1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahas Libya, NATO Lakukan Pertemuan di Berlin

14 April 2011

Kelanjutan operasi di Libya menjadi tema utama pertemuan menteri luar negeri NATO di Berlin, Rabu (14/04). Walau berbeda sikap tentang intervensi militer, NATO punya satu tujuan, mengakhiri rejim Gaddafi.

https://p.dw.com/p/10td0
Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen, dalam konferensi pers di Berlin, Kamis (14/04)
Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen, dalam konferensi pers di Berlin, Kamis (14/04)Foto: dapd

Hanya enam dari 28 anggota NATO yang bergabung dalam serangan udara untuk melindungi rakyat sipil Libya dari pasukan Gaddafi. Separuh dari total penerbangan dilakukan oleh pesawat tempur Perancis dan Inggris. Fakta ini tak bisa dilepaskan dari kemungkinan alotnya pertemuan dua hari di Berlin, Kamis ( 14/03) dan Jumat (15/03) dalam mencapai kesepakatan mengenai kelanjutan operasi militer di Libya.

Namun, Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen membantah adanya perpecahan, "NATO bersatu padu. Seperti Anda tahu, semua keputusan dalam NATO diambil menurut konsensus dan sesuai konsensus kami memutuskan untuk mengambil tanggungjawab penuh bagi seluruh operasi. Yaitu perlindungan bagi rakyat sipil, penerapan zona larangan terbang juga pelaksanaan embargo senjata. Dan sebuah aliansi yang bersatu lah yang mengam,bil keputusan itu dan merupakan tujuan kami untuk melaksanakan sepenuhnya resolusi Dewan Keamanan."

Upaya untuk menyelenggarakan zona larangan terbang menduduki peringkat tertinggi dalam agenda para menteri luar negeri NATO. Tiga pekan serangan udara tidak membuat pasukan Muammar Gaddafi tunggang-langgang. Perancis dan Inggris mendorong agar bertindak lebih agresif. Pejabat kedua negara juga mengatakan, kekuatan militer Washington diperlukan untuk menjamin kesuksesan misi di Libya. Namun pemerintahan Obama bersikeras, Amerika Serikat akan tetap pada rencananya untuk tetap duduk di kursi belakang.

Sejak awal, Perancis enggan menyerahkan pada NATO kontrol misi Libya yang dilancarkan Paris dengan koalisi AS-Inggris bulan Maret lalu. Sementara Jerman dan Turki menentang intervensi militer apapun, mencetuskan perdebatan tersengit sejak perang yang dipimpin AS di Irak tahun 2003.

Pertemuan menteri luar negeri negara anggota NATO di Berlin, Kamis (14/04)
Pertemuan menteri luar negeri negara anggota NATO di Berlin, Kamis (14/04)Foto: AP

Kini, Paris bertambah frustasi dengan langkah serangan udara seiring pertempuran yang berubah menjadi tarik tambang antara pasukan rejim dan pemberontak, di mana Gaddafi berkubu di Tripoli dan oposisi menguasai wilayah timur Libya. NATO sudah menjadi sasaran kritik pemberontak yang mendesak aliansi Barat menjatuhkan lebih banyak bom terhadap tank dan artileri Gaddafi.

Kamis pagi (14/04), sebelum pertemuan di Berlin dimulai, Menteri Luar Negeri Perancis Alain Marie Juppe mengatakan, Perancis tak berpikir untuk mempersenjatai pemberontak. Selain itu, intervensi militer dengan mandat PBB yang dilakukan oleh koalisi Barat tidak akan cukup untuk mengakhiri 41 tahun kediktatoran Gaddafi. Resolusi politik juga diperlukan, kata Juppe, karena tak ada solusi militer bagi masalah Libya melainkan hanya solusi politik.

Hal ini diamini Jerman, yang sejak awal memang tak mendukung operasi militer di Libya. Menlu Jerman Guido Westewelle mengatakan, yang berbeda hanya cara mencapai tujuan. Tujuannya sama, bahwa Gaddafi harus angkat kaki agar Libya punya masa depan yang lebih baik.

Menlu AS Hillarry Clinton dan Kanselir Angela Merkel mempertegasnya sebelum pembicaraan resmi NATO dimulai Kamis ini. Rejim Gaddafi harus diakhiri, titik.

Sebuah pandangan yang tak akan diamini sang diktator. Kamis ini dilaporkan, pasukan Gaddafi menembakkan rudal ke kota Misrata yang mereka kepung. Pemberontak di Mirata, satu-sataunya benteng pertahanan gerakan perlawanan di Libya Barat mengatakan, 23 orang tewas saat sedikitnya 80 rudal Grad buatan Rusia ditembakkan ke kawasan pemukiman.

Renata Permadi/dpa,afp,rtr

Editor: Yuniman Farid