1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

240811 AU Gaddafi

25 Agustus 2011

Ketika banyak warga Libya merayakan penguasaan Tripoli oleh kelompok pemberontak, banyak negara Afrika yang bereaksi menahan diri. Gaddafi adalah tamu yang digemari di Afrika dan dikenal berdompet tebal.

https://p.dw.com/p/12NcU
AU delegations attend the opening session of the 13th African Union summit of heads of state and government in Sirte, Libya, Wednesday, July 1, 2009. (AP Photo / Nasser Nasser)
Sidang Uni Afrika Juli 2009 digelar di Sirte, LibyaFoto: AP

Uni Afrika bereaksi hati-hati terhadap kejadian di Libya dan mengundang anggotanya untuk sidang istimewa hari Jumat (26/08). Tapi masih belum jelas apakah Uni Afrika akan mengakui pemerintahan baru yang dipimpin kelompok pemberontak di Libya. Reaksi dari Presiden Ghana John Evans Atta Mills menggambarkan kondisi syok yang dialami Uni Afrika akibat kasus Muammar al-Gaddafi di Libya "Kami sadar bahwa Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika bersidang, tapi Ghana masih mempelajari situasinya dan akan mengambil keputusan yang pantas, yang paling bermanfaat bagi kepentingan bangsa kesayangan kami."

Koleganya Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma selama ini hanya menunjukkan nada tegas jika menyangkut kritik terhadap operasi militer NATO. "Dalam situasi ini kami melihat kembali dimana dunia memutuskan menyerang Afrika, dan dalam bentuk yang tidak disetujui, ketika disahkannya Resolusi PBB 1973. Kami melihat resolusi ini benar-benar disalahgunakan dalam bentuk yang tidak dapat diterima."

Zuma menuduh NATO secara sepihak melakukan pergantian rezim dan mengubur peran Afrika dalam solusi konflik. Mengenai dua upayanya yang gagal dalam upaya mediator di Tripoli Zuma tidak terlalu membahasnya. Gaddafi menyambut Zuma di dalam tendanya yang ditampilkan secara demonstratif.

Hanya beberapa politisi Afrika, antara lain Menteri Luar Negeri Nigeria Ashiru, mengakui secara terbuka bahwa banyak pemerintah di Afrika yang menjalin hubungan baik dengan Gaddafi. Dari pertaniannya di Zimbabwe, jaringan hotel miliknya di Kenya dan Afrika Selatan, negara-negara itu banyak memperoleh dana langsung. Juga Partai pemerintah Afrika Selatan ANC dalam kampanye anti apartheidnya.

Jadi tidak heran jika selama ini pemberontak Libya kurang begitu diterima. Menurut Menlu Afrika Selatan Nkoana-Mashabane, Dewan Transisi Libya sementara ini tidak akan diakui. "Kami mendesak pemerintah transisi, segera memulai dialog yang melibatkan semua kekuatan di dalam Libya. Dengan sasran pembagian kekuasaan yang benar-benar representatif dan dijalankan oleh rakyat."

Yang dimaksud Afrika Selatan adalah road map Uni Afrika yang mengatur dialog semacam itu, referendum undang-undang dan pemilihan umum.  Bisa jadi ini menjadi garis haluan Uni Afrika. Kini apakah Dewan Transisi Libya akan mengikuti haluan tersebut diragukan. Mungkin saja mereka tidak berminta terhadap Uni Afrika.

Claus Stäcker/Dyan Kostermans

Editor: Vidi Legowo-Zipperer