1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Afghanistan: Hasil Akhir Pemilu Belum Ada

4 September 2009

Hasil sementara menunjukkan, Hamid Karzai memperoleh 47,3 persen dan penantangnya Abdullah Abdullah, 32,6 persen suara. Tetapi tuduhan manipulasi juga semakin kuat.

https://p.dw.com/p/JR0c
Presiden Karzai berpidato di televisi Afghanistan.Foto: AP

Konferensi pers mengenai hasil pemilu sudah menjadi ritual di ibukota Afghanistan. Rata-rata tiap dua atau tiga hari komisi pemilu mengumumkan hasil penghitungan terbaru. Stand saat ini: 60 persen dari semua TPS sudah dihitung, dan hasilnya, Presiden Hamid Karzai unggul.

Pelan-pelan tetapi pasti, Karzai mendekati batas 50 persen, yang harus dilampauinya, agar tidak perlu dilangsungkan pemilihan penentuan. Tetapi karena wilayah selatan yang secara tradisional adalah wilayah teritorial Karzai, diperkirakan batas itu akan mudah dilampauinya. Masalahnya, apakah itu diperoleh dengan jujur. Penantang Karzai, Abdullah Abdullah berulang kali melancarkan tuduhan: "Kalau sebulan lalu Anda ajukan pertanyaan, apakah saya akan menerima kemenangan Karzai dalam sebuah proses pemilu yang dapat dipercaya, saya pasti menjawab 'ya, tentu saja'. Tapi sekarang, setelah saya dan warga Afghanistan menyaksikan penipuan besar yang diorganisir oleh negara, harus ada proses yang berfungsi. Kalau prosesnya berfungsi, Karzai tidak dapat menang."

Yang dikatakan Abdulah sebagai 'proses' adalah, bahwa sekarang pun komisi yang menampung berbagai gugatan sudah harus mengkaji sekitar 2000 keberatan yang masuk. Ratusan di antaranya harus diprioritaskan, karena dapat mempengaruhi hasil pemilu. Jadi tidak mustahil kalau Komisi Pemilu mengumumkan hasil akhir sementara yang rapuh, karena tuduhan penipuan masih belum dapat ditelusuri. Abdullah menyebutkan adanya bukti-bukti yang meresahkan: "Di sebuah distrik misalnya, kantor pemilu sama sekali tidak dibuka. Tetapi seolah-olah kantor itu dibuka dan ribuan orang memberikan suara mereka. Artinya di sini, dalam hasil akhir terdapat sejumlah kotak suara yang penuh dari TPS yang sebenarnya tidak ada."

Hanya beberapa hari setelah pemilu, pengamat independen melaporkan, bahwa di tempat-tempat tertentu muncul fenomena adanya kotak suara yang penuh dengan surat suara palsu. Pertnyaannya, sebesar apa penipuan yang terjadi? Mungkinkah itu mengkatrol seseorang ke jenjang kemenangan, dan tanpa itu dia akan kalah? Pemilihan presiden untuk kedua kalinya, sepatutnya punya citra lebih baik dan bukan tenggelam dalam lumpur penuh tuduhan. Karena sejak awal, pemilu itu dirayakan sebagai kemenangan demokrasi. Abdullah Abdullah menuntut dilakukannya penyingkapan sampai tuntas: "Saya bicara tentang masa depan Afghanistan dan peranan dunia internasional. Mereka 'kan tidak dapat mendukung pemerintahan yang tidak sah dengan tentara dan pasukan yang terus ditambah, juga dengan dana lebih banyak. Harus ada proses yang hasil akhirnya benar-benar mencerminkan keinginan masyarakat."

Para pengamat lebih ingin tahu tentang sikap komisi yang menampung semua keberatan daripada hasil pemilu itu sendiri. Karena kalau nanti pemerintah Afghanistan selama bertahun-tahun diwarnai citra dapat berkuasa hanya berkat penipuan, itu akan menyusahkan diri sendiri dan memudahkan Taliban melancarkan propaganda.

Kai Küstner / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Hendra Pasuhuk