1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS-ASEAN Gelar Latihan Gabungan di Laut Cina Selatan

Emmy Sasipornkarn
3 September 2019

Untuk pertama kalinya, Amerika Serikat lakukan latihan gabungan angkatan laut dengan negara-negara Asia Tenggara di Laut Cina Selatan. AS mengatakan latihan itu akan membantu "menjaga keamanan maritim."

https://p.dw.com/p/3Osr0
Thailand | Gemeinsames Marinemanöver ASEAN und USA
Foto: picture-alliance/AP Photo/G. Amarasinghe

Latihan gabungan AS-ASEAN ini dimulai Senin (02/09) di Pangkalan Angkatan Laut Sattahip di Thailand, dengan melibatkan delapan kapal perang, empat pesawat, dan lebih dari 1.000 personel militer dari AS dan 10 negara Asia Tenggara. Latihan ini rencananya akan berlangsung selama lima hari.

Latihan Maritim Asean-AS (AUMX) berlangsung bersamaan dengan meningkatnya keterlibatan AS di Laut Cina Selatan di tengah klaim teritorial Cina dan ketegangan antara Beijing dan negara-negara Asia Tenggara. Latihan ini akan dipimpin oleh Angkatan Laut AS dan Kerajaan Thailand.

Menurut pernyataan yang dirilis oleh kedutaan besar AS di Bangkok, latihan akan dilakukan di "perairan internasional," termasuk di Teluk Thailand dan Laut Cina Selatan, dan akan berakhir di Singapura.

Tujuan dari latihan ini adalah untuk "menjaga keamanan maritim, fokus pada pencegahan dan untuk mencegah terjadinya kesalahan di laut."

Klaim di perairan strategis

Angkatan Laut AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa latihan itu akan "mengeksekusi berbagai skenario realistis yang dirancang untuk memperkuat kerja sama." Hal ini termasuk juga latihan pencarian dan penyitaan, latihan pelacakan dan peningkatan kerja sama dalam kesadaran domain maritim.

Infografik Karte South China Sea: Chinese claims and disputed islands
Klaim sejumlah negara di perairan Laut Cina Selatan dan area yang menjadi sengketa.

Negara-negara seperti Brunei, Malaysia, Vietnam dan Filipina mengklaim memiliki wilayah teritorial pada sejumlah bagian di Laut Cina Selatan. Sementara Cina mengatakan sebagian besar perairan itu adalah wilayahnya.

Cina telah membuat batas wilayah di laut yang luas itu dengan apa yang disebut "sembilan garis" yang pertama kali muncul di peta Cina pada akhir 1940-an.

Pada tahun 2018, negara ASEAN telah melakukan latihan serupa dengan Cina karena blok regional ini terjebak antara Washington dan Beijing.

Collin Koh, analis strategis dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) di Singapura, mengatakan kepada DW bahwa latihan bersama dengan AS adalah bagian dari strategi ASEAN untuk menegaskan pengaruh strategisnya di kawasan tersebut.

"Secara umum, negara-negara ASEAN mengambil pendekatan mereka sendiri untuk meminimalkan kemungkinan terkena dampak negatif dari persaingan AS-Cina sambil berusaha untuk menarik manfaat dari dinamika itu," katanya. 

Laut milik Cina?

Latihan gabungan ini digelar di tengah-tengah sengketa terbaru antara Cina dan Vietnam. Pada bulan Juli, sebuah kapal survei gas milik Cina dengan pengawalan kapal-kapal angkatan laut memasuki perairan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam, yang dipandang Hanoi sebagai pelanggaran kedaulatan teritorial negara itu.

Pentagon pekan lalu menuduh Beijing telah melakukan upaya "melanggar tatanan internasional yang berbasis aturan di kawasan Indo-Pasifik."

Langkah ini juga telah memperumit jalannya negosiasi atas apa yang disebut kode etik Cina di Laut Cina Selatan, yang disebut-sebut akan "menjamin perdamaian dan stabilitas." Washington menilai kode etik ini memaksa negara-negara ASEAN untuk menyetujui persyaratan yang tidak menguntungkan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Beijing.

Cina telah membangun tujuh pulau buatan yang dilengkapi dengan landasan pacu militer dan pos-pos mengawasan di Laut Cina Selatan.

Angkatan Laut AS sering melakukan apa yang disebut kebebasan bernavigasi di wilayah tersebut dengan berlayar di perairan internasional. Pelayaran ini sering bersinggungan dengan kapal-kapal angkatan laut milik Cina.

Laut Cina Selatan adalah rute perdagangan strategis dengan kapal-kapal yang melewatinya diperkirakan membawa barang dagangan senilai 5 triliun dolar AS per tahunnya. (ae/vlz)