1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ban Ki Moon dan Korea Utara

Rainer Süttfeld14 Oktober 2006

Seperti halnya dalam pencalonannya, terpilihnya Ban Ki Moon sebagai Sekretaris Jenderal PBB yang baru dibayang-bayangi konflik dengan Korea Utara.

https://p.dw.com/p/CJa2
Ban Ki Moon
Ban Ki MoonFoto: AP

Sementara Dewan Keamanan belum sepakat dalam masalah Korea Utara, setidaknya terpilihnya Ban didukung oleh suara bulat. Menteri Luar Negeri Korea Selatan itu mendapat tepuk tangan yang riuh, setelah pendahulunya, Kofi Annan, mengucapkan selamat sukses dalam jabatannya yang baru. Kofi Annan yang masa tugasnya berakhir 31 Desember mendatang memperingatkan penggantinya dengan kata-kata sekretaris jenderal pertama PBB, yaitu: ia akan mengambil alih pekerjaan yang paling sulit di dunia.

Tetapi Annan menambahkan, pekerjaan itu adalah yang paling baik di dunia. Terutama karena karir sang diplomat juga menunjang pekerjaannya, yaitu pengalamannya yang sangat banyak, hubungannya yang luas dan kemampuannya untuk bekerjasama secara efektif. Ban Ki Moon juga akan ikut dalam usaha pemecahan masalah Korea Utara. Sebelum terpilih ia mengemukakan, hubungannya dengan negara tetangga yang komunis itu, serta pengalamannya dalam pembicaraan enam partai akan membantunya dalam misi sebagai Sekretaris Jenderal PBB.

Duta Besar AS untuk PBB John Bolton menuntut Ban agar memacu reformasi PBB. Sementara pengeritik menilai Ban kurang memiliki pengaruh di luar PBB dan di depan media massa. Ia hanya dianggap rajin dan sopan. Tetapi pidato pertamanya di depan wakil dari 192 negara tidak menunjukkan kurangnya keyakinan diri. Dan ia menjawab kritik itu dengan mengatakan: kerendahan hati adalah nilai luhur Asia, yang sudah membangun sejumlah besar keberhasilan di benua itu.

Sementara itu, John Bolton berusaha melancarkan tekanan atas Cina dan Rusia. Kedua negara itu masih menginginkan perubahan dalam rancangan resolusi terhadap Korea Utara. Sabtu (14/10) ini direncanakan akan diadakan pengumpulan suara untuk rancangan yang diajukan AS. Agar usulannya diterima, AS sudah mengadakan sejumlah perubahan. Pengawasan semua impor-ekspor dengan Korea Utara diperlonggar. Demikian halnya embargo senjata.

Walaupun paragraf 7 Piagam PBB, yang membenarkan penggunaan senjata masih disingggung, tetapi, agar Cina tidak menentang rancangan itu, dinyatakan bahwa serangan militer tidak akan dijalankan. Namun itu hanya sebagian dari sejumlah kompromi yang belum dibicarakan. Pemerintah di Moskow juga menuntut perubahan. Duta Besar Rusia Tschurkin menyatakan, tekanan AS ibaratnya serangan dari belakang. Ia menyerukan semua pihak agar lebih obyektif, karena resolusi itu menyangkut hal yang sangat penting. (ml)