1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Konflik

AS Minta Rusia Kurangi Pasukan di Perbatasan Ukraina

14 April 2021

Presiden AS Joe Biden mendesak Rusia untuk mempertimbangkan kembali pengerahan pasukan di dekat perbatasan Ukraina. Rusia mengklaim banyaknya pasukan di perbatasan semata untuk melakukan latihan militer.

https://p.dw.com/p/3ryFg
Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin
Komunikasi antara Biden dan Putin merupakan percakapan kedua setelah Biden dilantik pada Januari laluFoto: Eric Baradat/Pavel Golovkin/AFP

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara di telepon pada hari Selasa (13/04) membahas banyaknya pasukan Rusia di daerah perbatasan dengan Ukraina dan rencana pertemuan puncak ketiga negara.

Sebuah pernyataan dari Gedung Putih mengatakan Biden "menyuarakan keprihatinan atas peningkatan jumlah pasukan militer Rusia di Krimea dan di perbatasan Ukraina, serta mendesak Rusia untuk mengurangi ketegangan."

Pernyataan itu menambahkan bahwa AS akan "bertindak tegas dalam membela kepentingan nasionalnya dalam merespons tindakan Rusia, seperti gangguan dunia maya dan campur tangan pemilu."

AS mengusulkan diadakannya pertemuan dengan Rusia, lantaran Biden menginginkan "hubungan yang stabil dan dapat diprediksi" dengan negara yang dipimpin Putin itu.

Joe Biden (kiri) dan Vladimir Putin (kanan) berjabat tangan di sebuah pertemuan pada tahun 2011
Kedua pemimpin pernah bertemu secara langsung ketika Biden masih menjabat sebagai Wakil Presiden ASFoto: Alexander Zemlianichenko/AP/dpa/picture alliance

Dalam sebuah pernyataan, Kremlin mengatakan, "kedua belah pihak menyatakan kesiapan melanjutkan dialog untuk memastikan keamanan global." Kedua presiden juga membahas kesepakatan nuklir Iran dan situasi yang sedang berlangsung di Afghanistan.

Konflik antara Rusia dan Ukraina

Rusia telah menempatkan ribuan pasukan siap tempur ke daerah perbatasan dengan Ukraina, sebuah langkah besar sejak Rusia merebut Krimea dari Ukraina pada 2014. Pertempuran antara pasukan pemerintah dan separatis yang didukung Rusia semakin intens di timur Ukraina dalam beberapa pekan terakhir.

Menurut pemerintah Ukraina, konflik yang telah berlangsung selama tujuh tahun itu telah menewaskan 14.000 orang.

Seruan Biden-Putin disampaikan ketika Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba bertemu dengan pejabat tinggi NATO di Brussels, yang juga dihadiri Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.

Melalui akun Twitternya, Stoltenberg mencuitkan Rusia harus mengakhiri pembangunan militernya di dan sekitar Ukraina.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menanggapi pernyataan itu dengan mengatakan pengerahan pasukan di dekat perbatasan Ukraina untuk melakukan "latihan tempur" sebagai respons atas gerakan militer NATO.

Dalam sambutannya yang disiarkan di televisi, Shoigu mengatakan bahwa latihan militer itu akan selesai dalam dua minggu ke depan. Kremlin memperingatkan NATO untuk tidak terlibat dalam situasi di Ukraina.

Rencana pertemuan puncak

Jika nantinya Biden dan Putin jadi bertemu, pertemuan itu akan menjadi KTT pertama antara kedua negara sejak 2018.

Selama KTT AS-Rusia sebelumnya, Putin bertemu dengan mantan Presiden AS Donald Trump di Helsinki. Sebelum KTT dimulai, Trump dikecam atas pernyataannya yang menyebut Rusia, Cina, dan Uni Eropa sebagai "musuh". Komentar Trump membuat Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan bahwa Uni Eropa tidak dapat lagi bergantung pada AS.

Intelijen AS ikut campur

Menurut laporan dari direktur intelijen nasional AS yang dirilis Selasa (13/04), Rusia kemungkinan akan "terus menggunakan berbagai taktik tahun ini" dalam upaya melemahkan pemerintah AS dan memecah belah aliansi internasional.

Salah satu taktik tersebut dapat mencakup "upaya destabilisasi terhadap Ukraina di tengah pembicaraan penyelesaian dan pertempuran tingkat rendah terus berlanjut."

Namun, menurut laporan 27 halaman itu, "Rusia tidak menginginkan konflik langsung dengan pasukan AS" dan "kami berharap Moskow mencari peluang untuk kerja sama pragmatis dengan Washington dengan caranya sendiri."

ha/hp (AFP, dpa, Reuters)