1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

061009 Honduras Zelaya

6 Oktober 2009

Selasa ini (06/10) sudah 100 hari Presiden Manuel Zelaya digulingkan dari jabatannya. Dua minggu lalu ia berhasil kembali dan mendapat perlindungan di kedutaan Brasil. Ia menggambarkan keadaan disana seperti di penjara.

https://p.dw.com/p/Jz0Q
Pendukung Zelaya di depan kedutaan Brasil, merayakan kembalinya pemimpin mereka. Sekarang pemerintah jalankan larangan berdemonstrasi.Foto: AP

Restoran Cina “Grand Lin-Fa“ di ibukota Tegucigalpa merupakan rumah makan paling aman di Amerika Selatan saat ini. Sekitar 20 prajurit menjaga bangunan ini siang malam dan jalannya ditutup dengan penghalang dari beton. Rumah makan ini terletak di dekat kedutaan Brasil. Sejak dua minggu presiden Honduras terguling, Manuel Zelaya, mendapatkan perlindungan di tempat ini.

Para prajuritnya ramah, tetapi tidak kepada para wartawan yang ingin berbicara dengan Presiden Zelaya, wawancara hanya dapat dilakukan melalui telepon. Zelaya kesal dengan penjagaan ketat ini.

“Semoga dalam waktu dekat, kita bisa keluar dari pengepungan neonazi yang dibuat oleh para prajurit di sekeliling kedutaan ini. Para pembelot ini membatasi akses pengunjung. Mereka mengatakan mau berunding, tetapi itu tidak benar. Karena orang-orang yang ingin berbicara dengan saya tidak mereka perbolehkan masuk. Sekarang kesehatan kami sudah pulih kembali. Sebelumnya mereka menyerang kami dengan gas beracun.“

68 pendukung dan pengikut Zelaya menetap di kedutaan Brasil ini. Semua tidur ditempat seadanya dan hanya ada dua kamar mandi bagi semuanya. Hampir seperti di penjara. Di luar gedung, 15 perempuan berdemonstrasi di jalan yang bernama “La Paz“. Ironisnya, ini artinya “perdamaian“. Jumlah mereka tidak banyak. Mulai hari ini berlaku larangan demonstrasi bagi kelompok lebih dari 20 orang. Di atas spanduk-spanduk mereka tertera tulisan: “Mereka tidak bisa membungkam kami“ atau “Kami perempuan pemberani pembela dunia yang lebih baik“.

Salah satu demonstran, Miralys Laveire yang berusia 24 tahun, menginginkan lebih dari dikembalikannya jabatan presiden kepada Manuel Zelaya. Ia mengatakan: “Zelaya juga punya kesalahan. Kami terutama berjuang untuk diadakannya referendum. Karena kami percaya, hanya dengan itu lah akan ada sidang parlemen yang bisa mengeluarkan konstitusi. Ini lah yang dapat mengubah Honduras. Kita berjuang untuk masa depan negara ini.“

Para perempuan ini juga berpikir lebih jauh ke depan daripada tanggal 27 Januari. Saat itu lah masa jabatan Zelaya akan habis, juga kalau jabatannya sekarang dikembalikan. Zelaya marah di telepon ketika mendengar, banyak rakyat Honduras menganggap sidang parlemen lebih penting daripada kembalinya Zelaya menjadi presiden.

“Itu tidak benar. Yang paling penting bagi kami adalah untuk menghukum pemberontakan ini dengan jelas. Kembalinya saya bukan masalah jabatan saja, melainkan masalah hukuman bagi para pelaku kudeta, agar hal seperti ini tidak terulang lagi. Sidang parlemen merupakan proses politik dan sosial yang harus bersama-sama tumbuh dari masyarakat. Yang paling penting bagi rakyat Honduras adalah kembalinya situasi seperti sebelum kudeta. Kalau ada yang mengatakan hal lain, maka dia memanipulasi kenyataan.”

Namun Zelaya optimis bahwa pemecahan konflik ini akan segera ditemukan. Hal yang sama juga dikatakan pemimpin angkatan bersenjata, pemimpin aksi kudeta, uskup agung dan hampir semua pengusaha besar negara itu. Karena semua orang Honduras sudah kesal melihat pertikaian kekuasaan, jam malam dan situasi darurat. Karena itu semua juga ingin agar Manuel Zelaya akhirnya dapat keluar dari kedutaan Brasil, yang sekarang seperti penjara baginya.

Michael Castritius / Anggatira Rinaldi
Editor: Asril Ridwan