1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Antara Nestapa dan Harapan

Peter Hille15 November 2013

Pulau Leyte belum juga pulih. Sepekan setelah bencana, penduduk belum memiliki listrik dan penerangan. Namun seiring datangnya gelombang bantuan pertama, harapan penduduk mulai tumbuh

https://p.dw.com/p/1AICB
Foto: DW/P.Hille

Di kanan dan ke kiri jalan utama Merida berserakan reruntuhan rumah-rumah penduduk. Amukan badai Haiyan tidak menyisakan banyak. Sepekan kemudian penduduk pesisir barat pulau Leyte itu mulai membangun kembali, atap-atap baru dipasang, pondasi kembali dibangun. Gedung-gedung baru ala kadarnya itu melindungi setidaknya 30.000 penduduk

Roberto Rome tidak ikut membantu pembangunan kembali desanya. Pria 64 tahun itu duduk di atas bangku kayu di bekas halaman belakang rumahnya. Matanya menatap ke bawah. Badai Haiyan telah mencuri sosok terpenting buat Rome, isterinya Wana.

Ia bercerita, sebuah Tilopo alias pohon nangka menghantam isterinya. Ia sendiri tidak sempat melarikan diri dan mendapat hantaman keras salah satu dahan di bagian belakang kepala.

Bantuan dalam perjalanan

Hujan kembali tumpah dari langit. Penduduk Merida berhimpit-himpitan di bawah atap rumah yang selamat dari amukan Haiyan. Hujan mempersulit pekerjaan dan bantuan belum juga sampai ke desa ini.

Sandra Bulling dari organisasi bantuan Care International tiba di Merida dari Ormoc, sekitar 30 kilometer di sepanjang pantai Leyte. Sekelompok pemuda mendekatinya dan menjelaskan kebutuhan utama adalah bahan pangan.

Insel Leyte Taifun Haiyan
Roberto Rome kehilangan isterinyaFoto: DW/P.Hille

Bulling menjelaskan, bahan pangan saat itu sedang diterbangkan dari Manila ke Leyze. "Rencananya bantuan ini akan tiba di desa-desa terpencil beberapa hari lagi. Juga material bangunan akan tiba dengan kapal supaya penduduk bisa membangun kembali rumahnya."

Komando operasi di kantor walikota

Bantuan yang tiba di Ormoc disambut oleh ratusan sukarelawan yang mengangkut karung beras dan daging kalengan ke kantor walikota. Gedung itu sendiri masih berdiri tegak. Cuma jendela dan sebagian atap lenyap diterbangkan angin. Beras yang dikirimkan pemerintah itu ditumpuk setinggi pria dewasa, dijaga ketat oleh polisi dan militer.

Bingo Capahi yang bekas pegawai negeri ikut membantu di kantor walikota. Hujan yang turun membasahi lantai kantor. "Ormoc hancur lebur," kata Capahi. Tugas terbesar adalah membawa makanan siap saji ke penduduk di wilayah sekitar, "Karena bandar udara dan pelabuhan relatif utuh, Ormoc dijadikan pusat pembagian bahan makanan untuk semuan pulau Leyte," uajrnya. "Kami akan melakukan apa yang bisa kami lakukan."

Ketika malam berjejak dan kegelapan menaungi kota yang tanpa listrik dan penerangan itu, cahaya lampu senter yang berkilauan di depan kantor walikota Ormoc seakan memancarkan harapan. Teking Etang duduk bersama kawan-kawannya di pinggir jalan, memeluk sebuah gitar. Ia juga kehilangan tempat tinggal. Musik adalah obat terbaik untuk melupakan bencana ini untuk sekejap, begitu ujarnya, lalu mendendangkan sebuah lagu.

LINK: http://www.dw.de/dw/article/0,,17228871,00.html