1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Amnesty International: Pengacara Kaum Tertindas

27 Mei 2011

Pelanggaran HAM dan sikap acuh terhadapnya merupakan masalah global yang masuk dalam fokus laporan Amnesty International. Sejak bertahun-tahun organisasi ini menjadi pengacara kaum tertindas. oleh Ulrike Mast-Kirschning

https://p.dw.com/p/NaDZ
Tiananmen Square survivor Shao Jiang stands in front of a tank in London, Britain, 03 June, 2008. Jiang with the help of Amnesty International recreated the inconic image of the 'tank man', the lone demonstrator who faced down tanks in Tiananmen Square in Beijing, China in 1989. Amnesty are marking the 19th anniversary of the Tiananmen Square crackdown with protests around the world June 04. EPA/ANDY RAIN +++(c) dpa - Report+++
Korban pembantaian Tiananmen, Shao Jiang, berdemonstrasi untuk Amnesty InternationalFoto: picture-alliance/dpa

Lebih dari 300.000 orang terperangkap selama berbulan-bulan di wilayah kecil pertempuran, antara pasukan Macan Tamil yang tengah mundur dan militer Sri Lanka yang menyerbu pada awal 2009. Ribuan orang tewas. Bukti-bukti menunjuk pada pelanggaran hak azasi manusia oleh kedua pihak.

Amnesty International menyebutnya sebagai kegagalan masyarakat internasional: Dewan Keamanan PBB, yang berpangku tangan, Dewan HAM PBB yang karena alasan-alasan politis anggotanya, tidak mengakui bahwa di Sri Lanka terjadi kejahatan perang.

Padahal dua puluh tahun lalu, Amnesty sudah menggugat Sri Lanka karena banyaknya laporan penyiksaan, penculikan serta pembunuhan yang didukung oleh pemerintahan. Sri Lanka hanya satu diantara banyak contoh, bagaimana impunitas mendorong terjadinya lebih banyak pelanggaran hak azasi manusia. Memang ada perbaikan. Sejak berdirinya Mahkamah Internasional untuk Kejahatan Perang pada 2002, orang semakin harus memperhitungkan gugatan itu, karena pelakunya digiring ke pengadilan.

Tanggung Jawab Eropa dan AS

Meski begitu, kalkulasi politik dan kekuasaan sampai kini pun menghambat terlaksananya keadilan yang lebih luas. Dalam hal inipun Amnesty tegas. Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa berusaha menggunakan suaranya di Dewan Keamanan PBB untuk melindungi Israel dari tuntutan bertanggung jawab atas serangannya di jalur Gaza.

Sementara wakil Afrika dan Asia di Dewan HAM PBB mendorong penyelidikan atas tindakan Israel, tapi sengaja meluputkan penyidikan terhadap Hamas. Keduanya kini sudah terdokumentasi dalam laporan Goldstone.

Dalam kasus Presiden Sudan Al-Bashir, Mahkamah Internasional di Den Haag telah mengeluarkan perintah penangkapan. Amnesty kemudian menuding Uni Afrika salah memaknakan solidaritas regional. Tanpa mengindahkan beratnya tuduhan terhadap Bashir, Uni Afrika menuntut Dewan Keamanan untuk membekukan proses hukum itu dan mengancam akan menolak semua kerjasama dengan Mahkamah Internasional.

Contoh Sudan jelas menunjukkan bahwa tanpa pengusutan kejahatan perang, tidak ada masa depan yang damai bagi rakyat. Amnesty Internasional menyebut, kelalaian itu telah menyebabkan krisis hak azasi yang begitu parah di Darfur, yang ditandai oleh kehampaan pangan, pendidikan, tempat tinggal dan layanan kesehatan.

Kemiskinan Mengarah Pada Pelanggaran HAM

Keengganan pemerintah untuk menjamin hak azasi warganya, baik secara ekonomi, sosial maupun budaya, tidak saja berdampak mematikan pada saat perang. Menurut Amnesty tingginya tingkat kematian ibu hamil di negara-negara seperti Sierra Leone, Peru, Burkina Faso dan Nicaragua misalnya, merupakan dampak langsung dari pelanggaran hak azasi manusia.

Dalam laporan tahunannya, Amnesty juga mengaitkan meledaknya kemiskinan akibat krisis pangan, energi dan keuangan dengan tak adanya tanggung jawab perusahaan multinasional.

Tapi lebih dari itu, Amnesty Internasional menekankan, bahwa semua pihak perlu bersama, melintasi batas-batas negara, mengorientasikan diri pada dasar-dasar hak azasi manusia PBB. Karena hanya dengan begitu, ada kemungkinan untuk membangun kehidupan bermartabat bagi setiap orang. Dan masyarakat sipil yang aktif akan lebih cepat menyadari hal ini, daripada banyak pejabat pemerintahan.

Ulrike Mast-Kirschning
Alih Bahasa: Edith Koesoemawiria