1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apakah Misi Pasukan Asing di Afghanistan Masih Harus Diteruskan?

5 Oktober 2009

Pasukan Jerman Bundeswehr sudah sejak delapan tahun bertugas di Afghanistan dalam misi ISAF. Dalam beberapa tahun penugasan militer Jerman di Afghanistan itu juga jatuh sejumlah korban tewas maupun cedera.

https://p.dw.com/p/Jy0v
Pasukan Jerman Bundeswehr sedang melakukan patroli di sekitar Feyzabad, AfghanistanFoto: AP

Dewasa ini di kalangan publik di Jerman muncul silang sengketa mengenai misi pasukan Jerman ini. Sebagian warga Jerman menuntut penarikan pasukan dari Afghanistan. Juga para pakar keamanan di Jerman sepakat, ancaman untuk gagalnya misi di Afghanistan merupakan fakta nyata.

Jan Techau, pakar keamanan di perhimpunan Jerman untuk politik luar negeri menilai, terdapat kemungkinan misi ini gagal. Pendapat ini senada dengan yang diungkapkan sebelumnya oleh panglima ISAF, Jenderal McCrystal.

“Paling tidak kita harus mengatakan, kegagalan adalah salah satu kemungkinan. Dalam satu setengah tahun terakhir situasinya semakin sulit. Kondisi keamanan memburuk, Taliban kembali berjaya dan di seluruh Afghanistan dapat kembali mengukuhkan kekuasaan serta kemampuannya,“ demikian Techau.

Tanpa peningkatan besar-besaran keberadaan pasukan asing, dalam jangka pendek amat sulit bagi Barat untuk dapat kembali mengusai situasi, kata Techau menambahkan. Sekarang seharusnya pasukan internasional dan pemerintah Afghanistan yang mengambil insiatif. Mereka harus kembali dapat mengendalikan situasi, bukannya hanya bereaksi untuk mengurangi kerugian. Untuk itu, pada awalnya hanya dapat dilakukan dengan memperkuat keberadaan militer.

Namun setelah itu, kontribusi di bidang pembangunan kembali sipil harus ditingkatkan. Techau menambahkan, kemenangan militer tidak akan ada artinya tanpa dukungan masyarakat sipil dari bawah. Ia juga berpendapat, diskusi mengenai penarikan pasukan dari Afghanistan sebagai kontraproduktif. Karena itu spekulasi mengenai hal ini harus dihindarkan.

Namun dipertanyakan, apa sasaran utama dari penambahan pasukan dan peningkatan pembangunan kembali sipil itu? Pakar ilmu politik Herfried Münkler mengatakan, Barat harus menetapkan sasaran yang realistis di Afghanistan. “Yang pasti, sasaran sebelumnya mengenai demokratisasi secara luas, penerapan hak asasi manusia dan sekolah untuk anak-anak perempuan digantung terlalu tinggi. Saya meragukan, sasaran ini masih dapat tercapai. Jadi kita harus merampingkannya dan harus puas jika mampu mendorong Afghanistan menjadi kawasan yang agak terbebaskan.“

Sementara pakar lainnya justru berpendapat, penarikan pasukan asing dari Afghanistan tidak dapat dihindarkan lagi. Matin Baraki pakar ilmu politik dari Universitas Marburg mengingatkan contoh kegagalan sebelumnya dari berbagai kekuatan yang hendak menguasai Afghanistan.

“Pada abad ke 19 Inggris dua kali menguasai sepenuhnya Afghanistan. Rakyat Afghanistan ibaratnya dengan tangan kosong berjuang dan berhasil mengusirnya. Uni Sovyet mulai tahun 1980 berusaha memecahkan konflik dengan cara militer, dan walaupun mengerahkan hingga 100.000 serdadunya, mereka juga gagal,“ demikian Matin Baraki.

Baraki meyakini, perlawanan rakyat Afghanistan hanya dapat diredam dengan perbaikan kondisi ekonomi dan keuangan mereka. Di selatan dan utara negara itu, hingga 70 persen rakyatnya menganggur. Jika orang-orang ini diberi pangan dan pekerjaan, maka perlawanan akan melemah. Akan terbuka jalan bagi pembangunan kembali serta tatanan yang damai di Afghanistan. Baraki menegaskan, untuk itu sebelumnya pasukan NATO harus ditarik dan digantikan dengan kontingen dari negara-negara anggota organisasi konferensi Islam OKI dan negara-negara non blok.

Daniel Scheschkewitz/Agus Setiawan

Editor: Yuniman Farid