1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Kasus Infeksi Campak Global Meningkat

4 Desember 2018

Target WHO hingga 2020 bisa eradikasi campak dan Rubella, dipastikan tidak akan tercapai. Tahun 2017 WHO mencatat kenaikan 30% kasus infeksi campak di seluruh dunia dibanding tahun sebelumnya.

https://p.dw.com/p/39PBP
Infektion - Kind mit Masern (Colourboxk)
Foto: Colourbox

Jumlah kasus infeksi campak dan rubella di seluruh dunia yang dilaporkan ke WHO tahun 2017 mencapai sekitar 190.000 kasus. Tahun 2016 tercatat lebih 130.000 kasus. sebuah kenaikan kasus sekitar 30 persen, yang membuat badan kesehatan dunia itu was-was.

Lebih tragis lagi, sekitar 110.000 orang, sebagian besarnya adalah anak-anak, meninggal karena infeksi Campak dan rubella sepanjang 2017. Jumlah kasus yang dilaporkan, diperkirakan hanya sebagian kecil dari kasus infeksi yang sebenarnya. Model perhitungan WHO menunjukkan, sedikitnya 6.7 juta orang terinfeksi campak dan rubella pada 2017 lalu.

Hingga akhir November 2018, kasus infeksi campak meningkat sekitar10% dari seluruh kasus tahun lalu. "Tanpa upaya peningkatan vaksinasi dan identifikasi anak tanpa imunisasi, kita akan kehilangan progres perlindungan terhadap anak dan komunitas yang telah kita bangun dekade sebelumnya. Tetapi penyakit ini masih dapat kita cegah,” ujar Soumya Swaminathan, wakil direktur jenderal  program WHO.

Dampak Campak dan Rubella

Campak dan rubella adalah penyakit yang gampang menular dengan banyak komplikasinya” ujar ahli WHO, Ann Lindstrand. Akibat infeksi campak akan timbul bercak pada kulit, demam tinggi, dehidrasi dan kelelahan. Kondisi ini sangatlah menyakitkan untuk anak-anak.

Komplikasi lebih lanjut dari penyakit ini akan menyebabkan peradangan telinga luar (otitis), radang otak (ensefalitis), pneumonia (radang paru), kebutaan hingga kematian. Efek dari Rubella sendiri tidaklah mudah dideteksi pada anak, namun sangatlah berbahaya untuk wanita hamil terutama di awal kehamilan. Rubella dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan permanen pada bayi (Congenital Rubella Syndrome) berupa ketulian, gangguan penglihatan hingga kebutaan, kelainan jantung dan pengecilan otak.

Disinformasi dan bahaya yang diremehkan

Banyak orang tua yang meremehkan pentingnya vaksinasi, seperti halnya di Jerman . Hal ini disebabkan oleh penyebaran informasi yang salah mengenai efektifitas dan keamanan vaksin, terutama di jejaring sosial yang mengatakan bahwa vaksin berdampak autisme pada anak.

Selain itu konflik dan migrasi besar-besaran menyebabkan program vaksinasi campak terhenti. Hal ini diperparah dengan rendahnya imunisasi di Afrika yang memicu penyebaran virusnya secara global. Meskipun  demikian WHO menyebutkan, lebih 850.000 kasus campak telah teratasi sejak tahun 2000.

Campak dan Rubella di Indonesia

Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan kasus campak tertinggi di dunia dengan total 1959 kasus berdasarkan data WHO sepanjang September 2017 hingga Februari 2018. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mencatat 57.056 kasus (sepanjang tahun 2014 - Juli 2018.

Juga kandungan enzim babi dalam vaksin Measle Rubella(MR) sempat memicu kontroversi hingga penundaan vaksinasi MR untuk anak-anak di sejumlah provinsi di Indonesia. Dampaknya ribuan anak lahir dengan cacat bawaan akibat ibunya terinfeksi virus tersebut.

Sebagai antisipasinya  21 Agustus lalu, MUI mengeluarkan fatwa nomor 33 tahun 2018 yang memperbolehkan (mubah) penggunaan vaksin MR yang berasal dari Serum Institute India(SII) untuk program imunisasi karena ada kondisi keterpaksaan (darurat syariyyah). MUI juga menimbang resiko yang akan muncul tanpa pemberian vaksin serta belum ditemukannya vaksin lain yang halal.

sc/as(dpa, afp, who, epd)