1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ölpest BP

28 Mei 2010

Jutaan liter minyak yang mengalir ke laut akibat kebocoran minyak di Teluk Meksiko, membuat Presiden AS Obama mengalami tekanan. Bencana itu dianggap bencana "Katrina" bagi Obama. Komentar redaktur DW Christina Bergmann:

https://p.dw.com/p/Nc4B
Christina Bergmann, redaktur DW di studio Washington

Tidak ada yang benar-benar menganggap bahwa Barack Obama adalah penanggungjawab utama bencana cemaran minyak di Teluk Meksiko. Itu adalah dampak kelalaian dan kesombongan pendahulunya. Tapi sebagai presiden ia kini harus menanganinya. Situasinya mirip seperti saat bencana angin topan Katrina, dimana tanggul penahan gelombang yang seharusnya kuat, bobol.

Dan seperti pendahulunya Presiden George W. Bush Obama juga gagal meyakinkan publik bahwa ia mampu menguasai keadaan. Obama perlu 38 hari untuk mengadakan konferensi pers sebagai reaksi atas bencana di Teluk Meksiko. Tidak ada gambar-gambar yang menarik perhatian publik dari orang, mesin atau kapal-kapal yang berusaha mengatasi cemaran minyak. Gambar pemasangan pelampung pembatas yang diharap menahan gelombang yang membawa cemaran minyak, pudar oleh tayangan video para jurnalis dengan tangan berlumuran minyak saat mereka mengunjungi lokasi perairan yang tercemar minyak, atau nelayan-nelayan yang cemas akan eksistensinya.

Selain itu muncul kontradiksi. Di satu sisi perusahaan minyak BP, menurut Obama, kini harus mendapat ijin dari pemerintah Amerika Serikat untuk semua upaya penyelamatan. Di sisi lain Obama mengakui, bahwa pemerintahannya tidak memiliki pengalaman menghadapi kebocoran lubang pengeboran di perairan yang dalam.

Jadi BP dihadapkan pada hal yang lebih baik atau lebih buruk. Di sinilah letak perbedaannya dengan bencana Katrina. Karena seandainyapun Obama sendiri mau, pemerintahnya sama sekali tidak dapat mengambil alih upaya penyelamatan untuk menutup kebocoran itu. Bukan hanya dasar-dasar hukum yang kurang, juga menugaskan militer untuk itu hanya dalam jangka pendek. Tentara Amerika Serikat diharapkan dapat berperang di padang pasir, gunung-gunung dan udara, tapi melawan pipa minyak yang rusak pada kedalaman 1500 meter di bawah laut mereka juga tidak berdaya.

Berbeda dengan Katrina. Untuk situasi darurat setelah bencana alam, di Amerika Serikat garda nasional dan militer mendapat perlengkapan yang cukup. Kesalahan tahun 2005 sudah jelas terletak pada kurangnya koordinasi, kesalahan perhitungan dan lemahnya kepemimpinan di pihak pemerintahan Bush. Masalah BP sebaliknya menunjukkan kemana arah deregulasi dan kapitalisme. Kemudian ditambah korupsi yang terjadi pada badan pengawasan, dengan demikian terjadinya bencana sudah dapat diduga.

Tapi ironisnya mereka adalah politisi yang mencaci Obama sebagai sosialis, yang kini menuntut negara yang lebih kuat. Misalnya Gubernur Lousiana Bobby Jindal, yang untuk negara bagiannya menolak tawaran uang dari paket bantuan konjungtur dan dalam tanggapannya terhadap pidato Obama mengenai situasi negara tahun lalu menjelaskan, kekuatan Amerika tidak terletak pada pemerintah melainkan pada hati warganya yang ikut dapat merasakan.

Tapi karena hati yang ikut dapat merasakan ini tidak sedikitpun dapat melawan air yang tercemar minyak, sekarang Jindal berteriak keras kepada pemerintah Amerika Serikat. Sia-sia. Bila pada saat terjadinya bencana Katrina pemerintah Amerika Serikat benar-benar gagal, pemerintah saat ini terutama tidak berdaya. Mudah-mudahan warga di Teluk Meksiko tidak tertarik akan hal kecil ini. Seperti dulu, kini mereka menghadapi ancaman kehilangan eksistensinya.

Christina Bergmann/Dyan Kostermans

Editor: Asril Ridwan