1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Akankah Bangladesh Kembali Gelar Pemilu 'Sepihak'?

Arafatul Islam
14 Desember 2023

Partai oposisi utama Bangladesh, BNP, memutuskan untuk memboikot pemilu nasional 7 Januari 2024 menyusul penangkapan ribuan aktivis dan anggota partainya.

https://p.dw.com/p/4a7C5
Protes dan unjuk rasa oposisi di Bangladesh, Oktober 2023
Unjuk rasa oposisi pada bulan Oktober memicu represi keras secara nasional, kata aktivisFoto: Mortuza Rashed/DW

Liga Awami yang saat ini berkuasa di Bangladesh dan Perdana Menteri Sheikh Hasina akan memegang kekuasaan untuk masa jabatan keempat berturut-turut. Sementara oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) dan beberapa partai lain mengatakan akan memboikot pemilu 7 Januari 2024.

BNP yang berhaluan kanan-tengah adalah satu-satunya partai dinilai bisa secara realistis menantang Hasina yang akan menduduki masa jabatan keempat berturut-turut.

Namun, BNP baru-baru ini mengatakan bahwa seluruh pimpinannya, bersama dengan ribuan aktivis, telah ditangkap selama lima minggu terakhir dalam "tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya," menyusul unjuk rasa besar-besaran BNP di ibu kota Dhaka, pada 28 Oktober lalu.

Polisi mengatakan enam orang, termasuk seorang petugas polisi, tewas dalam kekerasan sejak unjuk rasa tersebut. Namun, BNP dan partai oposisi lainnya mengatakan sekitar 20 aktivis telah tewas.

Kepala Divisi Legal BNP, Kayser Kamal, mengatakan bahwa lima orang tewas dalam tahanan polisi setelah ditangkap dalam tindakan keras itu, kantor berita AFP melaporkan. Kamal menambahkan bahwa petugas penjara mengatakan para tahanan tersebut "meninggal secara alamiah" dan membantah klaim BNP bahwa tahanan telah disiksa disiksa.

Pihak oposisi klaim adanya kecurangan

Banyak aktivis oposisi telah ditangkap atas tuduhan serangan pembakaran dan vandalisme. BNP mengklaim tuduhan tersebut bermotif politik.

Selain penangkapan tersebut, setidaknya sembilan anggota partai telah dijatuhi hukuman mati dan 925 pemimpin dan aktivis telah dijatuhi hukuman penjara dalam beberapa minggu terakhir atas tuduhan sebelumnya, kata partai tersebut.

"Kasus-kasus tersebut pada dasarnya dibuat-buat demi tujuan politik. Polisi partisan mencatat kasus-kasus fiktif, mengutip insiden yang tidak pernah terjadi, bahkan menuduh mereka yang telah meninggal atau mengalami penghilangan paksa," kata AKM Wahiduzzaman, juru bicara BNP, kepada DW.

Ia menuding kesaksian fiktif polisi diberikan sebagai bukti tunggal tanpa adanya saksi netral.

Pemerintahan Awami menolak tuduhan telah melakukan tindakan keras terhadap partai oposisi. 

Kekhawatiran mundurnya demokrasi di Bangladesh

Sejak menjadi Perdana Menteri pada 2009, Sheikh Hasina membawa pertumbuhan ekonomi yang besar di Bangladesh. Namun, ada kekhawatiran internasional atas mundurnya demokrasi dan ribuan pembunuhan tanpa proses hukum terhadap aktivis oposisi. Dua pemilu terakhir juga diwarnai oleh tuduhan kecurangan besar-besaran.

CIVICUS Monitor, aliansi masyarakat sipil global yang berbasis di Johannesburg, menurunkan peringkat "ruang sipil” Bangladesh menjadi "tertutup" dalam laporan yang dirilis minggu lalu. Ini adalah peringkat terburuk.

"Penurunan peringkat ini adalah akibat dari tindakan keras pemerintah terhadap politisi oposisi dan kritikus independen menjelang pemilu nasional bulan depan," kata badan pengawas tersebut dalam laporan terbarunya mengenai kondisi ruang sipil di 198 negara dan wilayah.

Michael Kugelman, Direktur South Asia Institute di Woodrow Wilson International Center for Scholars di Washington, AS, mengatakan bahwa sebagian alasan BNP memboikot pemilu adalah karena lingkungan yang represif sehingga sulit untuk menyelenggarakan kampanye yang berpengaruh.

"Dalam pandangan BNP, lingkungan pemilu yang represif tidak akan hilang kecuali ada pemerintahan sementara yang bertugas mengawasi pemilu. Dan partai ini berada di pihak yang mendukung hal tersebut," kata Kugelman kepada DW.

"Sayangnya, kita telah melihat pemerintah mengeksploitasi banyak aparat hukum untuk kepentingan mereka, seperti penangkapan, hukuman, penggunaan undang-undang keamanan digital, penggunaan dalih kontraterorisme untuk mengekang perbedaan pendapat," ujar Kugelman sambil menambahkan bahwa hal ini telah mempertajam polarisasi, membuat marah pihak oposisi.

Seruan untuk arena politik yang netral

Sebelum tahun 2011, Bangladesh punya semacam "sistem pengurus" untuk mencegah partai berkuasa melakukan manipulasi dan pelanggaran pemilu.

Dalam sistem tersebut, ketika pemerintahan terpilih menyelesaikan mandat lima tahunnya, pemerintahan sementara, yang terdiri dari perwakilan masyarakat sipil, akan mengambil alih lembaga-lembaga negara selama tiga bulan dan menyelenggarakan pemilu.

Pemerintahan sementara yang bersifat nonpartisan ini telah berhasil menyelenggarakan pemilu pada tahun 1996, 2001, dan 2008. Pemilu tersebut dianggap bebas, adil, dan inklusif oleh para pengamat domestik dan internasional.

Namun, Liga Awami membatalkan sistem tersebut pada tahun 2011 setelah Mahkamah Agung memutuskan bahwa ketentuan tersebut tidak konstitusional karena melanggar prinsip demokrasi perwakilan. 

Juru bicara BNP AKM Wahiduzzaman mengatakan bahwa partainya BNP hanya akan berpartisipasi dalam pemilu nasional bulan Januari di bawah pemerintahan netral nonpartisan. Namun, pemerintahan Hasina menolak permintaan itu.

Pemilu Bangladesh dikhawatirkan tidak adil

Jasmin Lorch, peneliti senior di Institut Pembangunan dan Keberlanjutan Jerman (IDOS), mengatakan tidak ada satu pun partai peserta pemilu pada Januari 2024 yang benar-benar dapat dianggap partai oposisi.

"Mereka bersekutu dengan partai Liga Awami atau menampilkan diri mereka sebagai partai oposisi, tapi faktanya mereka dekat dengan partai (Awami)," ujar Lorch kepada DW.

Lorch mengatakan bahwa setelah melakukan misi eksplorasi ke Bangladesh, Uni Eropa memutuskan tidak akan melakukan misi observasi pemilu pada Januari 2024 karena "kondisi untuk pemilu yang bebas dan adil tampaknya tidak ada."

Sementara Michael Kugelman, Direktur South Asia Institute di Woodrow Wilson International Center for Scholars di Washington mengatakan sulit membayangkan hasil apa pun selain pemilu yang 'sepihak'.

"Kecuali BNP membatalkan boikotnya, Liga Awami memberi jalan kepada pengurusnya, atau aliansi elektoral non-BNP lainnya muncul dan berhasil mengalahkan Liga Awami, dan mari kita perjelas bahwa semua itu adalah skenario yang nyaris mustahil, Liga Awami tampaknya menuju kemenangan timpang tanpa perlawanan yang berarti," kata Kugelman.

(ae/hp)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.