1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS dan Israel Tetap Terpecah Mengenai Iran

5 Maret 2012

Obama menyatakan AS dan Israel sepakat bahwa diplomasi merupakan cara terbaik mengatasi krisis program nuklir Iran. Obama bertemu PM Israel Benjamin Netanyahu hari Senin (5/3).

https://p.dw.com/p/14FX9
Barack Obama dan Benjamin Netanyahu di Washington
Barack Obama dan Benjamin Netanyahu di WashingtonFoto: dapd

Namun pandangan optimis tersebut tidak terucap secara langsung dari bibir sang pemimpin Israel di hadapan para wartawan di Gedung Putih. Menurut Netanyahu, Israel akan memutuskan sendiri cara mengatasi ancaman dari Iran. Pertanyaan terbesar dalam pertemuan Presiden Barack Obama dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memang apakah serangan militer menjadi cara terbaik untuk menghentikan bom nuklir Iran dalam beberapa bulan ke depan.

Banyak petinggi di pemerintahan Israel mendukung serangan militer dalam waktu dekat. Arah yang menurut pemerintahan Obama terlalu berbahaya dan prematur. Dalam konferensi pers bersama, Netanyahu melihat ke Obama sembari berkata, "Iran benar mengenai satu hal. Israel dan Amerika Serikat tidak dapat dibedakan sebagai musuh-musuh Iran. Kami adalah kalian dan kalian adalah kami."

Kedua pemimpin berusaha menyembunyikan perpecahan namun gerak-gerik keduanya dalam konferensi pers berkata berbeda
Kedua pemimpin berusaha menyembunyikan perpecahan namun gerak-gerik keduanya dalam konferensi pers berkata berbedaFoto: dapd

Obama berkampanye

Obama menyampaikan kepada Netanyahu bahwa Amerika Serikat memegang komitmen terhadap keamanan Israel, namun menolak terseret ke dalam perang. Meski Obama menambahkan, "Mencegah Iran memiliki senjata nuklir merupakan kepentingan Amerika Serikat. Kami tidak ingin ada perlombaan senjata nuklir di wilayah yang paling tidak stabil di dunia. Kami tidak ingin sebuah rezim yang menjadi sponsor teroris merasa mampu bertindak lebih agresif lagi."

Hari Minggu (4/3), Obama berpidato di hadapan komite urusan publik Amerika-Israel (AIPAC). Sebuah konstituensi penting dalam tahun pemilihan umum di Amerika. Obama menegaskan dirinya tidak menginginkan perang namun siap menyerang Iran apabila tidak ada opsi lain. Washington yakin Teheran mampu membuat senjata nuklir, namun belum memulainya. Pemerintahan Obama ingin memberi waktu bagi sanksi ekonomi untuk menambah tekanan terhadap Iran. Namun Israel menilai ancamannya terlalu besar untuk menunggu.

Yang jelas potensi tanggung jawab politik Obama menjadi semakin besar apabila kekerasan pecah di Timur Tengah sebelum pemilihan presiden akhir tahun ini.

Palestina kecewa

Palestina mengaku kecewa terhadap Presiden Barack Obama namun tidak kaget akan sambutan hangatnya terhadap Israel di tahun pemilu. Pidato Obama di hadapan pelobi pro-Israel AIPAC ditanggapi sebagai dukungan terhadap Israel. Kalangan skeptis semakin kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan Washington untuk menjadi perantara yang baik di Timur Tengah.

"Pidato Obama jelas adalah pidato pemilu, untuk memenangkan suara dan pengaruh warga Amerika Serikat dan Israel," ujar Hanan Ashrawi, seorang pejabat senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). "Kami tidak dapat percaya bahwa Presiden Amerika Serikat terang-terangan membuktikan dirinya baik bagi Israel, bahwa dirinya selama 3 tahun telah berbuat segalanya yang Israel minta."

Para petinggi Palestina memperingatkan bahaya mengesampingkan konflik Israel-Palestina. Selama perdamaian belum tercapai, stabilitas sulit tercapai di Timur Tengah. "Kami ingin Amerika Serikat berkomitmen terhadap proses perdamaian yang sebenarnya. Tapi Washington sibuk dengan pemilu," terang Nabil Abu Rdeneh, seorang penasehat bagi Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Ia mengeluh bahwa seluruh dunia hanya menunggu sementara Netanyahu melanjutkan pembangunan permukiman di tanah Palestina.

Carissa Paramita/ap/rtr

Editor: Hendra Pasuhuk