1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa Posisi Politik Donald Trump..?

8 September 2015

16 Juni 2015, Donald Trump mengumumkan pencalonan menjadi kandidat presiden dalam pemilihan presiden mendatang. Dia cukup pintar memainkan isu agama dan sentimen (ultra) nasionalisme. Oleh: Hendra Pasuhuk.

https://p.dw.com/p/1GTAO
USA Donald Trump in Phoenix
Foto: picture alliance/AP Photo/R. D. Franklin

Tadinya, sosok Donald Trump hanya menjadi bahan cemoohan, juga di kalangan Republik. Calon-calon lain dianggap lebih berkualits, misalnya Jeb Bush, Gubernur Negara bagian Florida, adik mantan Presiden George W. Bush.

Tapi dengan uang dan gaya kampanye yang provokatif, ternyata Trump bahkan bisa menyalip dan meninggalkan calon dari dinasti Bush jauh di belakang dalam jajak pendapat aktual di kalangan Republikan.

Deutsche Welle DW Hendra Pasuhuk
Hendra PasuhukFoto: DW/P. Henriksen

Trump antara lain menggunakan isu-isu ultranasionalis dengan motto "Kembalikan Supremasi AS di Seluruh Dunia". Atau dia mengnangkat isu-isu menyerang kaum perempuan dan feminis. Dia juga mempromosikan politik garis keras terhadap imigran gelap, dan meminta politisi dan warga imigran "menggunakan bahasa Amerika yang benar". Jeb Bush dikenal sebagai simpatisan warga migran dari Amerika Selatan, dan sering berbicara menggunakan Bahasa Spanyol.

Isu agama dan sentimen nasionalisme

Kubu Republik sempat khawatir, Donald Trump akan maju di pemilihan presiden sebagai kandidat independen. Sebab, berbeda dengan di Indonesia, hal itu bisa dilakukan di Amerika Serikat. Dan Trump punya cukup uang untuk membiayai kampanye pemilu yang memang sangat mahal di negeri Paman Sam ini.

USA Wahlkampf Donald Trump
Foto: picture-alliance/AP Photo/C. Osorio

Minggu ini, Trump melegakan para pendukung Republik, setelah dia menyatakan akan ikut seleksi nominasi dan maju di pilpres lewat jalur partai.

Dilihat dari posisi politiknya, Donald Trump memang tidak jauh dari kalangan ultra nasionalis di Indonesia, seperti Nova Setyanto dan Fadli Zon. Mereka juga sering menggunakan isu-isu agama dan sentimen (ultra) nasionalisme untuk mendongkrak popularitasnya.

Donald Trump
Foto: picture-alliance/dpa/J. Lane

Jadi tidak heran, kalau Donald, Setya dan Fadli cepat menjadi akrab. Dan Trump cukup profesional dan mengendus kemungkinan yang baik, melihat ada dua pemimpin negara Mslim terbesar dunia ini mau hadir di acara kampanyenya.