1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Nasib Para Pemimpin Rezim Otoriter Jerman Timur?

8 November 2019

Setelah bubarnya rezim otoriter dan negara Jerman Timur, bagaimana nasib para pemimpinnya? Hanya sedikit bekas pejabat tinggi Jerman Timur yang menunjukkan penyesalan atas tindakan kejamnya.

https://p.dw.com/p/3Sfjk
"Ciuman Persaudaraan" antara Erich Honecker dan Leonid Breznev
Lukisan Erich Honecker (kanan) yang berciuman dengan Leonid Brezhnev terpampang di East Side Gallery, BerlinFoto: picture-alliance/dpa

Erich Honecker pernah menjadi salah satu orang yang paling disegani dan ditakuti di negaranya, Jerman Timur. Setelah menjalani pendidikan ideologi di Moskow, dia meniti karir di partai hegemoni Jerman Timur, SED, yang mendominasi Jerman Timur seperti Golkar mendominasi kehidupan politik di Indonesia pada era kepemimpinan otoriter Suharto.

Setelah menggulingkan pendahulumya Walter Ulbricht, Erich Homecker naik ke puncak kekuasaan di negara sosialis itu dan memerintah selama 18 tahun sebagai kepala negara dan pemimpin pemerintahan. Di bawah kekuasaannya, Tembok Berlin yang lama menjadi lambang perpecahan Jerman  direncanakan, dan dibangun tahun pada tahun 1961.

Kekuasaan sang Tangan Besi Honecker mulai pudar, ketika dia menentang gelombang reformasi yang dicanangkan di Uni Soviet oleh Mikhail Gorbachev dengan slogan Glasnost dan Perestroika. Karena sikapnya, dia mulai kehilangan dukungan dari Moskow.

Baca juga: Perang-perang di Dunia Setelah Runtuhnya Tembok Berlin Tahun 1989

Pemimpin Jerman Timur, Erich Honecker
Erich Honecker, memimpin Jerman Timur atau DDR selama 18 tahunFoto: picture-alliance/dpa/W. Kumm

Ketika aksi massa menentang sistem otoriter mulai meluas di Jerman Timur, Honecker berusaha bertahan, sekalipun kondisi kesehatannya sudah menurun, dan justru merencanakan perayaan besar-besaran 40 tahun pendirian Jerman Timur, pada 7 Oktober 1989. Namun gelombang protes damai tidak bisa diredam lagi. Puluhan ribu orang turun ke jalan di berbagai kota Jerman Timur. Politbiro Partai Sosialis SED akhirnya memaksa Honecker mundur untuk digantikan oleh Egon Krenz sebagai pimpinan Jerman Timur dan Ketua Umum SED.

Sebulan kemudian, terjadilah peristiwa yang disebut-sebut sebagai "Tembok Berlin Runtuh", pada 9 November 1989. Ketika itu, massa menuntut perbatasan ke Berlin Barat dibuka. Aparat keamanan dan penjaga perbatasan yang dulunya sangat ditakuti kebingungan, banyak yang menolak melepaskan tembakan kepada warganya sendiri. Akhirnya, palang perbatasan dibuka dan warga Jerman Timur ramai-ramai menyeberang ke Berlin barat, suatu hal yang tidak mereka lakukan sebelumnya tanpa mendapat izin khusus pemerintah. Setahun kemudian, awal Oktober 1990, parlemen Jerman Timur mendeklarasikan penggabungan ke Jerman Barat, dan negara Jerman Timur dinyatakan bubar.

Nasib Erich Honecker dan istrinya Margot sempat terkatung-katung. Mereka tinggal selama setahun di Moskow namun kemudian diekstradisi ke Jerman. Erich Honecker didakwa dengan tuduhan bertanggung jawab secara moral atas penindasan selama kekuasaannya,dan pembunuhan yang terjadi di perbatasan Jerman Timur, terhadap orang-orang yang mencoba lari ke Jerman Barat. Margot Honecker dan anak perempuannya mencari suaka politik ke Chile.

Baca juga: Berapa Biaya Penyatuan Kembali Jerman Barat dan Timur?

Honecker meninggal 1994 di Chile
Erich Honecker dan istrinya MargotFoto: picture-alliance/dpa

Selama proses pengadilan, Erich Honecker bersikeras dia tidak melakukan kesalahan apapun. Karena dia sakit parah, pengadilan akhirnya mengabulkan permintaan agar proses pengadilan dihentikan atas alasan kemanusiaan. Honecker pergi ke Chile bergabung dengan istrinya. Dia meninggal tahun 1994 di Chile.

Ketika menjalani proses pengadilan di Jerman, Erich Honecker dari dalam penjara di Berlin sempat mengajukan gugatan atas hak menerima pensiun. Pengadilan mengabulkan sebagian permintaannya. Istrinya Margot yang pada masa mudanya menjadi guru dan sempat menjabat menteri Jerman Timur, juga tetap mendapat pensiun penuh dari negara Jerman di tempat pengasingannya di Chile.

Kepala dinas rahasia Jerman Timur Stasi, Erich Mielke, tokoh yang dulu disebut-sebut sebagai "Master of Fear", karena Stasi dikenal dengan metode-metode penyiksaan yang sadis, tidak pernah diajukan ke pengadilan karena perannya di Stasi. Tetapi dia didakwa atas kasus lama, yaitu pembunuhan dua polisi pada tahun 1931. Tahun 1993 ia dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun, namun dibebaskan tahun 1995 atas alasan kesehatan. Erich Mielke meninggal tahun 2000 di Berlin.

Pemimpin terakhir Jerman Timur, Egon Krenz, berkali-kali minta maaf atas kesalahannya
Egon Krenz, pemimpin terakhir Jerman Timur dan ketua umum terakhir SEDFoto: picture-alliance/dpa/Peter Kroh

Egon Krenz, pengganti Erich Honecker, menjadi wajah transisi Jerman Timur, dan menjadi bagian dari Jerman Barat. Dia hanya menjabat beberapa minggu sebagai pimpinan Jerman Timur dan Ketua SED. Hanya empat minggu setelah Tembok Berelin runtuh, dia mengundurkan diri. Tahun 1997 dia didakwa atas terbunuhnya 4 warga Jerman Timur yang ingin melarikan diri ke Barat, dan dijatuhi hukuman penjara enam setengah tahun. Setelah menjalani masa tahanan selama empat tahun, dia dibebaskan. Egon Krenz beberapa kali minta maaf atas kesalahan-kesalahannya selama era rezim otoriter.

Seluruhnya ada sekitar 100 ribu pejabat Jerman Timur yang diperiksa atas perannya selama era rezim otoriter Jerman Timur, tetapi hanya 1.737 orang yang diajukan ke pengadilan. Sekitar setengah dari proses pengadilan itu berakhir dengan sanksi hukum, kebanyakan berupa sanksi denda dan tahanan rumah. Hanya dalam 40 kasus, pelakunya dijatuhi hukuman penjara, mereka kebanyakan para pejabat tinggi dan anggota pemerintahan Jerman Timur. Selain mereka, ada 132 penjaga perbatasan yang dijatuhi hukuman penjara atau tahanan rumah karena menembak mati warga Jerman Timur yang ingin melarikan diri ke Barat.

Ed.: hp/ml