1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

180511 Netanjahu USA

19 Mei 2011

Jumat (20/05), Obama menerima PM Israel Netanyahu. Dalam kunjungan kali ini, Netanyahu akan memberikan pidato 'bersejarah' di depan Kongres AS. Apakah di dalamnya terdapat perubahan politiknya terhadap Palestina?

https://p.dw.com/p/11JYq
PM Israel Benjamin NetanyahuFoto: picture alliance / dpa

Sejauh ini Netanyahu menolak hampir semua konsesi dengan Palestina. Ia juga tak perlu kuatir akan tekanan Amerika Serikat, karena Obama menghadapi kampanye pemilu dan dukungan bagi Israel di AS, besar. Di pihak lain, kesabaran warga Palestina sudah berakhir. Musim gugur ini mereka akan menyerukan dukungan dari PBB untuk mendirikan negara sendiri. Jadi, apa yang sebetulnya diinginkan Netanyahu?

Menteri Perhubungan Ysrael Katz diwawancara radio pemerintah Israel, sepekan lalu. Katz adalah rekan separtai dan orang kepercayaan PM Benyamin Netanyahu. Apa target yang dikejar perdana menteri, begitu ia ditanya. Apa yang akan disampaikannya dalam pidato di depan Kongres di Washington? Akankah Netanyahu akhirnya menerangkan, bagaimana cara ia mencapai perdamaian dengan Palestina?

"Saya tahu pasti, apa yang tidak akan ia katakan. Ia tidak akan bersedia berunding berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan pertukaran wilayah. Saya melihat tekanan besar ditimpakan kepadanya untuk mengambil arah ini dan membuat kompromi secara tertutup. Tetapi ia punya pandangan lain dan untuk itu ia mendapat dukungan publik Israel," demikian Ysrael Katz memberi jawaban.

Selain kata 'tidak' yang ditulis dengan huruf besar-besar, apakah Netanyahu juga punya hal positif lain untuk disampaikan, tanya pewawancara di radio Israel. Namun Ysrael Katz, orang kepercayaan Netanyahu itu, tak punya jawaban.

Bukan hanya di Israel orang bertanya-tanya, apa yang sebetulnya diinginkan PM Benyamin Netanyahu. Sudah dua tahun ia memerintah, namun tetap belum jelas apa tujuan poltiik yang dikejarnya.

Pada Juni 2009, beberapa minggu setelah ia menjabat perdana menteri, ia memberi pidato 'bersejarah' di Universitas Bar Ilan. Ketika itu ia mengukuhkan pengakuan Israel akan pentingnya perdamaian, mendesak Palestina untuk kembali ke meja perundingan dan menuntut mereka untuk mengakui Israel sebagai negara Yahudi. Sampai hari ini, tak ada yang berubah.

Beberapa hari lalu, Netanyahu menekankan pendapatnya tentang konflik Timur Tengah, di depan parlemen Israel. "Akar konflik sama sekali bukan tidak adanya sebuah negara Palestina. Akar masalahnya, dulu dan sekarang, adalah penolakan Palestina untuk mengakui negara Yahudi. Ini bukan konflik tentang perbatasan tahun 1967, melainkan konflik tentang pendirian negara tahun 1948. Ini menyangkut eksistensi murni negara Israel."

Di Israel ada kesepakatan luas tentang tuntutan terhadap rakyat Palestina. Pertama, mereka harus mengakui Israel sebagai negara Yahudi. Kedua, perjanjian dengan mereka harus mengakhiri konflik yang mana tuntutan berikutnya dari Palestina tidak boleh ada. Ketiga, masalah pengungsi Palestina hanya akan dipecahkan di luar wilayah Israel. Tidak ada hak bagi pengungsi Palestina dan keturunannya untuk kembali ke wilayah negara Israel.

Merujuk pada niat Palestina untuk menyerukan pendirian sebuah negara merdeka musim gugur tahun ini, Netanyahu mengatakan langkah sepihak semacam itu tidak bisa diterima. "Negara Palestina hanya akan berdiri dengan dasar perundingan dan persetujuan Israel. Negara Palestina ini harus dilucuti senjatanya dan harus memberikan jaminan keamanan sejati, yang mencakup keberadaan Israel dalam jangka panjang di Tepi Yordan. Kami sepakat bahwa blok pemukiman termasuk milik Israel, dan saya bersikukuh bahwa Yerusalem tetap ibukota Israel yang berdaulat dan bersatu. Inilah landasan yang mendasari jalan saya, jalan kami."

Landasan ini juga yang tampaknya akan dipaparkan Netanyahu di depan majelis rendah dan tinggi, Kongres AS, di mana dukungan luas baginya terjamin. Di Washington ia juga dapat menemukan pemahaman terhadap penolakannya untuk bernegosiasi dengan pemerintah kesatuan nasional Palestina. "Pemerintah Palestina, yang separuhnya terdiri dari orang-orang yang tiap hari menyatakan ingin memusnahkan Israel, bukanlah mitra bagi perdamaian," alasan Netanyhu menolak berunding dengan Palestina.

Bettina Marx/Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk