1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaGlobal

Berapa Kerugian Akibat Bencana Cuaca di Tahun 2021?

28 Desember 2021

Tercatat 10 bencana cuaca paling parah pada tahun 2021 menyebabkan kerugian lebih dari US$170 miliar (Rp2,38 kuadriliun), demikian lapor organisasi Christian Aid. Nilai itu naik Rp280 triliun dari angka tahun lalu.

https://p.dw.com/p/44tAS
Badai Ida yang melanda AS pada akhir musim panas lalu jadi bencana cuaca dengan kerugian terbesar di tahun 2021
Badai Ida yang melanda AS pada akhir musim panas lalu jadi bencana cuaca dengan kerugian terbesar di tahun 2021Foto: David J. Phillip/AP/picture alliance

Organisasi bantuan kemanusiaan Christian Aid pada hari Senin (27/12) menyebutkan biaya 10 bencana cuaca paling mematikan yang terjadi di tahun 2021 mencapai nilai US$170 miliar (Rp2,38 kuadriliun).

Organisasi yang berasal dari Inggris ini menjelaskan bencana seperti Badai Ida yang mematikan di Amerika Serikat (AS) hingga banjir parah yang melanda Cina dan Eropa, maupun bencana cuaca lainnya seperti kebakaran hutan dan gelombang panas telah merugikan dunia sebesar US$20 miliar (Rp280 triliun) lebih banyak tahun ini dibandingkan tahun lalu.

Para peneliti mengatakan meningkatnya biaya tersebut diakibatkan perubahan iklim. Mereka menambahkan bahwa 10 bencana tersebut menewaskan sedikitnya 1.075 orang dan membuat 1,3 juta lainnya mengungsi.

'Setahun kerusakan iklim'

"Biaya perubahan iklim sangat besar tahun ini," ungkap Kat Kramer, pemimpin kebijakan iklim di Christian Aid dan penulis "Counting the cost 2021: A year of climate breakdown" yang dirilis hari Senin (27/12).

"Meskipun bagus untuk melihat beberapa kemajuan yang dibuat di KTT COP26, jelas (kita) tidak berada di jalur yang tepat untuk memastikan dunia yang aman dan sejahtera," Kramer menambahkan.

Bencana paling mahal: Badai Ida

Laporan Christian Aid menunjukkan bencana cuaca paling mahal pada tahun 2021 adalah Badai Ida, yang melanda bagian timur AS pada musim panas lalu. Badai Ida menyebabkan kerusakan dengan nilai kerugian sekitar US$65 miliar (Rp910 triliun).

Setelah memporak-porandakan Louisiana pada akhir bulan Agustus, Badai Ida bergerak menuju ke wilayah utara AS, mengakibatkan banjir besar di kota New York dan daerah sekitarnya.

Banjir terburuk di Jerman dalam beberapa dekade

Sementara hujan lebat melanda Jerman bagian barat pada bulan Juli, menyebabkan banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana. Negara bagian Rheinland-Pfalz dan Nordrhein Westfalen menjadi wilayah yang paling terdampak. Tak hanya Jerman, negara-negara tetangga termasuk Belanda dan Belgia juga tak luput diterjang banjir.

Sungai-sungai kecil berubah menjadi arus deras yang menghancurkan seluruh desa. Bendungan-bendungan terancam jebol sementara aliran listrik dan jaringan telepon seluler dimatikan. Lebih dari 180 orang tewas di Jerman, dan lebih banyak lagi yang kehilangan rumah dan harta benda mereka.

Christian Aid melaporkan banjir mematikan di Eropa Barat menyebabkan kerugian sebesar US$43 miliar (Rp602 triliun).

Kebakaran di Amerika Utara dan Turki

Sementara itu, badai musim dingin di Texas yang memutus jaringan listrik negara bagian itu menyebabkan kerusakan US$23 miliar (Rp322 triliun), diikuti oleh banjir di provinsi Henan, Cina pada Juli, yang menyebabkan kerusakan sekitar US$17,6 miliar (Rp264 triliun).

Bencana cuaca lain termasuk banjir di Kanada bagian barat, suhu dingin di akhir musim semi di Prancis yang merusak kebun-kebun anggur, serta topan yang melanda India dan Bangladesh pada Mei juga menelan biaya kerusakan miliaran dolas AS.

Dari suhu panas yang menyiksa di Amerika Utara, hingga kebakaran hutan yang mengamuk di Turki, serta banjir yang memecahkan rekor di Eropa dan Asia, bencana cuaca tahun 2021 menyadarkan manusia akan ancaman perubahan iklim, demikian menurut para pakar lingkungan.

rap/ha (AFP, Reuters)