1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS: Duterte Picu Kekhawatiran di Dunia

24 Oktober 2016

Pemerintah Amerika Serikat melancarkan upaya diplomatik setelah Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan bakal "bercerai" dengan Washington. Duterte sendiri sudah meralat ucapannya.

https://p.dw.com/p/2RbmJ
Philippinen Präsident Rodrigo Duterte
Presiden Filipina Rodrigo DuterteFoto: picture alliance/dpa/C. Ebrano

Diplomat tinggi Amerika Serikat di Asia mengatakan ucapan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, telah menciptakan "iklim ketidakpastian" dan memicu situasi darurat diplomatik di Amerika dan negara lain. Daniel Russel, Asisten Menteri urusan Asia Timur dan Pasifik, adalah pejabat tertinggi pertama AS yang mengunjungi Filipina setelah kunjungan Duterte ke Cina.

Sepekan silam sang presiden mengatakan akan "bercerai" dengan Amerika dalam lawatannya di Beijing. Belakangan Duterte meralat pernyataannya sendiri. Menurutnya ia tidak bermaksud memangkas hubungan diplomatik dengan AS, melainkan cuma megakhiri arah kebijakan luar negeri yang terlalu berorientasi pada Washington.

"Saya jelaskan kepada Menlu Filipina Perfecto Yasay Jr. bahwa pernyataan presiden telah menciptakan kekhawatiran besar, tidak cuma di level pemerintahan, tetapi juga komunitas lain seperti warga Filipina (di Amerika) dan juga di kalangan bisnis," ujar Russel. "Ini bukan tren positif," imbuhnya.

China Peking Staatsbesuch Präsidenten Xi Jinping Rodrigo Duterte Philippinen
Rodrigo Duterte (ka.) bersama Presiden Cina, Xi Jinping (ki.) di BeijingFoto: Reuters/T. Peter

Bersamaan dengan kunjungan Russel, militer AS juga memodifikasi pesawat kargo C-130T untuk diserahkan kepada militer Filipina.

Kerjasama Militer dan HAM

Ketika ditanya apakah Filipina berniat serius membatalkan latihan militer bersama dengan AS di Laut Cina Selatan, Menlu Yasay enggan memberikan jawaban pasti. Duterte, katanya, hanya ingin agar latihan tersebut meningkatkan kemampuan militer "untuk bisa mandiri."

"Jika ini tidak tercapai, dia mengatakan tidak perlu lagi melanjutkan program tersebut."

Russel sendiri mengatakan pihaknya menyambut perbaikan hubungan antara Manila dan Beijing. "Adalah hal yang salah menganggap bahwa normalisasi hubungan antara kedua negara akan merugikan Amerika Serikat," tuturnya. "Perkembangan ini bersifat menambah, bukan mengurangi."

Kendati begitu Amerika tetap menekankan pentingnya pemerintahan Filipina menghormati Hak Azasi Manusia dalam perang narkoba yang hingga kini telah menelan 3800 korban jiwa. "Saya jelaskan pentingnya mengormati hak sipil penduduk. Dan itu adalah bagian penting dari upaya melindungi masyarakat juga," ujarnya.

Russel mengatakan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, telah menghubungi Yasay hari Senin (24/10) untuk membahas hubungan kedua negara.

rzn/hp (ap,rtr)