1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ahok, Etnis Tionghoa Pertama di Kursi Gubernur

19 Mei 2014

Di tengah gemuruh politik yang mengiringi bursa pencalonan jelang pilpres, Indonesia mengalami peristiwa bersejarah. Ahok alias Basuki Purnama, akan menjadi anggota etnis Tionghoa pertama yang dipilih sebagai gubernur.

https://p.dw.com/p/1C2Hv
Foto: Reuters

Basuki Purnama (Ahok) menggantikan Jokowi yang kini maju sebagai capres selama dua bulan. Jika bekas walikota Solo itu berhasil, maka Ahok akan menjabat Gubernur DKI secara permanen.

Karir politik Ahok menandai pergeseran peran etnis Tionghoa di Indonesia. Selama berabad-abad geliat kelompok minoritas itu dibatasi di ranah bisnis semata. Soekarno dan Soeharto, dua presiden pertama, berhasil menjauhkan mereka dari hirarki politik dan militer selama hampir 60 tahun.

Sejauh ini cuma Henk Ngantung saja yang pernah tercatat dalam sejarah sebagai gubernur Jakarta yang berdarah Cina. Namun pria bernama asli Hendrik Hermanus Joel Ngantung itu menjabat melalui penunjukkan langsung oleh Soekarno dan tidak melalui proses demokrasi.

Kini etnis yang menanggung kerugian terbesar pada masa penggulingan Soeharto itu mulai mendapat pengakuan, kendati belum sepenuhnya terbebas dari diskriminasi.

Kinerja, bukan Etnis atau Agama

Ahok dinilai mencerminkan perubahan tersebut. Ini terlihat, ketika hujan kritik yang dilayangkan kepadanya bukan berangkat dari latarbelakangnya sebagai anggota etnis minoritas, melainkan gaya pemerintahannya yang kerap dinilai kasar.

Bersama Jokowi, Ahok berbagi peran. Ia berupaya tampil sebagai politikus tangguh yang tidak canggung menggoyang birokrasi Jakarta jika dianggap lamban dan tidak efektif. "Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membenahi birokrasi, " ujarnya beberapa waktu lalu.

Ahok, layaknya anggota etnis Tionghoa lain, menghadapi kampanye hitam kala mencalonkan diri sebagai wakil gubernur DKI, 2012 silam. Termasuk di antaranya Partai PKS yang kini merapat ke Gerindra, partai yang menaungi Ahok, sempat melontarkan penolakannya memilih wakil gubernur dari agama lain selain Islam.

Pluralisme di Indonesia

Namun warga Jakarta bergeming dan Jokowi-Ahok menang dengan perolehan suara 55 persen.

"Masyarakat sekarang ini lebih memilih jejak rekam," kata Ahok April silam. "Bukan lagi soal agama atau ras, atau gagasan primordial soal kepemimpinan." Ketika warga Lenteng Agung menolak seorang lurah lantaran perbedaan agama, Jokowi dan Ahok serta merta menolak mengganti pejabatnya itu.

"Pemilu Jakarta adalah ujian dan sekarang kita melihat lebih banyak etnis Cina mencalonkan diri untuk jabatan publik," kata Ahok. "Suatu hari, Indonesia akan siap untuk memilih pemimpin non Muslim atau etnis Cina, bahkan mungkin untuk jabatan presiden," imbuhnya.

rzn/hp (rtr,ap)