1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa Itu Cedera Otak Traumatis?

Judith Hartl31 Desember 2013

Benturan keras di kepala akibat kecelakaan kerap memicu cedera otak traumatis. Cedera intrakranial semacam ini dapat pulih - atau bisa juga mematikan.

https://p.dw.com/p/1AjPA
Foto: Fotolia/Peter Eggermann

Cedera otak seringan apa pun dapat berdampak buruk bahkan fatal. Meski tulang tengkorak amat stabil dan melindungi otak, benturan keras akibat pukulan atau jatuh dapat merusak tengkorak, otak, dan pembuluh darah di dalamnya terluka, menyebabkan cedera intrakranial atau cedera otak traumatis (TBI).

Sesaat setelah kecelakaan, tidaklah mudah untuk melihat apakah dan separah apa cedera otak yang dialami. Pendarahan otak atau pembengkakan yang berbahaya seringkali baru terjadi berjam-jam atau beberapa hari kemudian.

Oleh karena itu, dokter acap kali hanya menilai keseriusan sebuah cedera kepala dari gejala-gejala eksternal - misalnya, bagaimana perilaku pasien, apakah mata mereka terbuka saat dipanggil, apakah pasien mampu mengontrol gerakan mereka, apakah mereka bereaksi ketika dirangsang rasa sakit, dan berapa lama mereka tidak sadar.

Beberapa tingkatan cedera

Cedera otak traumatis mungkin tidak berbahaya - atau bisa juga mematikan. Dokter membagi lagi keseriusan cedera otak ke dalam beberapa tingkatan: yang pertama dan paling ringan dikenal sebagai gegar otak. Hasil pindai menunjukkan tidak ada kerusakan, dan apabila fungsi-fungsi otak mengalami gangguan, biasanya dapat kembali normal dalam waktu empat hari.

Tingkatan kedua terjadi apabila pasien tidak sadarkan diri untuk waktu yang cukup lama - 15 menit atau lebih. Aturan bakunya, semakin lama pasien dalam keadaan tidak sadar, semakin besar risiko kerusakan fisik dan mental yang menetap. Pada kasus cedera otak tingkat moderat ini, gejala kelumpuhan pada umumnya berkurang setelah empat pekan. Namun gangguan lainnya setelah itu - seperti masalah menurunnya konsentrasi, pusing, atau gejala sakit kepala - dapat berlanjut selama bertahun-tahun.

Pasien dengan cedera otak berat, umumnya tidak sadarkan diri selama lebih dari satu jam, dan konsekuensinya terhadap sistem saraf amatlah besar. Seorang pasien dengan cedera otak berat semacam ini dapat menderita kejang-kejang, kelumpuhan, dan bahkan perubahan kepribadian. Kerusakan semacam ini biasanya tidak dapat dipulihkan.

Legenda Formula 1 Michael Schumacher menderita cedera otak traumatis saat bermain ski
Legenda Formula 1 Michael Schumacher menderita cedera otak traumatis saat bermain skiFoto: picture-alliance/dpa

Mengurangi tekanan

Diagnosa yang akurat terhadap keseriusan cedera otak bisa didapat dari teknologi pencitraan, seperti tomografi terkomputasi (CAT), yang menyediakan hasil pemindaian sinar X tiga dimensi terhadap otak. Ini memungkinkan dokter untuk melihat tanda-tanda pendarahan, memar (atau hematoma), dan pembengkakan (atau sembap).

Pasien dengan cedera otak traumatis moderat atau berat harus berada di bawah perawatan intensif. Sebuah operasi darurat kerap dibutuhkan untuk mengurangi tekanan yang membahayakan di dalam tengkorak, mengingat selubung tulang tengkorak tidak memungkinkan pembengkakan otak.

Pada kasus seperti ini, dokter harus mengebor lubang-lubang kecil pada tengkorak untuk mengurangi tekanan dari darah atau cairan lainnya yang terus terkumpul. Tekanan terhadap otak harus terus dimonitor, sementara obat yang mendorong produksi urin juga dapat membantu mengurangi tekanan.