1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Populis Kanan Jerman Dekati Yahudi, Buat Marjinalkan Muslim

12 Oktober 2020

Partai populis kanan Jerman gemar gunakan jargon “kebudayaan Kristen-Yahudi" untuk definisikan identitas Eropa, dan mengasingkan warga muslim, keluh sejarahwan Jerman. Padahal dulu kaum Yahudi mendapat permusuhan serupa 

https://p.dw.com/p/3joGA
Demonstrasi menentang masuknya migran asing yang digelar partai populis kanan, Die Rechte, di Essen, Jerman.
Demonstrasi menentang masuknya migran asing yang digelar partai populis kanan, Die Rechte, di Essen, Jerman. Foto: picture-alliance/J. Tack

Belakangan istilah “kebudayaan Kristen dan Yahudi” sering digunakan oleh kelompok konservatif kanan, ketika mewacanakan akar identitas Jerman di tengah arus pengungsi Timur Tengah dan Afghanistan. Gagasan itu berangkat dari anggapan, bahwa kedua agama Samawi berperan besar membentuk kebudayaan Eropa. 

Anggapan itu ditepis oleh sejarahwan Jerman, Wolfgang Benz. Eropa “yang berakar pada kebudayaan Kristen dan Yahudi,” tidak pernah ada, kata bekas Direktur Pusat Penelitian Anti-Semitisme Berlin itu. 

Menurutnya gagasan tersebut “adalah sebuah penghinaan” bagi sejarah. Karena selama 2000 tahun, mayoritas Kristen berusaha membatasi pengaruh Yahudi lewat Pogrom dan diskriminasi massal. “Istilah semacam itu bisa tenar dengan cepat, dan politisi cuma saling membeo satu sama lain” , tegas Benz.

Marjinalisasi lain muncul lewat fenomena “kritik Islam,” yang seringkali digunakan untuk menutupi sikap permusuhan terhadap warga muslim, imbuh Benz. “Bahkan jika mereka menyangkal,” katanya, mereka tetap meyakini “bahwa Islam harus diperangi.” 

Metode dari masa lalu 

Pria berusia 79 tahun itu pernah memicu polemik satu dekade silam, ketika menerbitkan buku berjudul “Musuh dari Timur,” yang mewacanakan “bagaimana ketakutan terhadap muslim mengancam Demokrasi.” 

Di dalamnya dia menulis, “kritikus Islam” masa kini berusaha mengasingkan minoritas Muslim, dengan metode yang sama seperti yang digunakan di abad ke18 dan 19 untuk memarjinalkan kaum Yahudi. Untuk tulisannya itu Benz mendapat banjir dukungan, meski juga dihujani kritik dan kecaman. 

Hasil jajak pendapat tentang toleransi terhadap minoritas muslim dan LGBTQ+ di lingkaran sosial rumah tangga di Jerman, 2018.
Hasil jajak pendapat tentang toleransi terhadap minoritas muslim dan LGBTQ+ di lingkaran sosial rumah tangga di Jerman, 2018.

Baginya menarik,” kenapa kalangan mayoritas masih meminggirkan kaum Sinti dan Roma, Muslim, Yahudi atau minoritas lainnya.” Benz meyakini, sikap antipati tidak disebabkan oleh identitas atau budaya kelompok minoritas, “melainkan gambaran tentang minoritas yang diciptakan sendiri di kepala,”kata dia. 

“Sentimen antiminoritas lahir dari rasa takut bahwa kita sedang dikepung musuh. Argumentasi kaum kanan di AfD (partai populis-kanan Jerman), menunjukkan bahwa mereka didorong motif irasional dan rasa rakut. 

Dehumanisasi dan demonisasi minoritas 

Sementara bagi Detlef Pollack, gelombang Antisemitisme dan Islamofobia di bagian timur Jerman mengikuti pola yang berbeda. Guru Besar Sosiologi Agama di Universitas Münster itu melihat “mekanisme pelampiasan amarah” oleh “mereka yang tidak puas” yang kemudian melahirkan permusuhan kepada minoritas. 

Hal serupa diungkapkan Ronen Steinke, penulis buku “Teror melawan Yahudi” yang mengupas gelombang antisemitisme di Jerman. Menurutnya kebencian terhadap Yahudi dan Muslim memiliki kesamaan, yakni “dehumanisasi” dan “demonisasi” terhadap kedua umat. 

Kedua fenomena kini mengalir lewat sikap politik partai Alternative für Deutschland (AfD). Partai yang dikenal kritis terhadap migran Muslim itu berusaha mengusir citra antisemit dengan merangkul pemilih Yahudi. 

Dalam editorial di harian Sueddeutsche Zeitung, Steinke meyakini AfD mendekati komunitas Yahudi untuk mengumpulkan dukungan pemilih arus utama, “supaya bisa lebih giat menghasut melawan kelompok yang termarjinalkan di masyarakat.” 

Partai populis kanan, menurut Steinke, “memetik keuntungan” paling besar dari fenomena Antisemitisme. “Kebangkitan politik mereka dalam beberapa tahun terakhir membuat kehidupan bagi warga Yahudi semakin sulit, bahkan berbahaya secara fisik.” 

rzn/as (dpa, kna, sz)