1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

090112 Geithner China

10 Januari 2012

Menkeu AS Timothy Geithner bertolak ke Beijing, Selasa (10/01). Mata uang Cina, yang nilainya dianggap jauh di bawah pasar, kembali jadi agenda. Tapi di latar depan ada sanksi terhadap Iran.

https://p.dw.com/p/13gyR
Geithner desak Cina untuk ikut mengembargo IranFoto: picture-alliance/dpa

Sanksi Amerika terhadap Iran akan berdampak berat bagi Cina. Cina bukan hanya membeli minyak mentah dari Iran, tetapi juga menjual bensin ke negara yang tak punya kapasitas kilang memadai itu. Beijing bereaksi tajam terhadap sanksi baru Amerika terhadap Bank Sentral Iran yang mengurus bisnis minyak negara itu.

Juru bicara Kementrian Luar Negeri Cina, Liu Wemin mengatakan, "Sanksi saja tidak akan menyelesaikan konflik tentang program atom Iran. Konflik hanya akan selesai lewat dialog dan konsultasi.“

Liu Wemin tidak menyampaikan bahwa Cina sudah mengurangi separuh impor minyaknya bulan lalu. Beijing bahkan memperpanjang separuh embargo ini untuk satu bulan berikutnya.

Diplomasi diam

Washington dipastikan paham akan kerjasama diam-diam dari Cina. Kementrian Keuangan Amerika pekan lalu juga kembali menghindar untuk menggolongkan Cina sebagai 'manipulator mata uang'. Setiap semester Kementrian Keuangan mengeluarkan laporan tentang pasar mata uang internasional. Dan selalu muncul pertanyaan bagaimana Cina akan digolongkan?

Pasalnya nilai tukar Yuan terlalu rendah dan dengan begitu, menurut Amerika, melimpahi Cina dengan keuntungan ekspor yang tidak adil. Laporan tersebut mencatat hal positif bahwa nilai Yuan naik bulan-bulan terakhir. Namun, menurut para pakar Amerika, masih jauh di bawah nilai pasar. Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional di Washington menilai, Yuan masih 24% di bawah nilai tukar sesungguhnya.

Meski begitu, beberapa tahun belakangan Kementrian Keuangan Amerika tak mengusik Cina dengan sanksi. Terakhir tahun 1994, Beijing resmi dituduh melakukan manipulasi. Pemberian label itu memaksa pemerintah Amerika melakukan perundingan resmi tentang nilai tukar mata uang dan menerapkan sanksi. Tapi hal itu beresiko bagi Washington, karena Beijing juga merupakan kreditor terbesarnya. Cina memiliki lebih dari 1 triliun Dolar dalam bentuk obligasi pemerintah Amerika Serikat.

Harus bergegas

Tetapi, diplomasi diam yang dijalankan Washington bisa saja berakhir. Seiring makin dekatnya jadwal pemilu, bertambah pula tekanan kepada pemerintah untuk menunjukkan sikap lebih keras terhadap Beijing. Mitt Romney yang saat ini memiliki peluang terbaik untuk menjadi kandidat presiden dari partai Republik, sudah mengancam dengan sanksi.

"Selama bertahun-tahun, Amerika hanya meringis, angkat bahu, tapi tak pernah bertindak secara efektif dan luas untuk menghentikan Cina dalam menjalankan perdagangan yang tidak fair", kata Romney.

Musim gugur lalu Senat di Washington sudah memutuskan UU yang menetapkan sanksi bagi Cina. Namun kecil kemungkinan UU itu berlaku karena Kongres harus lebih dulu memberi persetujuan dan saat ini rencana itu tak mendapat mayoritas suara. Saat kampanye pemilu dimulai, pemerintahan Obama kemungkinan akan menunjukkan sikap tidak terlalu ramah terhadap Beijing. Jadi, Amerika harus bergegas jika ingin mendesak Beijing untuk bekerjasama dalam masalah Iran.

Mathias Bölinger/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk