1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

ADB: Perkembangan Ekonomi di Asia Tetap Stabil

27 September 2016

Bank Pembangunan Asia ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di Asia akan tetap stabil di atas 5 persen. Sekalipun situasi global tetap sulit, terutama India dan Cina menopang pertumbuhan kawasan.

https://p.dw.com/p/2Qd6k
China Treffen der Handelsminister der G20-Staaten in Shanghai
Foto: Reuters/A. Song

Bank Pembangunan Asia dalam laporan terbarunya yang dirilis hari Selasa (27/09) menyatakan, perekonomian negara-negara di Asia tetap akan bertumbuh, sekalipun situasi global masih penuh tantangan. Tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Asia diperkirakan mencapai 5,9 persen.

Kestabilan ekonomi di Asia terutama didorong oleh pertumbuhan di Cina dan India. Cina, sebagai ekonomi kedua terbesar dunia, tahun 2106 diperkirakan tumbuh sekitar 6,6 persen, dan 6,4 persen pada tahun 2017. Stimukus fiskal dan moneter yang kuat akan meningkatkan permintaan domestik disertai permintaan eksternal yang tetap kuat.

Malaysia ASEAN Gipfel
India, disamping Cina, akan menjadi penopang utama pertumbuhan di AsiaFoto: picture-alliance/dpa/R. Yongrit

Laporan ADB juga menyebutkan, India akan berhasil mencapai target pertumbuhan setelah melakukan beberapa langkah reformasi. Perekonomian India diperkirakan meningkat 7,4 persen tahun 2016 dan 7,8 persen pada tahun 2017.

Pertumbuhan ekonomi di India terutama akan ditopang oleh meningkatnya konsumsi pribadi, setelah dana pensiun baru-baru ini meningkat. Musim monsun yang baik akan mengangkat pendapatan daerah pedesaan.

Di kawasan Asia Tenggara, perekonomian di Filipina dan Thailand cenderung membaik, sementara di tiga negara lain, yaitu Indonesia,  Malaysia dan Vietnam situasinya lebih sulit.

Di Indonesia, investasi pemerintah di bidang infrastruktur belum membawa hasil yang diinginkan, karena lambannya permintaan ekspor dan dampak musim kering panjang yang menyebabkan turunnya hasil pertanian pada semester pertama tahun ini.

Pertumbuhan di kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai sekitar 5,0 persen pada tahun 2017, dengan mengandalkan peningkatan permintaan ekspor dari negara-negara industri maju yang mulai pulih.

Laporan ADB yang berkantor pusat di Manila itu juga menyebutkan resiko-resiko perubahan iklim terhadap perekonomian di kawasan. Perubahan iklim bisa menyebabkan musim hujan makin pendek, dan musim kering makin panjang. Dampaknya adalah menurunnya ketersediaan pangan.

Bangkok: Bankviertel
Kawasan Perbankan di ThailandFoto: picture alliance / dpa

Dalam jangka panjang, perubahan iklim bisa mengakibatkan kerugian besar sampai 10 persen dari Produk Domestik brutto, kata ADB. Selanjutnya disebutkan, keberhasilan Perjanjian Paris tahun 2015, yang bertujuan membatasi naiknya suhu global di bawah 2 derajat Celcius, menjadi faktor kritis bagi Asia.

hp/ap (ap, afp)