1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AJI: Polisi Adalah Musuh Kebebasan Pers

3 Mei 2018

Kasus penganiayaan dan kekerasan fisik kepada wartawan paling banyak tercatat dilakukan oleh kepolisian. Demikian menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Sementara, kasus kekerasan paling marak terjadi di luar Jakarta

https://p.dw.com/p/2x6XG
Indonesien Todesstrafe
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham

Setelah sempat melonjak enam peringkat 2017 silam, Indonesia tahun ini gagal memperbaiki posisi dalam Indeks Kebebasan Pers yang dirilis organisasi nirlaba Reporters Sans Frontières. Salah satu penyebabnya, menurut Aliansi Jurnalis Independen, adalah buruknya iklim politik dan maraknya tindak kekerasan terhadap wartawan.

AJI mencatat, antara Mei 2017 hingga Mei 2018 setidaknya 75 kasus kekerasan terjadi di 25 provinsi, di antaranya 24 kasus melibatkan tindak penganiayaan fisik. "Kasus kekerasan kedua terbanyak adalah pengusiran. Pengusiran dilakukan baik oleh aparatur negara ataupun anggota security atau satpam,” kata Ketua Umum AJI, Abdul Manan, kepada awak media dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/5).

Seperti dilaporkan Tirto.id, AJI mengklaim kekerasan fisik yang dialami jurnalis antara lain berupa pemukulan, baik dengan tangan atau dengan benda tumpul, penyeretan hingga pengeroyokan oleh oknum. Kepolisian menjadi lembaga negara yang paling banyak mencatat kasus kekerasan terhadap wartawan, yakni dengan 24 kasus. Disusul pejabat pemerintah atau eksekutif dengan 16 kasus.

"Sudah bertahun-tahun polisi menjadi pelaku terbanyak kekerasan terhadap jurnalis, khususnya di luar Jakarta,” imbuh Abdul Manan.

Baca: Opini: Mengapa Kita Harus Terus Perjuangkan Kebebasan Pers

Ia mengeluhkan kepolisian terkesan setengah hati menindak kasus kekerasan terhadap jurnalis. Salah satu contohnya adalah kasus penganiayaan terhadap wartawan Radar Maduria, Ghinan, yang dikeroyok oleh pegawai negeri sipil di Kabupaten Bangalan, 2016 silam. 

"Dalam beberapa kasus, pimpinan polisi setempat meminta maaf kepada jurnalis. Namun dalam lebih banyak kasus lain, pelaku belum mendapatkan hukuman yang sepatutnya,” tutur Abdul Manan.

Kesimpulan serupa ditulis Reporters Sans Frontières dalam laporan tahunan kebebasan pers di Indonesia. RSF mengritik pemerintahan Joko Widodo yang gagal melindungi wartawan yang meliput di Papua. "Wartawan asing dan lokal bisa dipenjara jika mereka berusaha mendokumentasikan kasus pelanggaran oleh oknum TNI di sana," tulis organisasi Perancis itu dalam laporannya.

RSF juga menyayangkan kecendrungan sensor diri wartawan Indonesia yang mengkhawatirkan presekusi oleh organisasi kemasyarakatan Islam dan dakwaan dengan pasal anti penodaan agama atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

rzn/ap (tirto, kompas, detik, antara)