1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

30 Tahun Penghargaan Nobel Alternatif

14 September 2010

30 tahun yang lalu, Jakob von Uexküll mendirikan Yayasan Right Livelihood Award. Penghargaan dari yayasan ini kemudian dikenal dengan nama penghargaan Nobel alternatif.

https://p.dw.com/p/PBq0
Jakob von Uexküll, pendiri Yayasan Right Livelihood AwardFoto: AP

Tahun ini perayaan ulang tahun digelar dengan konferensi bertema 'kursWechseln' atau 'perubahan haluan' dari tanggal 14 hingga 19 September di kota Bonn, Jerman. Untuk pertama kalinya 80 orang yang pernah menerima penghargaan dari yayasan Right Livelihood Award atau penghargaan Nobel alternatif akan bertemu dan berbicara tentang tema-tema hangat seperti perubahan iklim dan perdamaian serta mendiskusikannya dengan para peserta konferensi lainnya. Dari Indonesia, Suciwati hadir sebagai peserta. Suaminya, Munir mendapat hadiah tersebut pada tahun 2000, sebagai penghargaan atas dedikasinya dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia di Indonesia. Munir meninggal setelah diracun dalam sebuah penerbangan menuju Belanda enam tahun yang lalu. Setelah itu, Suciwati terus mencari keadilan untuk pengungkapan kasus pembunuhan suaminya.


Penghargaan Nobel alternatif sendiri tidak ada hubungannya dengan penghargaan Nobel yang sesungguhnya. Hadiah uang sebesar 50 ribu Euro diberikan kepada perorangan, organisasi dan perwakilan gerakan yang terlibat dalam kegiatan kemanusiaan. Sebelum penghargaan ini terwujud, sebenarnya Jakob von Uexküll ingin memberikannya dalam bentuk penghargaan Nobel bidang lingkungan hidup. Tetapi dewan komisi Nobel menolaknya. Kemudian Uexküll membentuk dewan jurinya sendiri yang terdiri dari individu-individu berlatar belakang kehidupan biasa yang berasal dari seluruh belahan dunia. Uexküll menjelaskan, "Penerima penghargaan, calon penerima penghargaan, dan anggota dewan juri seringnya adalah sosok yang hidup di tengah-tengah kejadian. Mereka tinggal di lingkungan kaum miskin dan di kampung-kampung." Seperti misalnya peraih penghargaan tahun 2001, Leonardo Boff. "Ia selama berpuluh-puluh tahun berurusan dengan orang-orang yang haknya dilanggar di Amerika Latin dan dalam banyak tulisannya ia memaparkan hubungan antara spiritualitas, keadilan sosial dan tanggung jawab ekologi.", demikian menurut Uexküll.

Bedanya penghargaan Nobel alternatif dengan penghargaan Nobel resmi adalah pencapaian di bidang ilmiah tidak menjadi prioritas, melainkan keterlibatan aktif seseorang dalam bidang tertentu. Ini juga pendapat Monica Hauser, seorang dokter yang meraih Nobel alternatif tahun 2008 atas dukungannya bagi perempuan korban pemerkosaan dalam perang Bosnia. "Penghargaan ini menyoroti komunitas alternatif dan menghargai gerakan yang membawa perubahan dalam dunia ini."

Penghargaan yang pada awalnya dianggap sebagai ide yang tidak ada gunanya, seiring dengan berjalannya waktu semakin memperoleh pengakuan dari dunia internasional. Tahun 1985, von Uexküll mendapat undangan untuk mengadakan upacara pemberian penghargaan di parlemen Swedia. Ini menjadi bukti, bahwa penghargaan ini juga semakin dianggap serius oleh kalangan politisi.

Salah seorang penerima penghargaan, aktivis lingkungan hidup asal Kenia Wangari Maathei, hingga kini adalah satu-satunya yang selain meraih Nobel alternatif tahun 1984, juga mendapat penghargaan Nobel resmi tahun 2004 lalu. Ini adalah pertanda bahwa penghargaan dari Yayasan Right Livelihood Award setidaknya dianggap sebagai seruan moral yang telah merambah ke seluruh dunia.

Daniel Scheschkewitz / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Marjory Linardy