1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Belajar Hidup dan Jatuh Cinta pada Kota Aachen

17 Januari 2020

Alhamdulillah, semua persiapan berangkat sudah selesai dan tibalah hari di mana berpamitan dengan kedua orang tua dan mertua membuat sesak dada ini. Oleh Primastuti Satrianto.

https://p.dw.com/p/3WJdu
Deutschland | Blog-Beitrag: "Leben und studieren in Aachen"
Foto: Primastuti Satrianto

Angin dingin di bulan Oktober 2009 adalah angin perkenalan yang membuat kami berdua merindukan sangat kota Aachen, Jerman. Herbstwind (angin musim gugur) kala itu mampu menembus relung hati kami yang terdalam, pasangan baru menikah yang belajar pada kehidupan di Jerman. Mendarat di Düsseldorf Flughafen yang sudah terpisah 16 jam jarak perjalanan udara dengan keluarga yang dicintai. Dijemput kawan dari PPI Aachen, kami pun membeli tiket dan melanjutkan perjalanan menuju ke kota Aachen.

Deutschland | Blog-Beitrag: "Leben und studieren in Aachen"
Primastuti SatriantoFoto: Primastuti Satrianto

Stasiun kereta api Aachen Hauptbahnhof menjadi stasiun dimana perjalanan tentang hidup dimulai di kota ini. Alhamdulillah, setelah mengurus segala persiapan untuk bisa menginjakkan kaki di Jerman, akhirnya kami sampai di kota pelajarnya Jerman. Kota dimana almarhum pak Habibie mendapat tempat spesial di sini, di sebuah kampus ternama RWTH Aachen. Kampus yang menjadi tempat belajarku selama beberapa bulan, yang mengajarkanku tentang banyak hal. Bertemu dengan orang-orang yang kepandaiannya suka bikin tercengang, ilmu yang dipelajari tingkat lanjut, berteman dengan mahasiswa Jerman dan mempunyai sahabat rasa keluarga di Jerman, berhasil menjadi diri sendiri dan mengambil keputusan yang paling penting dalam hidupku.

Musim gugur atau Herbst, yeaaayy melewati suasana mencekam ala Halloween di film-film. Ternyata beneran spooky karena angin yang bertiup lumayan kencang dan sampai ada suara anginnya. Terlebih saya tinggal di apartemen dekat dengan taman yang disebut sebagai Westpark. Sebagai gambaran, ada foto dari jendela apartemen kami.

Pelajaran tentang kehidupan sebagai pasangan bulan madu pun dimulai di Aachen. Mau tahu apa pelajaran yang berkesan dari sekian banyak pelajaran tentang hidup yang terbawa sampai sekarang? Beberapa pelajaran dan hikmah akan saya tuliskan di cerita kali ini, semoga menginspirasi untuk mencoba tinggal di Jerman, ya.

Mengurus administrasi ketat

Sebelum keberangkatan ke Jerman pun, persiapan yang dilakukan tidak semudah bayangan. Mulai dari kursus bahasa Jerman kurang lebih satu tahun untuk mempersiapkan bisa berkomunikasi di Jerman. Mempersiapkan terjemahan surat-surat penting untuk dokumen visa, seperti menerjemahkan ijazah dan transkrip nilai, menerjemahkan akta nikah dan melegalisirnya sampai ke Departemen Agama kala itu. Bolak-balik ke Jakarta untuk mengurus visa di kedubes Jerman adalah kenangan yang tidak bisa hilang bahkan setelah 10 tahun berlalu. Terima kasih waktu, kau begitu berharga untuk dikenang.

Selain dokumen-dokumen, masih ada juga yang harus disiapkan seperti apartemen untuk tinggal selama di Aachen. Meskipun tahun itu belum terhubung dengan smartphone android yang bisa mengakses seluruh informasi dalam genggaman, tapi cukup terbantu dengan email dan informasi mailing list PPI-Aachen (Perhimpunan Pelajar Indonesia – Aachen). Dibantu seorang kawan dari ITB, yang sampai saat ini masih berhubungan menjadi keluarga jauh, kami pun sudah mendapatkan apartemen ketika tiba di Aachen. Beberapa pesan penting yang harus disiapkan pun dibantu diingatkan oleh mas Andry. Semoga Tuhan membalas kebaikan teman-temanku selama cerita ini kutuliskan.

Alhamdulillah, semua persiapan berangkat sudah selesai dan tibalah hari di mana berpamitan dengan kedua orang tua dan mertua membuat sesak dada ini, karena pengantin baru yang dilepas untuk merantau menimba ilmu di benua yang berbeda, untuk pertama kalinya, terpisah jarak 16 jam penerbangan yang tidak setiap hari ada untuk bisa kembali ke Indonesia. Bismillah, kami berdua terbang dengan maskapai Emirates pada tengah malam dari Jakarta dan mendarat di Düsseldorf.

Kota Aachen yang memesona

Mendarat di bandara Düsseldorf, disambut Mas Faisal dari PPI Aachen yang santai dan baik hati. Senangnya bertemu dengan orang Indonesia yang menyenangkan. Disambut dinginnya bulan Oktober kala itu, sebagai orang Indonesia yang melancong ke luar negeri, melihat bangunan di luar negeri adalah spot foto yang menarik untuk diambil. Kalau dipikir-pikir, semua spot yang dilihat mata ketika menginjakkan kaki di halte bis Aachen Hauptbahnhof adalah spot foto, wah! Memory card bisa full nih. Hahahaha.

Deutschland | Blog-Beitrag: "Leben und studieren in Aachen"
Salah satu bangunan di sudut Kota AachenFoto: Primastuti Satrianto

Ya! Kota Aachen termasuk kota tua yang menjadi salah satu kota pelajar di Jerman ini merupakan lokasi dari sederet kastel kuno bergaya Baroque. Kota Aachen adalah salah satu kota bersejarah di Jerman. Rheinisch-Westflisch Technische Hochschule (RWTH) menjadi salah satu universitas terkenal di kota itu. Aachen memiliki beberapa bangunan bersejarah peninggalan Charlemagne, seorang kaisar Romawi abad 800. Bangunan bersejarah itu antara lain Katedral Aachen, monumen pertama di Jerman yang dimasukkan dalam daftar Warisan Budaya UNESCO. Wow! Beruntung sekali mendapat kesempatan menginjakkan kaki di kota ini.

Beberapa tempat yang menjadi sejarah, di antaranya: Katedral Aachen (Aachener Dom), Kota Tua Ponttor dan Marschiertor, Balai Kota (Rathaus), Katschhof, Centre Charlemagne, serta Suermondt Ludwig Museum. Orisinalitas arsitektur yang megah menjadi simbol kerajaan Roma kuno yang membuat siapapun yang mengunjungi Aachen seperti masuk ke dalam lorong waktu.

Oh iya, Aachen juga disebut sebagai kota spa, karena ada banyak kolam kuno untuk berendam. Beberapa di antaranya yang paling terkenal adalah Carolus Therme Day Spa dan Elisenbrunnen & Ancient Hot Springs. Kebetulan Elisenbrunnen berada tepat di tengah kota Aachen, sehingga mengunjungi pusat kota Aachen akan terjangkau Rathaus (balai kota Aachen), Aachener Dome dan juga Elisenbrunnen.

Selain kotanya yang memesona, orang Jerman yang tinggal di Aachen tergolong bule yang ramah dan justru tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Mereka terbiasa menyapa ketika tahu kita berada di apartemen yang sama atau sering bertemu di jalan yang sama, sapaan "morgens” terasa tidak asing di telinga saya setiap pagi ketika hendak berangkat ke kampus. Saya terpesona pada kota dan orangnya.

Deutschland | Blog-Beitrag: "Leben und studieren in Aachen"
Primastuti Satrianto beserta suamiFoto: Primastuti Satrianto

Berjalan kaki dan bersahabat dengan transportasi publik

Tidak dibayangkan sebelumnya bahwa Jerman menjadi tempatku dan suami belajar pada kehidupan. Meninggalkan zona nyaman di Indonesia ke zona kehidupan yang sebenarnya. Beruntung! Belajar hidup di Aachen.

Membayangkan kemana-mana naik angkutan? Oh, no! Sebuah bayangan yang perlu segera dihapus dari benak mahasiswa yang hendak belajar di Jerman. Ya! Berjalan kaki, naik sepeda dan menggunakan bus adalah solusi bagi mahasiswa yang tinggal di Jerman untuk belajar. Saya pun segera menyesuaikan diri.

Sebenarnya, memang sangat disarankan sebagai cara terbaik untuk menikmati pesona kota Aachen adalah dengan berjalan kaki dan mencoba transportasi publik yang sudah difasilitasi dengan apik, baik untuk anak-anak, dewasa, lansia, bahkan penyandang disabilitas. Pelajaran hidup di negara maju memang sebuah pelajaran yang tak terlupakan.

Mengandalkan peta, petunjuk arah dan informasi cuaca

Di kota Aachen, tentu saja tidak ada Gunung Merapi yang bisa dijadikan patokan arah utara seperti ketika berada di Jogja. Membawa kompas dan peta kota Aachen sangat disarankan ketika kita sedang berada di tempat yang baru. Sebagai jaga-jaga ketika kita tersesat. Dan memang benar, kami berdua sering tersesat, karena lorong-lorong di kota Aachen mirip-mirip. Saat itu juga belum ada google maps yang bisa membantu kita menemukan jarak terpendek saat jalan kaki menuju ke suatu tempat.

Selain belajar tentang arah dan peta, pelajar yang tinggal di Jerman sering mengingatkan untuk melihat informasi ramalan cuaca sebelum keluar apartemen. Dan benar, sebagai orang Indonesia yang baru pertama kali tinggal di Jerman, kami pun kaget karena gerimis dan panas, serta suhu udara, memang perlu diamati setiap waktu. Pagi, siang, malam bisa berubah dan kita harus siap membawa payung jika diperkirakan nanti siang hujan. Juga bersiap menyalakan Heizung (pemanas ruangan) ketika nanti malam suhunya turun.

Sungguh, pelajaran yang membuat kami berdua hidup lebih sistematis dan penuh perencanaan. Tidak ada istilahnya serba mendadak. Perencanaan tentang waktu akan saya tuliskan sebagai pelajaran berdisiplin ketika di Jerman.

Belajar disiplin waktu dan budaya mengantre

Waktu adalah sesuatu yang sangat berharga di Jerman. Sebagai orang Indonesia yang terkenal dengan budaya jam karet, tentu tinggal di Jerman adalah sebuah pembelajaran yang baik dan menjadi terbiasa untuk disiplin waktu dan mengantre.

Hidup penuh perencanaan ketika berada di Aachen tidak hanya merencanakan hendak menggunakan mantel dingin, atau membawa payung saja, melainkan juga kapan hendak berbelanja di toko Asia yang menyediakan tempe hanya hari tertentu saja. Hehehehe. Toko Asia menjadi penyelamat moodbooster untuk saya, beruntung masih bisa ketemu mie instan soto mie dan ayam spesial yang mewakili rasa masakan yang biasa disantap di Indonesia. Namun, tetap saja ingatan tentang sate Madura, rendang Padang, mie ayam bakso Wonosari, dan makanan lain, bisa membuat kerinduan ketika cuaca dingin dan bersalju tiba.

Deutschland | Blog-Beitrag: "Leben und studieren in Aachen"
Suasana Aachen malam hariFoto: Primastuti Satrianto

Selain waktu belanja, hal lain yang perlu diperhatikan lain adalah waktu bus datang. Tidak ada istilah bus menanti penumpang yang berlari-lari, ketika jadwal bus harus berangkat. Lambaian tangan kita tidak berarti di negara yang sudah maju dan menghargai waktu.

Hal lain yang saya pelajari adalah budaya mengantre. Budaya itu membuat kita merasa malu ketika menyerobot antrian. Orang Jerman akan tenang duduk menunggu panggilan sesuai antrian dengan membaca buku, sungguh sebuah pelajaran yang patut ditiru ketika berada di Indonesia.

Banyak sekali pelajaran dan hikmah hidup diambil di kota Aachen ini. Tempaan menjadi suami-istri di awal rumah tangga juga kami peroleh di sini. Hingga akhirnya mengambil keputusan yang tidak disesali dalam karir juga ditetapkan di kota ini.

Aachen akan selalu dirindu dan terkenang di dalam hidupku. Kembali lagi ke kota Aachen untuk bernostalgia adalah bagian dari agenda yang direncanakan. Semoga akan sampai pada saatnya kembali menginjakkan kaki di kota Aachen, Jerman. Aamiin.

*Primastuti Satrianto adalah blogger di www.tamasyaku.com dan pembelajar di www.ceritamanda.com. Akun instagram @imasatrianto.

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.