1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS Bersiap Serang Suriah

28 Agustus 2013

Pasukan keamanan Amerika mempersiapkan serangan atas Suriah, meski berkeras itu bukan ditujukan untuk menumbangkan rezim tapi menghukum Presiden Bashar al-Assad yang menggunakan senjata kimia atas rakyatnya.

https://p.dw.com/p/19Xhw
Foto: Reuters/Jason Reed

Dasar bagi sebuah intervensi militer diungkapkan oleh Wakil Presiden Joe Biden, yang untuk pertama kalinya mengatakan bahwa serangan senjata kimia pekan lalu yang diperkirakan membunuh ratusan orang, hanya bisa dilakukan oleh pasukan Assad.

Tapi kemungkinan untuk mempercepat aksi militer dalam beberapa hari ini berhadapan dengan Damaskus, dimana para pejabat rezim telah berjanji akan melawan segala bentuk serangan dengan langkah-langkah “mengejutkan”, sementara aliansi Suriah yakni Rusia dan Iran telah memperingatkan soal konsekuensi langsung jika serangan dilakukan.

Pelanggaran atas Norma Penting

Inggris dan Prancis juga mendukung penggunaan kekuatan di Suriah, sementara Gedung Putih berjanji akan memaparkan bukti-bukti pekan ini bahwa serangan senjata kimia Rabu pekan lalu adalah pekerjaan pasukan rezim Assad.

Biaya ekonomi juga mulai dihitung, seiring dengan jatuhnya harga saham dunia dan naiknya harga minyak yang mencapai nilai tertinggi selama enam bulan terakhir.

Para analis kini menunggu untuk melihat rudal jelajah diluncurkan dari kapal selam, kapal perang dan kemungkinan juga pesawat milik Amerika dan sekutunya, yang akan mengarah ke Suriah dari luar perairan dan wilayah udara negara bergolak itu.

Biden mengatakan sebuah ”norma penting dunia” telah dilanggar di Suriah.

“Tak ada keraguan mengenai yang bertanggungjawab atas kekejian penggunaan senjata kimia di Suriah – rezim Suriah,“ kata Biden.

“Presiden (Obama-red) dan saya percaya bahwa mereka yang menggunakan senjata kimia atas laki-laki, perempuan dan anak-anak yang tidak bisa membela diri, harus dan musti bertanggungjawab.”

Majalah Foreign Policy mengungkapkan bahwa dinas rahasia AS telah menyadap komunikasi yang melibatkan seorang pejabat pertahanan Suriah pekan lalu yang berisi “percakapan telepon panik” dengan komandan unit senjata kimia.

Pejabat itu “menuntut jawaban atas sebuah serangan gas saraf yang membunuh lebih dari 1.000 orang,” tulis majalan tersebut. Foreign Policy juga menambahkan bahwa alasan utama AS adalah jelas karena Suriah telah menggunakan senjata kimia atas penduduk sipil.

Akan Melawan

Sementara dalam konferensi pers hari Selasa, Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem mengatakan Damaskus akan membela diri.

“Kami punya dua pilihan: menyerah atau membela diri dengan kekuatan yang kami miliki,” kata dia. ”Pilihan kedua adalah yang terbaik. Kami akan membela diri.”

Rezim Assad membantah telah menembakkan senjata kimia ke pinggiran Damaskus yang menewaskan banyak korban yang sedang tidur. Mereka mengatakan bahwa para pemberontaklah yang bertanggungjawab.

Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan militer Amerika telah siap beraksi menunggu perintah dari Presiden Barack Obama – meski para pembantu dekat presiden mengatakan bahwa keputusan final belum diambil.

Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan negaranya “siap menghukum” mereka yang ada di belakang serangan senjata kimia dan bahwa ia akan bertemu dengan pemimpin oposisi Suriah pada hari Kamis.

Di London, Perdana Menteri David Cameron menyerukan kembali kepada parlemen untuk mendiskusikan krisis ini dan mengecam bahwa penggunakan senjata kimia “secara moral tidak bisa dibela”.

Gedung Putih mengatakan bahwa aksi militer AS hanya ditujukan untuk membela prinsip bahwa senjata kimia tidak boleh dipergunakan – dan bukan bertujuan untuk menggulingkan Assad meski sebelumya menyerukan pemimpin Suriah itu untuk meninggalkan jabatan.

Sementara sekutu Suriah yakni Moskow tetap mempertahankan pendirian mereka menentang intervensi militer. Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin, lewat Twitter mengatakan: ”Kelakuan Barat atas dunia Islam seperti seekor monyet yang memegang granat”.

Sementara sekutu Damaskus lainnya yakni Iran, memperingatkan bahwa aksi Barat akan mengancam stabilitas dan keamanan wilayah.

ab/hp (afp,rtr,ap)