1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Otomotif dan Mobilitas

Mercedes-Benz Masih Anggap Indonesia Pasar Strategis Utama

Prihardani Ganda Tuah Purba
11 Desember 2019

Di tengah banyaknya produsen mobil asing yang memutuskan hengkang dari Indonesia, Mercedes-Benz perusahaan mobil asal Jerman memilih bertahan. Pengamat menilai Indonesia masih jadi pasar strategis bagi penjualan mobil.

https://p.dw.com/p/3UbVY
Mercedes-Benz-Museum Stuttgart
Foto: picture-alliance/imagebroker

Di tahun 2019, beberapa produsen mobil asing memutuskan menghentikan penjualan mobilnya di Indonesia.

General Motors (GM), perusahaan otomotif multinasional yang bermarkas di Renaissance Center, Detroit, Michigan, Amerika Serikat, melalui keterangan resmi pada 28 Oktober lalu sudah memutuskan akan menghentikan penjualan mobilnya di Indonesia pada akhir Maret 2020. Keputusan itu disampaikan Presiden GM Asia Tenggara, Hector Villarreal, setelah "melalui berbagai pertimbangan yang tidak mudah". Dia mengaku GM kurang sukses menembus pasar di Indonesia.

"Di Indonesia, kami tidak punya segmen pasar otomotif yang dapat memberikan keuntungan berkesinambungan," ujar Hector seperti dilansir dari Tempo, 28 Oktober 2019.

Meski demikian, GM menyatakan tetap memberikan pelayanan kepada pelanggan Chevrolet dalam bentuk layanan garansi dan purna jual. Selain GM, produsen mobil asal Jepang Nissan juga disebut akan menghentikan produksi mobil murah Datsun Go dan Go+ mulai Januari 2020.

Baca juga: Indonesia Siap Menyongsong Era Kendaraan Listrik?

Mercedes-Benz pilih bertahan

Ketika beberapa produsen mobil asing memutuskan angkat kaki dari Indonesia, Mercedes-Benz justru memutuskan melanjutkan operasi perusahaan perakitannya di Indonesia.

Alasannya, Indonesia masih dipandang sebagai salah satu pasar strategis utama, di mana ada "potensi pertumbuhan yang sangat besar". 

"Kami meninggalkan Indonesia? Rasanya tidak mungkin," kata Presiden Direktur Distribusi Mercedes-Benz Indonesia, Choi Duk-jun, Selasa (10/12), pada saat acara peluncuran dua model SUV terbaru di pabrik Wanaherang, Bogor, Jawa Barat.

"Di sini kami menjual 35.000 mobil per tahun, dan saya percaya kami memiliki potensi yang luar biasa", tambahnya.

Di momen yang sama, Deputi Kepala Misi Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Indonesia, Hendrik Berkeling mengatakan bahwa keberadaan Mercedes-Benz di Indonesia adalah tanda kepercayaan dari Jerman terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka 5% adalah "alasan yang baik untuk perusahaan Jerman berinvestasi di Indonesia".

Baca juga:Mengembara 52 Negara dengan Mobil Mercedes-Benz Tua 

Indonesien - Kfz-Sachverständiger Fitra Eri
Fitra Eri - Pengamat OtomotifFoto: privat

Bertahan karena investasi besar

Kepada DW Indonesia, Pengamat Otomotif, Fitra Eri mengatakan bahwa produsen mobil sejenis Mercedes-Benz memiliki skala bisnis berbeda dengan beberapa produsen mobil yang memutuskan hengkang dari Indonesia.

Mercedes-Benz dia sebut tidak hanya melakukan penjualan mobil semata tapi juga memiliki aset dan investasi berupa pabrik rakitan sendiri di Indonesia, berbeda dengan beberapa produsen mobil lain yang menurutnya hanya melakukan aktivitas penjualan mobil hasil rakitan dari luar negeri. 

"Kalau punya pabrik perakitan di sini,  kan lebih berat untuk pergi dari Indonesia, investasi itu mereka pasti memikirkan strategi untuk bertahan. Rata-rata pabrikan mobil yang punya perakitan di Indonesia karena mereka menikmati keringanan pajak, rata-rata bisnis mereka bagus," ujar Fitra kepada DW Indonesia, Rabu (11/12).

Baca juga:Jokowi Resmi Teken Perpres Mobil Listrik 

Indonesia pasar strategis

Lebih jauh Fitra mengatakan bahwa Indonesia menjadi pasar strategis bagi produsen mobil karena rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara-negara lain. "Dari 1000 orang Indonesia, yang punya mobil hanya 87 orang", ujar Fitra.

Meskipun pasar Indonesia memiliki potensi besar, kebijakan pemerintah menurutnya jadi penentu keberhasilan pabrikan mobil asing di Indonesia. Tahun ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Perpres ini mengatur berbagai insentif seperti keringanan bea masuk hingga keringanan pajak untuk mobil listrik.

"Kebijakan pajak ini baru diubah secara cukup drastis oleh Pak Jokowi tahun ini, ditandatangani Perpres Nomor 55, setahu saya implementasinya itu baru di 2021. Kita berharap bahwa peraturan apapun yang dibuat pemerintah, nantinya tidak diubah ubah lagi minimal dalam 10, 20 tahun ke depan, supaya pabrikan mobil memiliki kepastian," jelas Fitra.

Penjualan mobil di 2019 lesu

Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil domestik hingga Oktober 2019 mencapai 849,6 ribu, turun 11,7% dibandingkan periode Januari-Oktober 2018. Penurunan ini dipicu oleh penurunan daya beli dalam jumlah besar.

Fitra menilai, prediksi penjualan mobil untuk 2020 masih akan sama dengan 2019. Namun, pasar otomotif  akan kembali bergairah dengan kedatangan mobil listrik dan mobil hybrid yang lebih banyak di tahun 2020.

"Saya tidak bisa prediksi bahwa pasti berkembang di 2020, apalagi peraturan pemerintah itu saya dengar baru efektif di 2021. Kalau prediksi saya, 2020 mungkin akan more or less mirip dengan 2019, tapi di 2020 kita akan banyak kedatangan mobil elektrifikasi, mobil listrik, mobil hybrid, dan di 2021 nanti akan terlihat perbedaannya karena peta harga mobil itu akan berubah di 2021 karena perubahan struktur pajak", jelasnya.

gtp/hp (dari berbagai sumber)