1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Belajar Teknologi Pangan dari Jerman

6 Oktober 2018

Teknologi pangan memiliki andil besar dalam pemanfaatan makanan, membuat produksi makanan menjadi lebih higienis dan lebih sehat. Apa yang bisa Indonesia pelajari dari Jerman?

https://p.dw.com/p/34eyG
Bonn Edwin Hadrian, Student aus Indonesien
Foto: DW/N. Ahmad

Edwin Hadiran adalah mahasiswa Indonesia asal Jakarta, yang kini sedang menempuh studi S2 di jurusan Teknologi Pangan, Universitas Bonn. Pada masa studi sebelumnya di Indonesia, ia juga mengambil jurusan teknologi pangan. Lalu, kenapa ia melanjutkan jenjang studi selanjutnya juga pada jurusan yang sama? Apa keunggulan Jerman dalam bidang studi ini? Simak bincang-bincang DW dengan Edwin berikut ini.

DW: Kenapa kamu tertarik untuk melanjutkan studi di jurusan yang sama di Jerman?

Edwin: Menurut saya, Jerman adalah negara yang maju dalam bidang science dan engineering. Dan teknologi pangan adalah ilmu yang menggabungkan kedua hal tersebut. Selain itu juga, Jerman memiliki sistem ketahanan pangan yang baik.

Apa kelebihan Jerman jika dibandingkan dengan Indonesia dalam bidang studi ini?

Orang-orang Jerman benar-benar menimbang risiko yang ada sebelum mengimplementasikan sebuah kebijakan atau teknologi baru, sehingga dampak negatif yang mungkin terjadi dapat diminimalkan. Tidak hanya berkaitan dengan manusianya, namun juga segala aspek kehidupan. Dan juga mereka tidak mengabaikan aspek-aspek kecil. Contohnya profesor saya. Beliau membuat penelitian tentang cara mencuci piring yang baik, efektif dan tidak membuang-buang air.  Hal-hal seperti ini, yang kadang diabaikan atau dianggap remeh, diteliti secara mendalam oleh mereka.

Apa yang bisa Indonesia pelajari dari teknologi pangan di Jerman?

Teknologi pangan berkaitan erat dengan semua aspek kehidupan. Menurut saya ada beberapa aspek yang bisa Indonesia contoh dari Jerman. Pertama, perbaikan seluruh sistem, tidak hanya dari sisi teknologi pangan, namun juga aspek lainnya seperti ekologi, ekonomi dan sosial sehingga dapat tercipta lingkungan yang berkelanjutan. Sebenarnya banyak riset dari universitas, LIPI dan pusat studi lainnya yang sangat membantu perbaikan lingkungan, namun mungkin kurang mendapat perhatian masyarakat.

Kedua, perbaikan stigma masyarakat, terutama terhadap lingkungan dan makanan. Dari sisi makanan, misalnya, masyarakat di sini tidak malu untuk memesan makanan seadanya dan tidak mau membuang-buang makanan. Misalnya, orang akan membungkus dan membawa pulang makanan yang tidak habis dimakan di restoran. Jerman juga memiliki sistem pendidikan yang baik dan merata sehingga dapat memungkinkan segala lapisan memiliki akses. Hal ini terutama juga berdampak terhadap pola pandang mereka terhadap gizi sehingga mereka mampu menyediakan gizi yang baik terutama untuk anak-anak mereka. Dari sisi ekologi, kecenderungan mereka untuk merawat lingkungan juga dibantu oleh kebijakan yang diterapkan. Masyarakat dibiasakan untuk misalnya tidak membuang sampah sembarangan dan melakukan daur ulang karena ada sistem yang jelas.

Yang ketiga, penerapan hukum yang lebih tegas di Indonesia. Misalnya, pencemaran air. Apabila limbah pabrik tidak memenuhi standar maka perusahaan bisa dikenai pajak atau denda. Ataupun bisa dilakukan public-private partnership, di mana di sini jika perusahaan swasta melakukan pengolahan limbah yang benar, maka itu bisa menurunkan pajak dan juga meningkatkan citra perusahaan tersebut di mata publik.

Lalu, kontribusi apa yang bisa dilakukan masyarakat atau khususnya mahasiswa teknologi pangan untuk mengatasi masalah terkait pangan di Indonesia?

Pertama, mengedukasi diri dan mengubah mindset serta pola pandang masyarakat terhadap bahan pangan tertentu, misalnya tempe yang selama ini dianggap makanan murah ternyata memiliki nilai gizi yang baik, kaya protein dan vitamin lainnya, tidak kalah dari daging.

Kedua, khusus mahasiswa teknologi pangan, mungkin saat mengembangkan sesuatu jangan hanya mengutamakan profit, tapi juga rancang sistem yang berkelanjutan, dapat diperbaharui dan kalau bisa menunjang prinsip zero waste. Dan juga rancang bagaimana limbah pengolahan makan bisa digunakan kembali dan tidak berdampak negatif ke lingkungan. Dan untuk produsen makanan, hendaknya memberikan informasi yang edukatif dan tepat sasaran untuk masyarakat, sehingga masyarakat tidak punya persepsi yang salah tentang produk-produk makanan.

Apa rencana kamu ke depan setelah menyelesaikan studi di Jerman?

Pendidikan di Jerman ini mengedukasi saya untuk dapat melihat teknologi pangan dari seluruh aspek, sehingga dapat menciptakan sistem yang ramah lingkungan, dapat diperbaharui dan berkelanjutan. Hal ini tentunya menjadi hal yang penting di Indonesia yang merupakan salah satu lumbung padi di Asia Tenggara. Oleh karena itu, setelah selesai studi saya ingin kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmu saya di tanah air. Dan apabila memungkinkan, saya ingin mengaplikasikan pengetahuan saya di instansi pemerintahan agar dapat membantu masyarakat secara lebih luas. (na/ts)

*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal Youtube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.