1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Akankah Julian Assange Dideportasi ke Amerika Serikat?

21 Februari 2024

Tarik ulur deportasi pendiri Wikileaks memasuki babak terakhir dalam sidang dengar pendapat di Pengadilan Tinggi London, Inggris. Jika gagal, dia terancam dakwaan di Amerika Serikat dengan ancaman 175 tahun penjara.

https://p.dw.com/p/4cdxD
Protes menolak deportasi Julian Assange
Aksi protes menuntut pembebasan Julian Assange di London, InggrisFoto: Alberto Pezzali/AP Photo/picture alliance

Selama 1776 hari Julian Assange sudah mendekam di penjara Belmarsh, Inggris. Pada Selasa (20/2), dia menjalani sidang dengar pendapat terakhir untuk mencegah ekstradisi ke Amerika Serikat. Pria asal Australia berusia 52 tahun itu adalah pendiri Wikileaks, sebuah wadah yang merilis dokumen-dokumen rahasia negara. Sebabnya dia kini diancam hukuman 175 tahun penjara di AS.

Demi menghindari kejaran aparat ketika berada di Inggris, Assange sempat berlindung selama tujuh tahun di dalam gedung Kedutaan Besar Ekuador di ibu kota London. Sidang dengar pendapat di Pengadilan Tinggi merupakan langkah hukum terakhir yang dimilikinya.

Jika pengadilan menolak, Assange bisa dipulangkan paksa ke AS. Di sana, dia akan menghadapi dakwaan UU Spionase yang sejak lebih dari 100 tahun baru pertama kali digunakan terhadap wartawan.

Dia dituduh mencuri dan membocorkan dokumen rahasia militer AS di Irak dan Afganistan. Assange sebaliknya berdalih Wikileaks hanya membocorkan informasi yang membuktikan tindak kejahatan oleh pemerintah AS. Namun menurut Washington, aksinya itu membahayakan jiwa para informan AS. Presiden Joe Biden bahkan pernah menyebut Assange sebagai "teroris berteknologi tinggi."

Namun bukan Assange yang merilis dokumen rahasia AS tanpa terlebih dahulu disensor. Wikileaks awalnya menggandeng media Barat seperti The New York Times,  The Guardian, Der Spiegel, Le Monde dan El Pais untuk menerbitkan laporan terkait dokumen tersebut. Situs pelapor pelanggaran itu hanya memublikasikan dokumen militer AS setelah semua informasi tersebar.

Pemerintah AS juga sejauh ini belum membuktikan bahwa publikasi oleh Wikileaks telah menciptakan kerugian atau membahayakan nyawa manusia.

Julian Assange's extradition appeal: 'The world is watching'

Petaka bagi pembocor realita

Kebocoran dokumen setebal ratusan ribu halaman itu sempat merongrong reputasi militer AS. Di dalamnya terungkap bagaimana Pentagon menyembunyikan dugaan kejahatan perang oleh serdadunya atau memperkecil angka jumlah korban warga sipil.

Sebabnya, upaya Washington memenjarakan Assange dianggap "membahayakan kebebasan pers di seluruh dunia," kata Presiden Federasi Wartawan Eropa, EFH, Maja Sever. "Semua wartawan sejak awal bisa melihat bagaimana Julian Assange dibidik karena dia menjalankan tugas jurnalistik, yakni bekerja sama dengan pelapor kejahatan atau whistleblower demi mengungkap tindak kriminal.

Dukungan bagi Assange bersemarak di penjuru dunia. Sepekan jelang jadwal sidang di London, Parlemen Australia menerbitkan resolusi yang menuntut pembebasan warga negaranya dan didukung Perdana Menteri Anthony Albanese. Dalam rentang waktu yang sama, pemerintah kota Roma, Italia, memberikan gelar warga kehormatan bagi Assange, dan sebuah surat terbuka oleh 35 guru besar hukum AS kepada Menteri Kehakiman Merick Garand menyebutkan, betapa UU Spionase mengancam kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.

Christian Mihr, sekretaris jendral Amnesty International Jerman, berpandangan serupa. "Kasus Julian Assange menyangkut pertanyaan mendasar tentang kebebasan pers dan hak asasi manusia. Dia tidak melakukan kejahazan. Wikileaks membocorkan kasus pelanggaran HAM dan hal itu bukan sebuah kejahatan," kata dia kepada DW.

Bersama organisasi Reporter tanpa Batas, RSF, Amnesty Jerman berencana menggelar aksi demonstrasi di depan gedung kedutaan besar AS di Berlin, Selasa (20/2).

UK court to hear final Assange extradition appeal

Kuat aroma standar ganda

Penolakan dakwaan ekstradisi dalam kasus Assange juga pernah disuarakan sebanyak 80 anggota Parlemen Jerman dalam sebuah surat kepada Parlemen Inggris dua tahun silam. "Jurnalis tidak boleh didakwa dan dihukum karena pekerjaannya," demikian bunyi penggalan pertama surat tersebut. Para penandatangan mengaku "sangat khawatir terhadap dampak mengerikan dari deportasi dan vonis penjara bagi Assane terhadap kebebasan pers dan jurnalisme investigatif di seluruh dunia."

Hingga kini, surat tersebut dibiarkan tidak terjawab.

Salah seorang penandatangan surat adalah Peter Heidt dari fraksi Partai Liberal Demokrat, FDP, Jerman. Dia sudah sejak awal menyuarakan pembebasan Assange. Menurutnya, kasus tersebut menjadi tolak ukur bagi standar moral Barat. Ketika dia, misalnya, mengeluhkan lemahnya kebebasan pers di negara lain, Heidt mengaku sering mendapat jawaban yang merujuk pada dakwaan terhadap pendiri Wikileaks tersebut.

"Di mana-mana, mereka mengritik adanya standar ganda, terlepas dengan siapapun Anda berbicara," tukasnya.

Assange sebenarnya masih bisa membawa kasusnya ke Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa, EGMR. Namun langkah tersebut akan menambah panjang masa penahanannya, yang kini sudah menginjak tahun ke12. Bagi wartawan investigatif Jerman, Günter Wallraff, masa proses yang berkepanjangan memang sudah diniatkan. "Mereka berusaha mengulur waktu dan ingin agar Assange mencicil kematiannya pelan-pelan."

rzn/hp