1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Baby Face Pembunuh Argentina

14 Juli 2014

Pemain tengah berbadan mungil Mario Goetze menuliskan sejarah bagi dirinya dan Jerman dengan mencetak gol penentu yang membuat negaranya menjadi juara dunia ke-empat kalinya.

https://p.dw.com/p/1CcEy
Foto: Reuters

Pemain berwajah bayi berumur 22 tahun itu mengontrol bola dengan dada dan melepaskan voli setelah menerima umpan Andre Schürrle pada menit 113, dan memastikan kemenangan Jerman di babak perpanjangan waktu atas Argentina di stadion Maracana, Rio de Janeiro.

"Super" Mario Götze masuk menggantikan striker veteran Miroslav Klose sesaat sebelum babak perpanjang waktu dimulai, dan golnya yang ke-11 dalam penampilannya yang ke-35 bagi kesebelasan Jerman ini akan dicatat oleh buku sejarah.

Ia dinobatkan sebagai pemain terbaik dalam pertandingan final, pada saat 'Die Mannschaft' menjadi satu-satunya kesebelasan Eropa yang pernah menjadi juara dunia di kandang Amerika Latin di kesempatan ke delapan.

Setelah memenangkan dua gelar Bundesliga bersama Borussia Dortmund, klub di mana ia bergabung sejak bocah berumur delapan tahun, Götze menjadi musuh nomor satu di mata penggemar Borussia, ketika pada April 2013 ia pindah dengan nilai transfer 37 juta euro ke rival Dortmud, yakni Bayern München.

Berita itu menyebabkan kegemparan di Jerman karena bintang terbaik Dortmund itu diumumkan pindah menjelang final Liga Champions, di mana akhirnya Borussia ditundukkan dengan skor menyakitkan 2-1 oleh Bayern.

Ia datang ke Brasil setelah melewatkan musim yang kurang memuaskan di Bayern di mana ia gagal mendapat tempat di tim inti karena kalah bersaing dengan para bintang München lainnya, meski ia mencetak 15 gol dan memberi 14 assist bagi kesebelasannya di semua ajang kompetisi.

Ia pertama kali menarik perhatian di tim nasional ketika bermain luar biasa dalam pertandingan persahabatan dengan Brasil, Agustus 2011, di mana ia ketika itu mencetak sebuah gol sangat indah dan membuat bintang Salecao yakni Nemar tenggelam.

Gol kemenangannya pada final piala dunia ini berbalik menjadi cerita sukses setelah dalam babak perdelapan final, Joachim Loew lebih banyak membangkucadangkannya karena bermain kurang meyakinkan selama penyisihan grup.

ab/yf (afp,ap,rtr)