1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Birma, Mitra Terpenting Cina di Asia Tenggara

9 September 2010

Selasa (07/09) sampai Sabtu (11/09), pemimpin junta militer Birma Tan Shwe berada di Cina. Karena alasan pelanggaran HAM, pemerintah Birma dikucilkan banyak negara, tapi tidak oleh Cina.

https://p.dw.com/p/P7hs
Presiden Cina Hu Jintao (kanan) bersama pemimpin junta militer Birma Than Shwe di BeijingFoto: AP

Negara Birma dan Cina dibatasi perbatasan sepanjang 2000 km. Wilayah perbatasan antara provinsi Yunnan di barat Cina dan Birma Utara dianggap tidak stabil. Gerakan pemberontakan, penyeludupan, perdagangan narkoba serta pelacuran di wilayah perbatasan Birma membuat pemerintah di Beijing merasa khawatir. Menjaga kestabilan wilayah perbatasan ini menjadi perhatian utama para pemimpin Cina. Demikian dikatakan Stefanie Kleine-Ahlbrandt dari International Crisis Group di Beijing.

Kekayaan bahan baku yang dimilikinya serta akses ke Samudera Hindia, menjadikan Birma memegang peranan penting bagi Cina. Untuk mengamankan pasokan energinya, Cina semakin tergantung pada Birma. Tidak heran jika, perusahaan minyak milik pemerintah Cina CNPC membangun saluran pipa gas dan minyak melalui Birma ke Samudera Hindia. Dan bulan November tahun 2009, CNPC juga telah membangun pelabuhan minyak mentah di Birma. Dengan ini, Cina memiliki jalur transportasi baru dan mengurangi ketergantungan pada rute pelayaran melalui Selat Malaka.

Akan tetapi, bagi Cina, Birma tidak sekedar penting bagi saluran pipa minyak. Diungkapkan Stefanie Kleine-Ahlbrandt. "Birma memiliki cadangan gas yang besar dan Cina akan menjadi konsumen utama, jika ini dikembangkan oleh satu perusahaan besar. Selain itu, Cina juga menanamkan investasi dalam pembangkit listrik tenaga air sebagai sumber utama energi lain."

Antara bulan Maret dan Agustus tahun 2010 ini saja, Cina telah menanamkan investasi sebesar lebih dari delapan milyar Dollar AS. Cina mengekplorisasi sumber bahan baku, membangun jalan serta jalur kereta api. Sejak satu tahun lalu, pemimpin Cina terus meningkatkan upaya untuk menjalin hubungan baik dengan negara tetangganya ini. Tiga pemimpin tertinggi Cina, diantaranya Perdana Menteri Wen Jibao, telah mengunjungi Birma dalam 18 bulan terakhir ini. Cukup banyak jika melihat, bahwa dalam delapan tahun terakhir sebelumnya, tidak ada seorang pemimpin penting Cina yang mengunjungi Birma.

Bisa dianggap, Birma merupakan mitra penting dalam bidang ekonomi bagi Cina. Akan tetapi Cina terlihat enggan untuk memanfaatkan pengaruhnya terhadap pemimpin Birma. Tuntutan internasional agar Birma lebih melakukan keterbukaan menjelang pemilu, ditangapi juru bicara Kementrian Luar Negeri Cina Jiang Yu, "Ini merupakan urusan dalam negeri Birma. Kami selalu menjaga prinsip non-intervensi dalam urusan internal negara lain. Selain ini, kami juga berharap agar masyarakat internasional tidak mencoba untuk mempengaruhi secara negatif proses politik dalam negeri serta stabilitas regional."

Seberapa besar pengaruh Beijing terhadap pemimpin junta militer Tan Shwe dan pejabat militer lain di Birma, tidak seorangpun yang tahu pasti. Menurut Stefanie Kleine-Ahlbrandt, pengaruh Cina terhadap Birma terlalu dilebih-lebihkan, "Pemerintah di Birma sangat percaya diri dan nasionalis. Mereka tidak mau mendengarkan pihak lain. Dan karena alasan sejarah, mereka juga menaruh curiga terhadap Cina. Cina pernah membantu kelompok komunis Birma dalam memerangi pemerintah. Dan ini belum dilupakan."

Akan tetapi para pemimpin di Beijing masih berharap, bahwa mereka dapat memberi kesan yang baik kepada para jendral Birma. Selain mengunjungi Beijing, Tan Shwe juga direncanakan akan singgah di Shanghai dan Shenzhen. Ini bukan satu kebetulan, karena 30 tahun lalu di kota Shenzhen inilah Cina mulai membuka perekonomiannya.

Ruth Kirchner/Yuniman Farid

Editor: Ayu Purwaningsih