1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Mutasi Virus Corona Akan Membuatnya Jinak?

17 Juni 2020

Klaster penularan virus corona terbaru di Cina diduga berasal dari virus yang bermutasi. Apakah mutasi virus akan menyebabkannya jadi jinak? Hingga SARS Cov-2 jadi seperti flu biasa. Atau ada kemungkinan sebaliknya?

https://p.dw.com/p/3dqgj
Coronavirus- COVID-19 - Mikrografie
Citra mikroskop virus corona pemicu pandemi Covid-19Foto: Imago/NIAID-RML

Virus corona SARS-Cov-2 yang menyebar di Beijing baru-baru ini diduga varian baru hasil mutasi. Virusnya sedikit berbeda dari virus awal yang menyebar di Wuhan. Demikian Zeng Guang, pakar epidemiologi dari Komisi Kesehatan Nasional Cina seperti dikutip Global Times.

Klaster virus corona terbaru adalah pasar bahan makanan Xifandi di Beijing. Di pasar ini dilakukan pengolahan ikan salmon impor. Darimana salmon berasal, sejauh ini belum jelas. Cina mengimpor ikan salmon dari sejumlah negara, antara lain Norwegia, Chile, Australia, Kanada, dan Kepulauan Faroe.

Pemerintah di Beijing dengan cepat menutup pasar Xifandi, dan beberapa blok pemukiman di selatan ibu kota Cina itu. Sekitar 10.000 pedagang dan pekerja di pasar tersebut kini akan dites secepatnya untuk melacak infeksi SARS-Cov-2.

Pasar di Beijing
Pasar bahan makanan Xifandi di Beijing jadi klaster penularan gelombang kedua virus corona di Cina. Virusnya diduga datang dari luar dan sudah bermutasi.Foto: Reuters/T. Wang

“Hasil pelacakan akan dibandingkan dengan analisa dari negara lain, untuk bisa melacak garis asal-usul virus corona bersangkutan,“ ujar pejabat kesehatan di Beijing

Apakah mutasi virus berbahaya?

Virus lazimnya selalu melakukan mutasi. Karena untuk berkembang biak, virus harus mencari sel inang, dan terus menerus melakukan adaptasi dengan cara melakukan mutasi. Ini tidak berarti virusnya akan makin berbahaya atau sebaliknya. Yang lebih penting adalah terus memonitor jalur evolusi mutasinya agar bisa mengembangkan vaksin corona atau obatnya, ujar para ilmuwan

Virus corona yang kini kembali menyerang Cina baru-baru ini, juga menunjukkan melakukan mutasi, dengan gejala lebih lambat dibanding gejala yang dipicu virus asal dari Wuhan. Jadi, tidak ada alasan panik di Cina. Sejumlah mutasi virus terbukti dapat melemahkan serangannya dan tidak lagi mematikan. 

Christian Drosten, pakar virologi Jerman dari rumah sakit Charité di Berlin dalam podcastnya untuk stasiun penyiaran NDR juga melihat mutasi virus itu secara positif. “Karena dengan begitu virus bisa melakukan reproduksi lebih baik di ruang hidung,“ ujarnya.

Jika mutasi virus terutama menyerang bagian hidung, virus akan bisa berkembang biak lebih bagus dan akan membuat epidemi virus corona menjadi lebih ringan. “Virusnya tetap bisa menyerang selaput lendir di paru-paru, tapi efeknya orang hanya merasakan seperti flu biasa saja,“ ujar pakar virologi Jerman itu.

Mutasi Virus Flu Bunuh Jutaan Orang

Lewat mutasi, virus corona juga bisa makin lemah dan menghilang. Misalnya virus corona SARS yang mewabah tahun 2002 dan menghilang tahun 2004. Walau begitu SARS-Cov-2, harus tetap diwaspadai, karena tidak ada yang tahu pasti, berapa lama waktu yang diperlukan untuk prosesnya hingga virusnya jadi jinak.

Mutasi Corona tingkatkan kemampuan infeksi

Sementara, hasil riset terbaru Scripps Research lembaga riset biomedik dan biokimia kenamaan AS yang dirilis belum lama ini menunjukkan, adanya mutasi yang meningkatkan secara signifikan kemampuan virus corona jenis baru itu untuk menginfeksi sel inang. 

Hasil penelitian ini bisa menjelaskan, mengapa virus SARS Cov-2 di beberapa bagian dunia menginfeksi sangat banyak pasien dan membuat ambruknya sistem kesehatan. Virus yang diduga mengalami mutasi yang menyerang Italia, Spanyol, dan AS khususnya New York terbukti menyebar dengan cepat dalam skala besar.

Pemakaman jeazah COVID-19 di New York
Citra drone pemakaman massal korban meninggal akibat Covid-19 di New York bulan April lalu, diduga karena virusnya bermutasi hingga lebih mudah menginfeksi.Foto: Reuters/L. Jackson

Mutasi yang diberi nama D614G, meningkatkan jumlah “duri“ pada virus corona SARS Cov-2 yang membuat kenampakannya khas bagai bola penuh duri. Duri-duri inilah yang membuat virusnya memiliki kemampuan mengikat dan menginfeksi sel inang.

“Jumlah atau densitas dari duri fungsional pada virus corona, menjadi empat sampai lima kali lebih banyak akibat mutasi,“ kata Hyeryun Choe, salah satu peneliti dan penulis senior riset tersebut. 

Para peneliti menyebutkan, sejauh ini belum jelas, apakah mutasi tersebut berdampak pada makin parahnya gejala pada orang yang terinfeksi atau meningkatkan kasus kematian. Disebutkan, untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut termasuk uji coba laboratorium.  

Riset dari Scripps itu saat ini sedang menjalani peer review, yakni kajian independen dari pakar dalam bidang ilmunya, untuk menjamin kualitas dan kredibilitas riset.

Alexander Freund dilengkapi Reuters, AFP (as/rap)