1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS Kenakan Sanksi Pada Jaksa Mahkamah Internasional Den Haag

3 September 2020

Pemerintah AS menjatuhkan sanksi kepada Jaksa Penuntut Mahkamah Pidana Internasional Fatou Bensouda. Washington marah karena penyelidikan Mahkamah di Den Haag atas dugaan kejahatan perang oleh pasukan AS di Afghanistan.

https://p.dw.com/p/3hvfu
Mahkamah Pidana Internasional ICC di Den Haag
Mahkamah Pidana Internasional ICC di Den HaagFoto: picture-alliance/AP Photo/P. Dejong

Pemerintahan Donald Trump bereaksi keras terhadap Mahkamah Pidana Internasional ICC di Den Haag karena menlanjutkan penyelidikan terhadap pasukan AS dengan tuduhan melakukan kejahatan perang di Afghanistan.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan Washington, pemerintahnya akan membekukan aset Jaksa Penuntut ICC Fatou Bensouda dan asistennya sebagai bagian dari penolakan Presiden Donald Trump terhadap mahkamah yang bermarkas di Den Haag itu.

AS juga telah memberlakukan larangan perjalanan pada Fatou Bensouda dan seorang pejabat ICC lainnya karena penyelidikan tersebut. "Hari ini kami mengambil langkah berikutnya, karena ICC terus menarget Amerika Serikat," kata Mike Pompeo kepada wartawan. "Kami tidak akan mentolerir upaya tidak sah untuk membuat warga Amerika Serikat tunduk pada yurisdiksi mereka."

Mike Pompeo menyebut Mahkamah Pidana Internasional sebagai "institusi yang benar-benar rusak dan korup."

Fatou Bensouda, Jaksa Penuntut di Mahkamah Pidana Internasional, Den Haag
Fatou Bensouda, Ketua Tim Jaksa Penuntut di Mahkamah Pidana Internasional, Den HaagFoto: picture-alliance/AA/A. Asiran

Asisten jaksa Mahkamah Pidana Internasional juga masuk daftar hitam

Salah satu pembantu utama Fatou Bensouda, Phakiso Mochochoko, juga dikenakan sanksi pembekuan aset, kata Mike Pompeo. Dia memperingatkan bahwa individu dan entitas lain yang mendukung Fatou Bensouda dan Phakiso Mochochoko juga bisa terkena sanksi AS.

Kementerian Luar Negeri AS telah memberlakukan larangan kunjungan pada orang-orang tertentu yang terlibat dalam upaya ICC untuk menyelidiki personel AS, tambah Mike Pompeo tanpa menyebut nama.

Presiden Donald Trump bulan Juni lalu menandatangani instruksi presiden yang mengizinkan kemungkinan sanksi terhadap anggota Mahkamah Pidana Internasional.

ICC di Den Haag ketika itu menyatakan "penyesalan yang mendalam" atas langkah AS dan mengatakan bahwa "serangan-serangan ini merupakan suatu eskalasi dan upaya yang tidak dapat diterima untuk mengganggu supremasi hukum dan proses peradilan oleh pengadilan."

HRW: Pemerintah AS "menghalangsi keadilan"

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) di Den Haag dibentuk tahun 2002. Amerika Serikat menolak ikut dalam insittusi ini karena khawatir serdadu dan anggota dinas rahasianya bisa dituntut dalam kasus genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

ICC bulan Maret lalu memutuskan untuk membuka penyelidikan atas kemungkinan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Afghanistan antara 2003 dan 2014, termasuk yang diduga dilakukan oleh pasukan AS dan dinas rahasia CIA.

Pemerintahan Donald Trump berulang kali memperingatkan bahwa pihaknya akan mengambil tindakan balasan jika penyelidikan itu tidak dihentikan.

Richard Dicker dari Human Rights Watch (HRW) menyebut sanksi pemerintah AS terhadap personel ICC itu sebagai upaya "menghalangi keadilan" bagi para korban.

"Pemerintahan Trump telah memutarbalikkan sanksi-sanksi ini untuk menghalangi keadilan, tidak hanya bagi korban kejahatan perang, melainkan juga bagi korban kekejaman di mana pun yang mencari keadilan ke Mahkamah Pidana Internasional, '' katanya sebagaimana dikutip kantor berita AP.

hp/rzn (rtr, afp, ap)