1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Australia Menuju Negara Adidaya Pengekspor Energi

Natalie Muller27 Desember 2013

Sebuah laporan mengklaim Australia dapat menjadi negara pebisnis besar energi dalam waktu 4 tahun. Namun terwujud tidaknya tergantung seberapa cepat pesaing lainnya masuk ke pasar Asia.

https://p.dw.com/p/1Ah4F
Foto: AP

Australia kaya akan sumber daya alam. Bahan mentah seperti bijih besi dan batubara menjadi komoditas ekspor utama, dan berkat lokasinya yang berdekatan dengan Asia, tidak ada kekurangan permintaan akan komoditas tersebut.

Namun lonjakan investasi pada sektor sumber daya lainnya - gas alam cair (LNG) – yang dapat mengantar Australia menuju kekuatan global dalam ekspor energi.

Bank Investasi Morgan Stanley menilai penguatan investasi di Australia dapat mendorong negara tersebut menjadi pengekspor LNG terbesar di dunia pada tahun 2017.

Geoffrey Kendrick, seorang pakar Asia Timur dari Morgan Stanley di Hong Kong, memperkirakan nilai ekspor LNG Australia akan naik dari 10,3 miliar Euro menjadi sekitar 29,8 miliar Euro dalam empat tahun mendatang. Ini berarti gabungan pemasukan dari batubara dan LNG akan menyaingi penghasilan dari bijih besi - ekspor terbesar Australia bernilai 42,2 miliar Euro per tahun.

Sebagian besar batubara dan bijih besi Australia dijual ke Cina
Sebagian besar batubara dan bijih besi Australia dijual ke CinaFoto: AFP/Getty Image

Ramai investasi gas alam cair

Australia adalah produsen LNG ketiga terbesar di dunia, setelah Qatar dan Malaysia, menurut Badan Energi Internasional (IEA). Mayoritas gas alam Australia dikirim ke Jepang, sementara ceruk terbesar hasil produksi bijih besi dan batubara diekspor ke mitra dagang terbesar Australia, yakni Cina.

Alasan lain mengapa Australia berada di posisi kuat untuk menjadi sebuah negara pebisnis besar energi tahun 2017, kata Kendrick, adalah kenyataan bahwa negara tersebut telah memperluas kapasitas produksi LNG sejak tahun 90-an. Australia kini memiliki proyek LNG terbanyak dibandingkan negara mana pun, dan akan mengecap keuntungan begitu konstruksi proyek-proyek tadi selesai para paruh kedua dekade ini.

Perluasan Terusan Panama bertujuan memberi jalan bagi kapal-kapal LNG
Perluasan Terusan Panama bertujuan memberi jalan bagi kapal-kapal LNGFoto: picture-alliance/dpa

Bisnis yang mahal

Amerika Serikat dan Kanada juga tengah membangun sejumlah pembangkit listrik LNG, namun tidak mempunyai infrastruktur memadai untuk mengirim hasil produksi ke Asia. Pembangunan fasilitas ekspor untuk mendistribusikan LNG butuh waktu dan dana. Begitu gas alam diekstraksi, perlu didinginkan dan diubah menjadi cairan sehingga dapat disimpan dalam kapal, sebelum nantinya diubah kembali menjadi gas.

"Rintangan yang harus dilewati sangat signifikan," ungkap Kendrick. "Perlu bertahun-tahun untuk membangun sebuah fasilitas ekspor. Dan biayanya miliaran Dolar." Ia yakin Australia akan tetap menjadi pengekspor LNG nomor satu tahun 2017 hingga setidaknya tahun 2025. Amerika Serikat butuh waktu untuk dapat menjadi pesaing serius. "Dalam 10 atau 15 tahun dari sekarang mungkin mereka dapat mengejar," katanya.

Namun Vlado Vivoda, seorang periset dari Institut Asia Universitas Griffith di Queensland, tidak terlalu yakin. Kompetisi dari pemain lainnya "dapat memperlambat keberuntungan Australia," paparnya, seraya menambahkan bahwa tingginya biaya proyek LNG di Australia dibandingkan proyek serupa di Kanada atau Mozambik dapat mengurungkan niat investor.

"Ini poin penting yang harus diangkat karena kerap tidak dihiraukan di Australia, terutama oleh pemerintah, yang tetap optimis terkait prediksi-prediksi hebat ini," tegasnya.

Energi surya terabaikan?
Energi surya terabaikan?Foto: J. Gifford

Rem untuk energi terbarukan?

Menurut laporan World Energy Outlook 2013, kebutuhan energi Asia di masa depan akan mengantar 'zaman keemasan' bagi ekonomi Australia. India tak lama lagi menjadi pengimpor batubara terbesar di dunia, dan Cina akan menyusul Amerika Serikat sebagai pengimpor minyak bumi terbesar, dan pada saat yang bersamaan juga mengimpor batubara dan besi untuk memproduksi baja.

Di Australia, dominasi ekspor sumber daya alam menenggelamkan pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, menurut Vivoda. "Jumlahnya tetap 2 persen dari seluruh suplai energi, yang tergolong aneh karena potensinya begitu besar," tuturnya. "Pemerintah mempertahankan komitmen pertama dan utama untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari ekspor sumber energi tradisional."