1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Australia Akhiri Kerja Sama Pertahanan dengan Myanmar

8 Maret 2021

Australia menangguhkan kerja sama pertahanan dengan Myanmar sekaligus mengalihkan bantuan kemanusiaan, lantaran kudeta militer masih berlangsung dan ditahannya seorang warga negara Australia.

https://p.dw.com/p/3qKhp
Demonstrasi menentang kudeta
Aksi protes menentang kudeta militer Myanmar terus berlangsung di Yangon (07/03)Foto: Str/AFP/Getty Images

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan pada hari Senin (08/03) bahwa diplomat dan kerabat hanya dapat menghubungi penasihat kebijakan ekonomi Sean Turnell dua kali melalui telepon, sejak dia ditahan pada awal Februari lalu. Payne menggambarkan akses itu sebagai "dukungan konsuler yang sangat terbatas."

"Kami yakin Profesor Turnell telah ditahan bersama dengan anggota senior pemerintah Myanmar termasuk Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint," kata Payne kepada wartawan.

"Kami tidak menerima kondisi dan alasan penahanannya. Kami berusaha kembali menerapkan demokrasi. Kami benar-benar mengupayakan dihentikannya tindak kekerasan bersenjata terhadap warga sipil yang melakukan protes secara damai. Semua yang kami lakukan, kami menuntut pembebasan Profesor Turnell," tambahnya.

Turnell ditahan setelah dia tiba di Yangon beberapa minggu lalu. Kedatangannya ke Myanmar adalah untuk menjadi penasihat pemerintah Suu Kyi.

Sebelumnya pada hari Minggu (07/03), Australia secara resmi menangguhkan program pelatihan pertahanan dengan Myanmar senilai 1,5 juta dolar Australia (Rp 16,5 miliar) selama lima tahun. Bantuan kemanusiaan Australia juga dialihkan dari entitas terkait pemerintah Myanmar. Sebaliknya, bantuan itu akan diberikan langsung ke sejumlah pihak yang paling rentan dan miskin di Myanmar termasuk Rohingya dan etnis minoritas lainnya.

"Kami akan memprioritaskan bantuan kemanusiaan kepada yang paling membutuhkan dan berusaha memastikan pertolongan ini disalurkan melalui organisasi non-pemerintah, bukan dengan pemerintah atau entitas terkait pemerintah," kata Payne. "Salah satu hal yang tidak ingin saya dan Australia lakukan adalah menghukum rakyat Myanmar."

Australia sebelumnya telah menjatuhkan sanksi termasuk embargo senjata dan sanksi yang menargetkan lima anggota angkatan bersenjata Myanmar. Payne menyebut sanksi ini akan terus ditinjau.

Serikat pekerja serukan aksi mogok

Serikat pekerja Myanmar mendesak anggotanya untuk melakukan aksi mogok mulai hari Senin (08/03), sebagai bentuk menentang kudeta dan meningkatkan tekanan pada pemerintah militer.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, mengatakan militer "dengan sengaja meneror penduduk" di Yangon. Atas tindakan tersebut, aliansi sembilan serikat pekerja merencanakan penutupan aktivitas ekonomi.

"Untuk melanjutkan kegiatan ekonomi dan bisnis seperti biasa ... hanya akan menguntungkan militer karena mereka menekan energi rakyat Myanmar," bunyi pernyataan bersama serikat pekerja. "Sekaranglah waktu untuk mengambil tindakan untuk mempertahankan demokrasi kita."

Seorang juru bicara militer enggan memberikan komentar terkait hal ini, dilansir kantor berita Reuters. Tentara mengklaim bahwa mereka menangani protes secara sah.

Pejabat NLD tewas di tahanan

Seorang pejabat dari partai yang digulingkan militer, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Khin Maung Latt tewas pada Minggu malam (07/03) di ruang tahanan kepolisian.

Ba Myo Thein, seorang anggota majelis tinggi parlemen yang dibubarkan pascakudeta, mengatakan terdapat luka di kepala dan tubuh Latt sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa dia telah dianiaya.

"Sepertinya dia ditangkap pada malam hari dan disiksa dengan kejam," katanya kepada Reuters. "Ini sama sekali tidak bisa diterima." Polisi di Pabedan, distrik Yangon tempat Khin Maung Latt ditangkap, menolak berkomentar.

ha/rap (AP, Reuters)