1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Balada Bansos Corona DKI Jakarta, Disorot 3 Menteri Jokowi

Detik News
8 Mei 2020

Tiga menteri Jokowi soroti bantuan sosial DKI Jakarta di tengah pandemi corona. Sorotan itu ditujukan pada tidak adanya anggaran dan data penerima bansos yang simpang siur.

https://p.dw.com/p/3bvLm
Anies Baswedan - Gubernur DKI Jakarta
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Raharjo

Sri Mulyani menyebut Gubernur Anies Baswedan tidak punya anggaran bantuan sosial di DKI. Sri Mulyani mengaku mendapat informasi itu dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.

Hal itu disampaikan dalam rapat kerja (raker) Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah, Rabu (06/05).

"Kami dapat laporan dari Menko PMK, ternyata DKI yang tadinya cover 1,1 juta warganya, mereka tidak punya anggaran dan minta Pempus yang covering terhadap 1,1 juta," kata Sri Mulyani.

"Jadi tadinya 1,1 juta adalah DKI dan sisanya 3,6 juta pemerintah pusat, sekarang semuanya diminta cover oleh pemerintah pusat," tambahnya.

Penerima sama

Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara mengungkapkan sejumlah permasalahan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) sembako bagi warga DKI Jakarta. Salah satu permasalahan yang diungkap ialah hampir semua penerima bantuan dari DKI dapat dobel.

"Banyak sekali, atau hampir semua yang terima bantuan sembako Kemensos ini ternyata sudah terima bantuan sembako dari Pemprov DKI. Pada saat ratas (rapat terbatas) terdahulu kesepakatan awalnya sebenarnya tidak demikian," kata Juliari dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI yang digelar secara virtual, Rabu (06/05).

Juliari menjelaskan, dalam rapat terbatas, Gubernur Anies Baswedan meminta bantuan Kemensos untuk meng-cover keluarga yang tidak dapat bansos sembako dari Pemprov DKI. Namun data penerima bantuan yang diterima Kemensos ternyata sama dengan yang dimiliki Pemprov DKI.

"Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover keluarga yang tidak bisa di-cover oleh DKI. Artinya apa? Mereka tidak melayani atau tidak memberikan data yang sama antara penerima bantuan sembako DKI dengan sembako Kemensos," papar Juliari.

"Tapi yang terjadi di lapangan, ternyata datanya sama persis. Ini kami temui tidak di satu-dua titik, tapi di belasan titik. Saya sendiri berdialog dengan RT, RW di lapangan, dan warga," imbuhnya.

Sinkronisasi data

Menko PMK Muhadjir Effendy mengaku sempat bersitegang dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Penyebabnya adalah ketidaksinkronan data mengenai penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona (COVID-19) di Jakarta.

Muhadjir menyinggung soal koordinasi mengenai data bansos dengan Pemprov DKI. Dia mengaku sempat menegur Anies karena khawatir ada kekacauan penyaluran bansos di lapangan.

"Dan inilah yang banyak dan itu tidak ada dalam data karena itu sekarang problemnya data, termasuk di DKI yang sekarang kita bantu ini problem data, belum lagi sinkronisasi, koordinasi yang dimaksud oleh Pak Djayadi tadi. Misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik menarik artinya cocok-cocokkan data bahkan kemarin saya dengan Pak Gubernur, agak saya tegur keras Pak Gubernur, karena kemarin waktu rapat kabinet terbatas, dia menyodorkan data miskin baru di Jakarta itu sekitar 3,6 juta orang beliau menyampaikan akan bisa mengatasi yang 1,1 kemudian sisanya minta ditangani oleh pusat," ujar Muhadjir.

Muhadjir mengatakan data dari RT/RW terkait warga yang berhak menerima bansos tidak dilaporkan. Menurut Muhadjir, hal itu bisa menyebabkan keributan di tengah masyarakat.

"Karena itu perorangan maka kemudian kita breakdown menjadi keluarga kemudian Kemenko PMK, pak mensos, melalui Mensos kita alokasikan 1,3 juta kepala keluarga yang akan kita supply, tetapi di lapangan ternyata bahwa bantuan gubernur itu sekadar untuk mengisi kekosongan pemerintah pusat mengisi, kan di lapangan jadi kacau kenapa? karena daftar yang diturunkan oleh DKI ke Kemensos, data yang kemarin menerima bantuan Gubernur. Sementara RT/RW seperti Pak Djayadi sebut itu punya data sendiri yang itu mestinya dikirim ke Kemensos tapi itu tidak dikirim ke Kemensos, ketika datang bantuan dari kita, yang tercatat tuntut supaya itu haknya, sementara yang didaftar tuntut juga, sudah didaftar kok nggak dikasih, bayangkan di lapangan," kata Muhadjir.

Muhadjir lantas meminta Anies untuk tidak merubah data yang telah disepakati dalam rapat kabinet terbatas. Jangan sampai, kata Muhadjir, masyarakat ribut di lapangan kemudian melampiaskan kekesalannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

DPRD DKI bela Anies

DPRD DKI pun angkat bicara terkait hal ini. DPRD menyorot balik pernyataan Sri Mulyani. Pimpinan DPRD DKI Jakarta menyesalkan pernyataan Sri Mulyani.

"Saya sangat menyayangkan pernyataan Menkeu seperti itu, seolah pemprov angkat tangan. Ini bukan masalah keuangan atau kinerja, hindari untuk memojokkan di saat seperti ini. Rasanya kental politis, yang sudah baik saja belum tentu dibilang baik," kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani dalam keterangan tertulis, Kamis (07/05).

Zita menyebut Pemprov DKI sudah melakukan banyak hal, pemberlakuan PSBB dan pendistribusian bantuan sosial pertama kali dilakukan DKI. Pendapatan daerah DKI menyusut sampai 53% tapi menurutnya Anies tetap memfasilitasi penginapan dan kebutuhan perawat, mengurangi jam operasi kendaraan umum, tetap berani mengambil langkah untuk melawan wabah Corona.

Zita menyebut permintaan Anies kepada pusat untuk meng-cover bansos di DKI karena ingin warganya baik-baik saja.

"Justru Pak Anies minta dibantu cover sama pusat karena ingin warganya sejahtera. Sekarang sudah bukan soal pencitraan ke publik, intinya masyarakat harus terjamin kebutuhannya dan wabah segera berlalu," ucap Zita.

"Banyak hal yang harus dilakukan di DKI, bukan hanya untuk bantuan sosial dan kesehatan tetapi pemulihan perekonomian kita juga perlu dipikirkan, biaya yang dibutuhkan sangatlah besar," imbuh Zita.

Pemprov DKI berinisiatif bagi sembako sebelum PSBB

Terkait hal itu, Pemprov DKI Jakarta menyatakan pihaknya telah mendistribusikan bantuan sosial sebelum penerapan PSBB. PSBB di Jakarta sudah diterapkan sejak pertengahan April lalu.

"Kami sudah menerapkan pembatasan itu sebelumnya dan rakyat akan kesulitan pangan jika belum ada bansos pangan sejak PSBB diberlakukan. Sehingga, kami Pemprov DKI Jakarta telah membagikan bansos terlebih dulu untuk mengisi kekosongan itu," terang Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, dalam rapat lintas Pemerintah Daerah dan Kementerian terkait bansos melalui telekonferensi di Balai Kota Jakarta, Senin (04/05).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaku berinisiatif mendistribusikan bantuan sosial (bansos) sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlaku 10 April 2020. Pemprov DKI menyebut sejumlah pembatasan telah diterapkan di wilayah Ibu Kota untuk menekan penyebaran COVID-19 sejak pertengahan Maret. Ini disebut membuat perekonomian di Jakarta tak pelak jadi melesu.

Pemprov DKI lalu berbicara soal distribusi bansos oleh pusat. Pemprov DKI menyebut Pusat baru akan mendistribusikan bansos pada 20 April 2020 kepada warga miskin dan rentan miskin yang terdampak COVID-19.

Pemprov DKI Jakarta menyebut pendistribusian bantuan itu untuk menghindari munculnya kekurangan pangan yang bisa berdampak pada keresahan sosial. Oleh sebab itu, Pemprov DKI berinisiatif membagikan sembako itu dengan sesegera mungkin, yakni sehari sebelum dimulainya PSBB. (Ed: gtp/rap)

 

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Saat 3 Menteri Jokowi Soroti Bansos DKI