1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

230411 Klimadialog Metereologen

3 Mei 2011

Para peneliti iklim dan meteorologi kini dihadapkan pada tuntutan publik untuk lebih serius dalam menyampaikan prakiraan, peramalan serta model perubahan iklim.

https://p.dw.com/p/118DC
Gambar simbol pemanasan globalFoto: Picture-alliance/dpa

Masyarakat kini semakin kritis mempertanyakan, bagaimana kaitan antara musim dingin ekstrim tahun 2010 lalu dengan pemanasan global? Apakah karbon dioksida benar-benar memainkan peranan menentukan dalam pemanasan global? Juga kini keraguan publik mengenai peranan manusia dalam memicu perubahan iklim, semakin meningkat.

Selain itu diamati, terdapat celah yang menganga semakin lebar, antara para peneliti iklim dengan masyarakat umum. Professor Hans von Storch, yang memimpin pusat penelitian Helmholz dan Kampus Iklim di Universitas Geesthacht, mengungkapkan pengamatannya, "Kami dapat mengatakan, mayoritas terbesar ilmuwan iklim berpendapat, suhu akan lebih hangat, dan itu sangat boleh jadi merupakan peristiwa yang dipengaruhi aktivitas manusia.“

Tapi pendapat ini berlawanan dengan hasil sejumlah jajak pendapat global. Misalnya saja di Jerman, warga yang takut dampak perubahan iklim, antara tahun 2008 hingga 2010 jumlahnya turun, dari 60 persen menjadi tinggal 40 persen. Hilangnya kredibilitas juga merupakan kesalahan penelitian iklim itu sendiri. Hasil penelitian membangkitkan harapan yang tidak berlandaskan ilmu pengetahuan. Tuntutan publik, secepatnya menetapkan petunjuk aksi untuk menyelamatkan dunia, menyebabkan batasan antara politik dan ilmu pengetahuan menjadi rancu.

Prof. Hans von Storch mengungkapkan, "Dalam kasus ini, para ilmuwan tidak meneliti berdasarkan rasa ingin tahu, melainkan hendak merealisasikan agenda yang basis nilainya sudah dirancang sebelumnya. Kami, ilmuwan menjadi tenaga pembantu politis, yang dengan senang hati memasok argumen yang tepat, agar dengan itu orang melakukan hal yang benar.”

Dalam upaya untuk melakukan mediasi argumennya kepada publik, seringkali para ilmuwan, politik dan media jauh melewati sasaran sebenaranya. Pakar meteorolgi dan moderator ramalan cuaca, Sven Plöger, mengatakan mengungkapkan, "Jika kita ingin menyampaikan informasi serius, membesar-besarkan masalah itu tidak bagus.”

Sebuah contoh adalah peranan karbondioksida di atmosfir bumi. Ini adalah gas yang cukup penting. Tanpa karbondioksida tidak akan terjadi fotosintesa dan tanpa fotosintesa tidak akan ada oksigen. Tapi karbon dioksida terutama dituduh sebagai pembunuh iklim. Sven Plöger menegaskan lebih lanjut, "Karbondioksida bukan pembunuh iklim. Apa yang tersisa jika iklim dibunuh? Istilah semacam itu tidak perlu ditemukan. Kita seharusnya menggolongkannya secara sederhana dan juga diperbolehkan mengambil jarak. Di mana keterkaitannya? Apa peranan karbondioksida? Di mana itu baik dan di mana itu buruk?“

Para pakar meteorologi harus memberikan jawaban yang serius, jika publik menuntut penjelasan. Bagaimana peristiwa cuaca insidental, memiliki kaitan dengan perubahan iklim. Sebab pada umumnya kaitan antar fenomena semacam itu tidak begitu tegas.

Penliti iklim Prof. Hans von Storch juga menyalahkan ketidak siapan para ilmuwan rekan-rekan sejabatnya untuk menjawab secara serius, keraguan dari kelompok yang skeptis pada skenario perubahan iklim sebagai akibat aktivitas manusia. "Masalahnya bukanlah publik itu bodoh atau tidak terdidik. Melainkan, para ilmuwan gagal, memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang legitim dari publik. Sebaliknya dari itu, mereka hanya mengatakan, percayalah kepada kami, kami adalah ilmuwan. Banyak pertanyaan mengenai detailnya, dan publik hanya memperoleh sebuah jawaban yang sombong.“

Menimbang kenyataan itu, Prof. Storch melakukan sebuah jajak pendapat di kalangan publik, yang diberi predikat sebagai kelompok yang skeptis pada skenario perubahan iklim. Ia menemukan, bahwa mula-mula lewat pemaparan yang berlebihan dan dramatis, terbentuk kelompok skeptis tersebut. "30 persen yang skeptis menjelaskan, ilmuwan berusaha memberikan sebuah penafsiran khas politik terhadap situasi ini. Bukan jawaban ilmiah. Mereka mencoba menjual argumen politik kepada saya.”

Karena itulah tugas mulia untuk meyakinkan publik justru berdampak sebaliknya. Sebab di kelompok yang skeptis itu, juga terdapat cukup banyak orang yang terdidik dengan baik. Prof. Storch menjelaskan, "Geolog, ahli kimia, insinyur, mereka bukan orang bodoh, yang gampang dipengaruhi. Mereka juga terganggu, bahwa para ilmuwan berlagak seperti politisi, atau mereka menganggap, pertanyaan sah yang diajukan, tidak dijawab.“

"Karena itulah Prof. Storch cukup lama mencari mitra bicara seorang ilmuwan yang skeptis, untuk memimpin sebuah jurusan ilmu fisika. Guru besar ini ingin memahami model neraca radiasi, yang menjadi basis dari teori gas rumah kaca. Hingga kini upaya ini belum membuahkan hasil. Memang terdapat keinginan untuk memberikan penyuluhan pada masyarakat umum, tapi bukan kesiapan memberikan informasi secara serius. Juga Prof. Storch memperingatkan, jangan memberikan cap buruk kepada kelompok yang skeptis pada model perubahan iklim.

Kelompok yang skeptis pada model perubahan iklim, seringkali dicap sebagai bodoh, atau dibeli oleh orang-orang tolol atau juga sebagai jahat. Pimpinan Kampus Iklim di Universitas Geesthacht itu menyebutkan, itu bukan merupakan dimensi yang tepat. Juga pakar meteorologi Sven Plöger menyarankan untuk mengagendakan perilaku dalam menggunakan sumber daya alam sebagai tema utama perdebatan. Disebutkannya, juga diperlukan reformasi energi, berkaitan dengan perubahan iklim. Adalah keliru, jika tetap tergantung pada bahan bakar fosil yang akan habis, sementara matahari memasok potensi energi ribuan kali lebih banyak dan tidak akan habis.

Fabian Schmidt/Agus Setiawan
Editor: Luky Setyarini