1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikJepang

Apakah Jepang Akan Izinkan Kaisar Perempuan?

30 April 2024

Kelompok konservatif di Jepang kelihatannya akan menerima naiknya seorang perempuan sebagai Kaisar. Namun perdebatan masih berlanjut, apakah perempuan bisa menjadi kepala monarki.

https://p.dw.com/p/4fIgA
Generasi muda Jepang tuntut penghapusan patriarki
Generasi muda Jepang tuntut penghapusan patriarkiFoto: Takashi Aoyama/Getty Images

Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang tampaknya ingin mengubah undang-undang yang melarang perempuan naik ke kursi kekaisaran, demi mencegah krisis suksesi di monarki tertua di dunia itu. Tapi perdebatan masih panjang, karena masih ada anggota parlemen konservatif yang berusaha membatasi hak-hak seorang kaisar perempuan dibolehkan menjadi kaisar.

Perwakilan partai-partai dari berbagai spektrum politik diperkirakan akan mengadakan pertemuan pada awal Mei untuk membahas masalah yang telah menghantui monarki di Jepang selama lebih dari satu dekade.

Kelompok tradisionalis garis keras sebelumnya menolak perubahan apa pun, tetapi sekarang LDP mengatakan ada dua proposal yang pertama kali sudah diajukan pada tahun 2021 yang "masuk akal.”

Putri Aiko, anak Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako
Putri Aiko, anak Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri MasakoFoto: Richard A. Brooks/AFP/Getty Images

Perubahan Hukum Rumah Tangga Kekaisaran

Salah satu usulan adalah mengizinkan anggota keluarga kekaisaran perempuan untuk mempertahankan status kerajaan mereka setelah mereka menikah, daripada menjadi rakyat biasa seperti sekarang, yang punya konsekuensi bahwa anak-anaknya tidak lagi menjadi pewaris takhta.

Usulan kedua adalah mengembalikan cabang-cabang keluarga yang terpotong tak lama setelah Jepang menyerah pada akhir Perang Dunia II. Pemerintah pendudukan sekutu yang dipimpin AS ketika itu ingin mengurangi pengaruh kaisar secara signifikan.

Mengadopsi kembali cabang-cabang tersebut ke dalam keluarga kekaisaran akan memberikan mereka keturunan kaisar yang jauh lebih besar, termasuk kemungkinan yang jauh lebih besar untuk mendapatkan ahli waris laki-laki.

Berdasarkan ketentuan Hukum Rumah Tangga Kekaisaran, hanya keturunan laki-laki dari garis keturunan laki-laki keluarga kekaisaran yang dapat menjadi kaisar di Jepang. Kaisar Naruhito – yang mengambil alih kekuasaan pada Mei 2019 setelah ayahnya Akihito turun tahta – hanya memiliki seorang putri, Putri Aiko. Adik laki-lakinya, Pangeran Akishino, juga hanya memiliki anak perempuan, sehingga memicu krisis suksesi.

Namun, jajak pendapat yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir secara konsisten menunjukkan bahwa lebih dari 70% masyarakat mendukung perubahan hukum untuk mengizinkan seorang perempuan menduduki tahta kekasisaran.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Monarki turun-temurun tertua di dunia

Ancaman tidak adanya pewaris takhta laki-laki – dan berakhirnya garis keturunan kekaisaran yang berakar pada dewi matahari legendaris Amaterasu pada tahun 660 SM. — akhirnya selesai pada bulan September 2006, ketika istri Pangeran Akishino melahirkan seorang putra, Pangeran Hisahito.

Namun pemerintah dan warga Jepang menyadari, ini bukan solusi jangka panjang terhadap tren menyusutnya keluarga kekaisaran. Karena itu dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Jepang telah membentuk serangkaian panel untuk mencari cara memastikan keberlangsungan monarki, yang dicintai oleh sebagian besar masyarakat Jepang.

"Saya percaya masyarakat Jepang secara luas mendukung perubahan hukum yang akan memperbesar keluarga kekaisaran.., dan mendukung perubahan sistem di mana hanya laki-laki yang mendominasi takhta,” kata Yohei Mori, profesor di Universitas Seijo Tokyo yang meneliti hubungan antara keluarga kekaisaran dan rakyat Jepang.

"Ini karena tidak masuk akal membatasi jumlah kaisar hanya untuk laki-laki di zaman di mana kesetaraan gender diimbau,” katanya.

Hiromi Murakami, profesor ilmu politik di Universitas Temple di Tokyo juga mengatakan: "Bagi saya, ini tampaknya pertanda baik, pertanda bahwa LDP akhirnya mendengarkan jajak pendapat mengenai masa depan keluarga kekaisaran.”  (hp/as)

Kontributor DW, Julian Ryall
Julian Ryall Jurnalis di Tokyo, dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan sosial di Jepang dan Korea.