1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masyarakat Turki Terpecah?

Yordanka Yordanova13 Juli 2013

Sejak berminggu-minggu penentang Perdana Menteri Erdogan menggelar aksi protes.Tapi tuntutan mereka belum dipenuhi. Sampai kapan aksi protes akan berlangsung?

https://p.dw.com/p/196uI
Turkish protestors during a anti government protest at Taksim Square in Istanbul, Turkey 09 July 2013.
Protes di IstanbulFoto: picture-alliance/dpa

Protes ini tidak akan berhenti. Orang-orang akan terus berteriak dan melawan, selama semangat kebebasan belum tertanam dalam masyarakat, kata politisi Jerman asal Turki, Lale Akgün. Hal itu disampaikan Akgün dalam sebuah acara diskusi yang digelar Deutsche Welle di Bonn.

"Orang-orang yang turun ke jalan menentang gaya otoriter Erdogan. Ada ibu-ibu dengan anak perempuannya, ada pasangan muda, orang tua, penggemar sepakbola. Semuanya bercampur. Ini yang belum pernah terjadi di Turki, masyarakat pluralistis yang bebas menentukan kehidupannya", tutur Akgün yang belum lama ini berada di Turki dan mengikuti aksi protes dari dekat.

Muncul Sebagai Kekuatan Baru

Recep Tayyip Erdogan dengan partainya AKP memenangkan pemilu parlemen tahun 2002. Namun ketika itu, ia tidak bisa menjadi Perdana Menteri karena ia bukan anggota parlemen. Barulah tahun 2003, setelah perubahan konstitusi, ia diangkat menjadi Perdana Menteri.

"Erdogan berhasil naik ke tampuk kekuasaaan, karena partai-partai politik yang lain terlibat sengketa", ujar Bahaedin Güngor, Pemimpin Redaksi Turki di Deutsche Welle. "Waktu itu tidak ada yang mau mengalah. Partai-partai tidak peduli pada tuntutan rakyat. Ketika itulah muncul Erdogan dan partainya. Dia mengatakan, kalian semua sudah mencoba partai lain, sekarang cobalah partai saya. Lalu dia berhasil. Erdogan memanfaatkan situasi dan tidak punya lawan politik yang kuat."

Sekarang situasinya lain. Erdogan menghadapi banyak penentangan. Tidak hanya dari kalangan masyarakat, melainkan dari dalam partainya sendiri, AKP. Bahkan Presiden Abdullah Gül, yang dulu menjabat sebagai wakil Erdogan, mulai mengeritik kebijakannya. Gül menuduh Erdogan merusak citra kepolisian dengan tindakannya. Padahal aparat keamanan Turki selama bertahun-tahun bersusah payah membangun citra yang baik.

"Sikap Erdogan malah membangkitkan perlawanan yang lebih luas di Turki. Kalau AKP terpecah, maka nasib politik Erdogan akan berakhir dengan cepat," tukas Lale Akgün.

Politisasi Masyarakat

Menurut Lale Akgün, aksi protes menentang Erdogan menunjukkan aspek perlawanan yang baru, yang selama ini tidak terlihat di Turki. Kaum muda yang biasanya tidak terlibat dalam politik, tiba-tiba menuntut pembaruan. Generasi muda yang menjadi politis ini harus mampu membuat struktur politik baru, agar bisa mendapat legitimasi dan meraih kekuasaan, kata Akgün.

Apakah sekarang terjadi perpecahan dalam masyarakat Turki antara kubu Kemalis, yang mendukung ideologi pendiri republik, Kemal Atatürk, dan kubu Islamis yang mendukung Erdogan? Profesor Maurus Reinkowski dari Universitas Basel menolak pandangan itu. "Di Turki ada situasi yang sangat dinamis dengan banyak nuansa. Justru gerakan protes saat ini menunjukkan bahwa ada banyak kelompok yang bisa bersatu dan bersama-sama menyampaikan aspirasinya."

Menurut Reinkowski, masyarakat sipil Turki sekarang sudah makin kuat. Berbagai aksi politik yang berjalan saat ini akan mengubah masyarakat Turki. Ini akan menjadi modal budaya dan politik yang kuat, dan dampaknya akan terlihat dalam beberapa tahun mendatang.

Bahaedin Güngor menerangkan, secara geografis Turki memang berada dalam posisi yang sulit. "Dia bertetangga dengan Suriah, Irak, Iran dan kawasan Kaukasus. Semua ini membuat Turki berada dalam posisi rumit."