1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bali Gelar Konferensi Non Blok

25 Mei 2011

50 tahun setelah dideklarasikan, para menteri luar negeri negara-negara Non Blok bertemu di Bali. Konferensi kali ini digelar di tengah perubahan politik yang sedang terjadi di kawasan Arab.

https://p.dw.com/p/11NoF
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato dalam acara pembukaan Konferensi Non Blok ke 16 di Bali, Rabu (25/05)Foto: dapd

Demokrasi menjadi isu yang dibahas dalam pertemuan negara-negara Non Blok. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap agar negara-negara Non Blok menjadi motor demokratisasi di dunia. "Harus dapat menjadi kontributor utama dalam pembangunan politik untuk mempromosikan demokrasi dan juga pengebangan pemerintahan yang baik. Sedangkan terhadap demokratisasi akan terus berjalan , permintaan akan pemerintahan yang baik akan terus berkembang pula. Gerakan ini harus berada di garis terdepan dalam proses pengembangan politik global.”

Presiden Yudhoyono berharap pergeseran kekuasaan, yang kini sedang terjadi di sejumlah negara dunia, tidak membawa ketegangan baru terhadap keamanan internasional. Yudhoyono menyerukan semua bangsa untuk memecahkan perbedaan dan konflik melalui dialog, negosiasi dan cara damai lainnya

Gelombang demokratisasi hingga kini masih berlangsung di sejumlah negara Arab. Selain Tunisia dan Mesir, negara-negara lain di kawasan itu kini berhadapan dengan gelombang protes masyarakat yang menuntut keterbukaan politik. Gerakan itu direspon dengan cara represif hingga menimbulkan korban di negara-negara, seperti Suriah, Yaman dan Libya.

Dalam konferensi non blok kali ini, Libya tidak diundang. Departemen Luar Negeri Indonesia beralasan, dua pihak baik pemerintahan Gaddafi maupun kelompok oposisi pemberontak minta diundang dan dilibatkan dalam konferensi. Dan Indonesia memutuskan tidak mengundang keduanya.

Konferensi Tingkat Menteri ke-16 Gerakan Non Blok yang berlangsung di Bali juga menyoroti peran Dewan Keamanan PBB, yang dianggap belum mengakomodasi peran dan keterwakilan negara-negara berkembang. Selain itu, penggunaan hak veto di Dewan Keamanan dianggap tidak proporsional.

Ketua Gerakan Non Blok Dr. Nabil Al-Araby memberi contoh kasus Palestina. “Contoh terbesar adalah isu Palestina, karena peran Dewan Keamanan PBB semakin tersingkir. Upaya pertemuan juga tidak pernah mencapai suatu kesepakatan. Masalah ini diperberat oleh upaya negara lain untuk mendefinisikan ulang konsep multilatral sesuai kepentingan mereka sendiri, tanpa memperhatikan perbedaan yang ada di masyarakat."

Indonesia juga mendukung upaya reformasi di dalam tubuh Dewan Keamanan PBB. Negara-negara berkembang harus terwakili, kata juru bicara Kementrian Luar Negeri Tengku Faizasyah.

Konferensi Gerakan Non Blok di Nusa Dua, Bali ini dihadiri 128 negara, yang terdiri dari 95 negara anggota Non Blok, 13 negara peninjau, dan 20 negara tamu.

Muliarta

Editor: Andy Budiman