1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kepresidenan Gus Dur dan Cikal Bakal Cambridge Analytica

30 Maret 2018

Induk perusahaan Cambridge Analytica, SCL, mengklaim ikut berperan membawa Abdurrahman Wahid ke puncak kekuasaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan Inggris itu menunggangi ketidakpuasan mahasiswa.

https://p.dw.com/p/2vEcB
Indonesien Gus Dur - Abdurrahman Wahid, ehemaliger Präsident
Foto: picture-alliance/dpa/Oka Budhi

Syahdan di tengah gejolak politik pasca lengsernya Suharto, seorang pria Inggris menemui Yenny Wahid buat menawarkan jasa memoles citra sang ayah, Abdurrahman Wahid.

Untuk itu dia membangun pusat operasi berteknologi canggih di sebuah gedung bertingkat di Jakarta yang dilengkapi dengan 25 komputer teranyar dan 16 televisi layar datar buat memantau pemberitaan media.

Ruang rahasia bernama Jakarta International Media Research Centre itu ternyata hanya umpan kosmetik tanpa substansi untuk membuat klien terpana. Cara serupa sering digunakan Nigel Oakes, pendiri Strategic Communication Laboratories alias SCL yang menjadi induk perusahaan Cambridge Analytica.

"Saya berhutang keberhasilan pemilu pada SCL berkat komunikasi strategisnya," tutur Gus Dur dalam sebuah testimoni untuk SCL seperti dilansir Quartz.

Tidak jelas apakah almarhum Gus Dur benar-benar menggunakan jasa SCL untuk menggeser Megawati yang saat itu dirundung animo anti pemimpin perempuan. Kepada Kumparan, Yenny Wahid melalui bekas jurubicara kepresidenan Wahyu Muryadi mengaku tidak pernah bertemu dengan Oakes seperti yang diklaim SCL.

Menurut dokumen SCL yang diterima Quartz, perusahaan asal London itu mendapat kontrak dari Partai Kebangkitan Bangsa dan ditugaskan mencari cara meredam frustasi masyarakat di era Presiden BJ Habibie. Oakes lalu membuat survey di seluruh Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 72,000 orang.

SCL menemukan kebanyakan insiator aksi demonstrasi adalah mahasiswa di kelompok umur 18 hingga 25 tahun.

Dengan bantuan pemerintah, SCL lalu membiayai "aksi protes terogranisir" sebagai ajang buat mahasiswa menyalurkan ketidakpuasannya dan menjauhkan mereka dari kerusuhan atau demonstrasi berdarah. "Protes raksasa diorganisir di setiap universitas. Hal ini tercapai melalui pembentukan komite demonstrasi dan pembiayaan aktivitas mahasiswa di seluruh Indonesia," tulis SCL dalam dokumen tersebut.

"Aksi-aksi itu sedemikian besar sehingga menciptakan perasaan kolektif di kalangan mahasiswa, bahwa suara mereka telah didengar." Perusahaan itu mengklaim metode mereka sukses meredam kerusuhan dan akhirnya membawa Gus Dur ke pucuk kekuasaan.

Namun tidak sedikit yang meragukan klaim SCL. Kepada Quartz, dosen Murdoch University di Australia, Ian Wilson, mengatakan kiprah SCL "hanya satu elemen kecil dari sekian banyak faktor yang terjadi saat itu."

rzn/yf (kumparan, quartz, the independent)