1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bank Data Neo Nazi Dikritik Para Pakar

20 Maret 2012

Para pakar hukum dan perlindungan data mengritik rencana pembentukan bank data anggota Neo Nazi, karena terdapat bahaya hanya dihimpun data ideologi beleka.

https://p.dw.com/p/14OFV
Foto: picture-alliance/dpa

Aparat keamanan Jerman tetap menilai bank data Neo Nazi sebagai senjata ampuh dalam perang melawan kelompok ekstrim kanan. Tapi para pakar hukum dan pelindung data, menuntut perbaikan sistem secara mendasar. Mereka kembali menunjukkan kelemahan aparat keamanan Jerman, yang lebih 10 tahun lamanya gagal melacak dan mengungkap serial pembunuhan warga asing oleh kelompok Neo Nazi sel teror Zwickau.

Direktur jawatan federal Jerman untuk perlindungan konstitusi, Heinz Fromm berulangkali mengakui, adanya kesalahan dalam perang melawan ekstrimisme kanan. Tapi ia juga menolak tudingan, secara umum aparat keamanan gagal. Tudingan muncul terkait kegagalan pengusutan serial pembunuhan oleh sel teror Neo Nazi selama lebih 10 tahun.

Sonderkonferenz Rechtsextremismus Terrorismus Fromm Ziercke
Heinz Fromm (ki.),dan Joerg Ziercke (ka),Foto: dapd

Juga direktur jawatan kriminal Jerman, Jörg Ziercke mengungkapkan bantahan senada. Ketika serial pembunuhan 9 warga migran dan seorang polisi wanita antara tahun 2000 hingga 2007 oleh sel teror Neo Nazi terungkap bulan November 2011, terlihat jelas terjadinya masalah amat banyak menyangkut komunikasi dan kewenangan lintas jawatan.

Kurang koordinasi dan komunikasi

Terutama kurangnya pertukaran informasi diantara 36 jawatan pelindung konstitusi dan jawatan kriminal di tingkat federal dan negara bagian, yang diduga menghambat pengusutan serial pembunuhan warga migran itu.

Walaupun para pelaku pembunuhan sudah diincar oleh jawatan pelindung konstitusi di negara bagian Thüringen, namun mereka dapat menyembunyikan diri, dan terus melakukan aksi terornya selama bertahun-tahun.

Fahndungsfoto 1998 Neonazi Trio Böhnhard Zschäpe Mundlos Terrrorismus
Sel terror Neo Nazi Zwickau, trio Zschäpe, Böhnhard dan MundlosFoto: picture-alliance/dpa

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, pemerintah Jerman merencanakan pendirian pusat data ekstrim kanan, dimana kepolisian dan dinas rahasia memiliki akses bersama. Rancangan undang-undangnya sudah disusun. Tapi sejumlah pakar hukum dan perlindungan data masih memiliki sejumlah pertimbangan keberatan.

Pasal mengambang

Fredrik Roggan pakar hukum pidana pada Akademi Kepolisian negara bagian Niedersachsen memperingatkan, kurang tegasnya definisi aksi kekerasan Neo Nazi dalam rancangan undang-undang pusat data ekstrim kanan. Di situ hanya disebutkan, "pengusutan atau perang melawan ekstrim kanan, khususnya untuk mencegah dan melacak pelanggaran hukum berlatar belakang itu".

Neonazi-Konzert in Gera
Konser Neo Nazi di GeraFoto: picture-alliance/dpa

Roggan menilai formulasinya amat kabur. Hingga pada akhirnya akan bermuara pada penyusunan data orang-orang yang hanya memiliki ideologi serupa.

Juga Sönke Hilbrans, pakar hukum pidana dari Berlin mengritik pasal-pasal dalam rancangan undang-undang pusat data Neo Nazi dengan definisi mengambang semacam itu.

Ia juga menyayangkan tidak adanya analisa kesalahan yang komprehensif dari aparat keamanan Jerman, terkait serial pembunuhan warga migran oleh sel teror Neo Nazi. Hilbrans juga mengritik pasal perlindungan identitas para informan yang disusupkan atau dari dalam kalangan Neo Nazi, yang selama ini dimanfaatkannya dinas rahasia.

Sementara wakil direktur jawatan federal Jerman untuk perlindungan konstitusi, Alexandee Eisvogel tetap membela dimanfaatkannya para informan tsb.

Namun petugas federal untuk perlindungan data, Petra Schaar meragukan keampuhan pusat data ekstrim kanan semacam itu. Ia menunjukkan, pusat data anti terorisme internasional, yang didirikan tahun 2007 dan merupakan model bagi pendirian pusat data Neo Nazi, kini sudah merangkum data lebih 18.000 orang. Tapi sejauh ini analisa data anti-teror seperti yang disepakati, belum dilaksanakan.

Marcel Fürstenau/Agus Setiawan

Editor : Hendra Pasuhuk