yang masa jabatannya berakhir bulan November lalu, sejak awal juga tegas menentukan arah kerja lAEA. Ia mengatakan, "Bila kita betul-betul ingin menghindari kehancuran kita sendiri, maka senjata nuklir tidak punya tempat dalam kesadaran kolektif kita, tidak boleh punya jalan untuk menerobos keamanan kita. Kita harus memastikan bahwa tidak ada lagi negara-negara yang mengembangkan senjata nuklir.“

Yukiya Amano telah menyatakan bahwa ia akan melanjutkan arah yang ditetapkan el Baradei itu. Ada juga pendapat bahwa sikap Amano yang lebih hati-hati daripada pendahulunya, bisa lebih efektif menghadapi sengketa nuklir Iran dan Korea Utara, yang sampai kini belum terlihat ada penyelesaiannya.

Silke Ballweg / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk