1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Berlusconi Rekayasa UU Baru

18 Juni 2008

Lewat UU yang direkayasa sesuai dengan kebutuhannya, PM Italia hendak berkelit dari kemungkinan terkena vonis dalam perkara korupsi. Oposisi dan lembaga hukum Italia harus menghadapi lagi tokoh yang haus kekuasaan itu.

https://p.dw.com/p/EME1
PM Italia Silvio Berlusconi.Foto: AP

Silvio Berlusconi yang lama, muncul lagi. Kesediaannya untuk melakukan pembicaraan sudah lewat. Pihak oposisi sempat tercengang, saat Berlusconi seusai pengukuhannya dengan tangan terbuka menyambut mereka. Reformasi hanya dapat ditangani bersama. Kata Berlusconi ketika itu. Semua nampak sedemikian harmonis, sehingga Paus Benediktus XVI memuji suasana baru dalam politik di Italia. Oleh sebab itu hampir luput lah dari perhatian, keuntungan apa yang dapat dinikmati secara pribadi oleh pengusaha kaya itu dari rancangan UU yang baru. Pemimpin oposisi Walter Veltroni mengatakan:

"Ini kejutan susul-menyusul. Mula-mula dia mencantumkan pengecualian bagi pemancarnya 'Rete 4' dalam paket UU itu, dan sekarang langkah-langkah khusus demi keamanan dalam negeri. Ini lebih parah lagi, karena merupakan upaya untuk membuat UU yang menghentikan begitu saja perkara pengadilan tertentu. Perembukan harus berlangsung tanpa upaya mengelabui serupa itu. Kalau tidak, pembicaraan akan segera berakhir."

Dengan dibekali mayoritas di kedua majelis parlemen diputuskan, bahwa semua perkara pengadilan yang masalahnya berasal dari kurun waktu sebelum tahun 2002, ditangguhkan selama setahun. Kecuali, kejahatan mafia, terorisme, kejahatan berat dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun. Dengan demikian pengadilan dapat menangani dan mengurangi perkara yang menumpuk. Menurut Menteri Infrastruktur Artero Matteoli:

"Saya tidak tahu mengapa kelompok kiri merasa jengkel dan selalu menyalahkan Berlusconi. Itu dikatakan sebagai 'UU penyelamatan PM'. Padahal kami ingin menyelamatkan perkara besar yang bisa menjadi kadaluwarsa, karena para hakim tidak sanggup menuntaskan perkara sampai instansi terakhir pada waktunya. Italia butuh UU itu."

Masalahnya, di antara perkara yang ditangguhkan itu terdapat perkara gugatan terhadap PM atas tuduhan melakukan penyuapan untuk memperoleh keterangan palsu. Para pakar hukum mengalami kesulitan dengan ketentuan itu. Pimpinan pengadilan di Roma Paolo de Fiore mengemukakan:

"Sepintas lalu dipertanyakan, apakah penangguhan jenis perkara tertentu, sejalan dengan konstitusi."

Memang tidak ada yang meragukan pentingnya reformasi badan peradilan Italia. Seorang hakim baru saja meletakkan jabatan karena dalam waktu delapan tahun tidak ada satu perkara pun yang berhasil dituntaskan sampai menjatuhkan vonis.

Di luar itu nyata jelas keinginan Berlusconi untuk menghambat para hakim di Milan. Para pengacaranya baru saja menuduh jaksa penuntut sebagai berat sebelah, karena juga memiliki saham dari perusahaan-perusahaan Berlusconi, sehingga tiap saat juga bisa menjadi penggugat. Yang dimaksudkan disini adalah apa yang disebut sebagai 'perkara Mills'. Yaitu seorang pengacara Inggris yang istrinya harus keluar dari kabinet Blair karena diduga menerima 356.000 Euro dari Berlusconi untuk memberikan keterangan palsu.

Yang jelas PM Berlusconi merencanakan satu hal baru lagi. Lima jabatan tertinggi di Italia otomatis disertai dengan kekebalan hukum. Presiden, PM, kedua Ketua Majelis Parlemen dan ketua Mahkamah Konstitusi, hanya dapat diadili seusai masa jabatan, apa pun kesalahan yang dilakukan. Silvio Berlusconi yang lama muncul lagi. Dan di Roma para pembuat sindiran kembali aktif. PM hendak merampingkan lembaga peradilan. Nantinya tidak akan ada perkara lagi. (dgl)