1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Bencana

Anak Krakatau "Setiap Saat" Bisa Longsor

27 Desember 2018

Aktivitas vulkanik Anak Krakatau belum mereda dan kian eskalatif. Ilmuwan memperingatkan lereng barat daya gunung api tersebut bisa longsor "setiap saat" dan menimbulkan gelombang tsunami baru.

https://p.dw.com/p/3Afkn
Indonesien | Vulkan  Anak Krakatau weiterhin aktiv
Foto: picture-alliance/dpa/Newscom/ESA/UPI Photo

Status gunung Anak Krakatau dinaikkan menjadi siaga level III setelah sebelumnya berstatus waspada. Hal ini dipastikan oleh Tim Tanggap Darurat yang bertugas memantau aktivitas gunung api di Selat Sunda tersebut.

Ancaman terbesar dari Anak Krakatau saat ini tidak terletak pada level erupsinya, melainkan bahaya tanah longsor yang bisa mengakibatkan gelombang tsunami serupa bencana pada Sabtu, 22 Desember silam. Gunung Anak Krakatau tumbuh di tepi kaledera raksasa sisa ledakan dahsyat gunung Krakatau pada 1883.

Baca juga: Ilmuwan Sudah Prediksi Tsunami Anak Krakatau Enam Tahun Silam

Longsor material yang terjadi pada 22 Desember silam diyakini mempertajam tingkat kecuraman pada lereng barat daya Anak Krakatau - bagian yang menghadap kaldera 1883. "Sejak 23 Desember aktivitasnya tidak berhenti. Kami mengantisipasi eskalasi lanjutan," kata Antonius Ratdomopurbo, Sekretaris Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Muntahkan awan panas

Anak Krakatau sempat memuntahkan awan panas ke ketinggian 3.000 meter pada Minggu (23/12). Lantaran sifat erupsi yang eskalatif, kini pemerintah juga menetapkan zona berbahaya hingga radius 5 kilometer di sekitar gunung.

Analisa topografi gunung Anak Krakatau dan potensi longsor pada lereng barat daya menurut studi Dr. Thomas Giachetti et al, 2012.
Analisa topografi gunung Anak Krakatau dan potensi longsor pada lereng barat daya menurut studi Dr. Thomas Giachetti et al, 2012.

Geliat gunung api itu juga turut mempengaruhi transportasi udara di sekitar Jakarta. "Semua penerbangan dialihkan akibat abu vulkanik Anak Krakatau yang sudah mencapai level merah," tulis Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (AirNav). Meski demikian pemerintah meyakinkan aktivitas vulkanik di Selat Sunda belum mempengaruhi bandara yang ada di sekitar, termasuk di Jakarta.

"Satu hal, Anak Krakatau tidak benar masuk dalam fase mematikan,” kata Ratdomopurbo seperti dilansir Kompas.

Meski demikian Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak terus mengamati aktivitas vulkanik dari pos pemantauan di Pasauran, Serang.

Baca juga: Pemerintah Didesak Bangun Sistem Peringatan Dini Tsunami

Analisa data ancaman bahaya

Sebuah citra radar milik Badan Antariksa Jepang, JAXA, yang menunjukkan hilangnya sebagian lereng gunung Anak Krakatau memastikan dugaan awal seputar longsor bawah laut yang memicu tsunami.

"Tantangannya sekarang adalah menginterpretasikan apa yang mungkin sedang terjadi pada gunung Anak Krakatau dan apa yang akan terjadi selanjutnya," kata David Petley, Kepala Penelitian dan Inovasi di Sheffield University, Inggris, yang menganalisa citra serupa dari satelit milik badan antariksa Eropa, ESA.

Hal tersebut saat ini sedang diupayakan tenaga ahli dari instansi terkait di Indonesia, yakni BMKG, PVMBG dan BPPT, yang menganalisa aktivitas Anak Krakatau di lapangan. "Ini memang luar biasa," kata ahli Tsunami dari Badan Perencanaan dan Pengembangan Teknologi, Widjokongko.

"Kita ketar-ketir. Karena setiap saat bisa terjadi longsor," ujarnya kepada DW.

rzn/as (rtr,ap,kompas)