1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahaya Efek Cemaran Cahaya

Ceci Leal dan Maurício Cancilieri18 April 2014

Pernahkah Anda mendengar yang namanya efek cemaran cahaya? Ternyata penerangan artifisial pada malam hari bisa menimbulkan dampak negatif bagi penghuni bumi.

https://p.dw.com/p/1Bkh4
Foto: DW

Bumi pada malam hari: Dari ruang angkasa terlihat titik-titik terang - inilah penerangan artifisial. Kelihatannya bagus, tapi dampaknya tidak bagus.

Yang paling cemerlang adalah kota-kota besar. Penerangan artifisal penting bagi manusia, tapi ada juga bahayanya, yakni efek cemaran cahaya.

Pakar astronomi Harald Bardenhagen meneliti fenomena ini. "Cahaya pada malam hari bisa menimbulkan dampak negatif. Baik pada kesehatan manusia maupun pada biodiversitas, juga cahaya buatan membuat cahaya bintang tak terlihat," ungkapnya.

Tak hanya manusia

Untuk banyak hewan, dampaknya fatal. Burung kehilangan orientasi dan menabrak bangunan yang bercahaya. Atau penyu, yang berpatokan pada cahaya bulan untuk menemukan laut.

Cahaya di kota membingungkan anak penyu. Bukannya merayap ke arah laut, sebaliknya tukik merayap ke arah daratan, dan mati kekeringan. Juga manusia, merasakan dampak negatif cemaran cahaya.

"Efek pada kesehatan manusia, akibat jam biologis terganggu, risiko terkena kanker payudara atau prostat meningkat, akibat cahaya buatan di malam hari," jelas Bardenhagen.

Solusi yang tepat

Harald Bardenhagen juga meneliti solusinya. Ia mencari cahaya yang ideal. "Cahaya dari lampu ini datar, dan hanya mengarah ke bawah," sembari memperlihatkan lampu dalam laboratoriumnya.

Cahayanya tidak terbiaskan, artinya lingkungan semakin sedikit tercemar cahaya. Namun Bardenhagen menambahkan, "Yang paling ideal tentu saja sesedikit mungkin sumber cahaya. Dan matikan lampu jika tidak perlu."

Para periset juga meneliti warna cahaya. Karena ini mempengaruhi jam biologis manusia. Bardenhagen memilah spektrum cahaya dengan bantuan komputer.

Cahaya putih di malam hari paling tidak sehat. Ini adalah cahaya matahari. Akibatnya, pada malam hari bioritme manusia jadi kacau. Cahaya yang diserap indera penglihatan sebagai kuning, terdiri dari spektrum kuning dan merah. Cahaya kuning tidak terlalu mempengaruhi organisme, artinya cahaya lebih sehat.

Bardenhagen menyarankan, jika memungkinkan di malam hari hanya menggunakan sumber cahaya kuning, atau memakai kacamata ini, untuk menyeimbangkan spektrum cahaya.

Tertib kawasan

Di beberapa negara Eropa, sudah ada undang-undang untuk mencegah cemaran cahaya. Presiden jawatan Jerman untuk perlindungan alam, Beate Jessel, sebaliknya menegaskan, peraturan bukan satu-satunya cara untuk mengurangi cemaran cahaya.

Lampu LED karya Institut Fraunhofer IAF yang dipamerkan saat Pameran Hannover 2014
Lampu LED karya Institut Fraunhofer IAF yang dipamerkan saat Pameran Hannover 2014Foto: DW/F. Schmidt

"Menurut saya, tidak selalu harus diatur undang-undang dari atas. Melainkan lebih banyak mengajak kawasan dan distrik untuk ikut menyesuaikan pencahayaannya," tutur Jessel. "Dan juga dalam keseharian, setiap paguyuban atau setiap orang bisa ditingkatkan kesadarannya untuk ikut berpartisipasi."

Langit menjadi gelap

Bardenhagan mencintai bintang-bintang. Tapi dewasa ini, ia nyaris tidak bisa menikmati cahaya bintang, akibat cemaran cahaya artifisial.

"Bayangkan, jika hal ini terjadi empat atau lima ribu tahun lalu, orang tidak bisa melihat cahaya bintang di langit. Kemungkinan tidak ada yang sampai pada visi, ada kaitan antara musim dengan peredaran bintang. Kita tidak punya kalender, dan pasti tidak ada di sini," paparnya.

Tidak ada keraguan, bumi perlu cahaya, tanpa itu kita tidak bisa hidup. Tapi pandangan ke langit berbintang juga diperlukan. Apakah kita masih bisa menikmatinya di masa depan? Itu tergantung apakah kita bisa mengatasi pencemaran cahaya.